• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengakuan Jujur Sejarawan Barat

Dalam dokumen Mustafa As-Siba’i – Peradaban Islam (Halaman 74-79)

Prinsip Toleransi Beragama Dalam Peradaban Islam

3. Pengakuan Jujur Sejarawan Barat

Toleransi keagamaan dalam peradaban kita memang tidak ada bandingannya dalam sejarah pada masa-masa silam. Para sejarawan Barat yang menghormati kebenaran telah mengakui dan menyanjung kenyataan ini.

Orang Amerika yang tersohor, Mr Dripper mengatakan bahwa kaum muslimin terdahulu pada masa Khalifah- khalifah tidak hanya memperlakukan ahli ilmu dari kaum Nasrani Nasthuriyin dan Yahudi dengan sekedar penghormatan bahkan mempercayakan kepada mereka pekerjaan-pekerjaan besar dan mengangkat mereka untuk memangku jabatan-jabatan negara. Harun ar Rasyid malah memberikan amanat kepada Hanan bin Masuwaih untuk mengawasi seluruh sekolah tanpa memandang negara asal dan agamanya, melainkan hanya memandang kedudukannya terhadap ilmu pengetahuan.

Sejarawan masa kini yang populer, Walles berkata dalam bahasanya mengenai doktrin-doktrin Islam. Katanya, Doktrin-doktrin Islam dibangun di dunia sebagai tradisi-tradisi agung bagi perlakuan yang adil

dan mulia. Doktrin-doktrin itu meniupkan ke dalam diri manusia roh kedermawanan dan kemurahan, di samping mudah dilaksanakan dan mempunyai ciri kemanusiaan. Doktrin-doktrin Islam membentuk masyrakat yang di dalamnya jarang terdapat kelaliman dan kebengisan seperti yang ada dalam masyarakat- masyarakat lain yang mendahuluinya. Sampai-sampai Walles berkata tentang Islam, Islam penuh dengan roh kasih-sayang, persaudaraan dan kemurahan. Sir Mark Syse dalam menggambarkan kekaisaran Islam pada masa Ar Rasyid berkata, Orang-orang Nasrani, Paganis, Yahudi dan muslim selalu bekerja sama dalam mengabdi kepada pemerintahan. Trenon berkata, Agama (Islam) tidak pernah ikut campur terhadap kelakuan para penyair dan penyanyi.

Levi Provencal dalam bukunya Spanyol Islam dalam Abad X mengatakan bahwa juru tulis kebanyakan adalah orang Nasrani atau Yahudi. Jabatan-jabatan negara ada yang di pegang oleh mereka. Mereka bekerja untuk negara dalam tugas-tugas administratif dan kemiliteran. Di antara orang-orang Yahudi ada yang mewakili khalifah sebagai duta ke negara-negara Eropa Barat. Dalam sejarah peperangan bangsa Aarab di Perancis, Swiss, Italia dan jazirah-jazirah Laut Tengah, Rayno berkata, Kaum muslimin di kota-kota Andalus selalu memperlakukan orang-orang Nasrani dengan baik, sebagaimana juga orang-orang Nasrani selalu menjaga perasaan kaum muslimin. Mereka mengkhitan anak-anaknya dan tidak makan daging babi.

Ketika membicarakan mazhab-mazhab keagamaan di kalangan kelompok Nasrani Arnold berkata, Prinsip-

prinsip toleransi Islam mengharamkan perbuatan- perbuatan yang berhimpun unutk kelaliman seperti ini. Bahkan mereka berbeda sekali dengan yang lain. Mereka berusaha sungguh-sungguh untuk memperlakukan semua rakyat mereka dari kaum Nasrani dengan adil dan sama. Setelah penaklukkan Mesir, kelompok Yaakibah memanfaatkan kesempatan tumbangnya kekuasaan Byzantium untuk merampas gereja-gereja kaum ortodoks tetapi kaum muslimin akhirnya mengembalikan gereja-gereja itu kepada pemiliknya yang setelah kaum ortodoks membuktikan pemilikan mereka atas gereja-gereja itu,

Selanjutnya Arnold berkata lagi, Jika kita perhatikan toleransi yang menjalar kepada rakyat-rakyat kaum muslimin yang Nasrani pada awal pemerintahan Islam (seperti contoh di atas) maka tampak jelas, opini umum yang mengatakan pedang merupakan faktor utama dalam memalingkan manusia kepada Islam adalah tidak benar. Kami memaparkan bukti toleransi keagamaan dalam peradaban kita ini hanya bermaksud ingin menolak fitnah orang-orang Barat yang menentang sejarah kita yang sering mereka katakan bahwa kita adalah orang-orang kejam yang memaksa manusia memeluk agama kita dan memperlakukan orang-orang non muslim dengan segala penghinaan dan penindasan. Sebaiknya mereka membuka pintu ini atas diri mereka. Kekejian-kekejian mereka dalam fanatisme keagamaan melawan kaum muslimin dalam perang Salib, di Spanyol dan pada masa sekarang menyebabkan mereka menundudukkan kepala karena malu. Bahkan, kekejian mereka dalam penindasan terhadap sebagian yang lain

termasuk hal-hal yang tidak di ingkari oleh setiap peneliti sejarah. Pembantaian Katholik dan Protestan, khusussnya pembantaian San Bartolemeus, perang- perang keagamaan yang di lancarkan kepausan terhadap bangsa-bangsa Eropa yang menentangnya, dan tragedi-tragedi mahkamah penyelidik di abad-abad pertengahan merupakan bukti tak terbantah bahwa orang-orang Barat sangat keras kefanatikan dan kedengkiannya terhadap orang-orang yang berbeda pendapat dan aqidah dengannya meskipun orang-orang tersebut dari kalangan putera-putera kaum mereka sendiri. Mereka tidak pernah mengenal toleransi keagamaan di sela-sela sejarahnya pada masa silam. Hingga sekarang pun mereka dikuasai fanatisme keagamaan yang tercela terhadap kaum muslimin di bawah tabir tipis politik dan kolonialisme.

Suatu hal yang sangat baik apabila pembuktian toleransi kita kefanatikan mereka itu kita akhiri dengan kesaksian seorang uskup besar Nasrani yang objektif dan tidak memihak. Kepala Uskup Anthokia Michael yang agung, yang hidup paruh kedua abad ke-12 (setelah gereja- gereja Timur tunduk pada pemerintahan Islam selama lima abad) berbicara mengenai toleransi kaum muslimin dan penindasan Romawi terhadap gereja- gereja Timur. Katanya, Inilah sebabnya mengapa Tuhan Yang Maha Pembalas, yang unik dengan kekuatan dan keperkasaan, dan yang memindah- mindahkan kekuasaan manusia sesuai dengan kehendakNya, kemudian memberikannya kepada yang dikehendaki serta mengangkat orang-orang yang hina, ketika melihat kejahatan-kejahatan Romawi yang mengandalkan kekuatan, merampas gereja-gereja kita

dan menjarah biara-biara kita dikuasai semua, serta menyiksa kita tanpa belaskasihan, Dia (Tuhan) mengirimkan putera-putera Ismail (bangsa Arab) dari wilayah selatan (Jazirah Arab) untuk membebaskan kita dari cekraman Romawi. Benar, setelah kita menanggung kerugian akibat terampasnaya gereja- gereja Khatolik dari tangan mereka kita di serahkan kepada penduduk Chalcedonia, gereja-gereja itu masih di tangan mereka. Tetapi tatkala kota-kota itu menyerha kepada bangsa Arab, mereka menyerahkan kembali kepada setiap kelompok gereja yang mereka kuasai. Pada saat itu telah terampas dari tangan kita gereja Agung Hams dan gereja Hauran. Di samping itu, bukan perolehan yang sepele, kita bisa terbebas dari kekejaman, penyiksaan dan kemurkaan Romawi. Kita telah mendapatkan diri kita dalam keagamaan dan kedamaian.

Selanjutnya Gustave Lebon juga berkata, Belum pernah umat-umat mengenal penakluk-penakluk yang pengasih dan murah hati seperti bangsa Arab atau agama yang toleran seperti agama mereka. Perkataan ini merupakan cerminan dari sikap adil terhadap kebenaran sebelum sikap adil terhadap kaum muslimin sendiri.

Moral Perang Dalam Peradaban Islam

Dalam dokumen Mustafa As-Siba’i – Peradaban Islam (Halaman 74-79)