• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Mahasiswa Etnis Dayak

Dalam dokumen BAB II HASIL PENGALAMAN ADAPTASI MAHASISWA (Halaman 47-51)

1. Pengalaman Adaptasi Antarbudaya:

Dalam catatan pengalaman dari para informan secara umum, kebudayaan Jawa merupakan sebuah kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma sosial serta memiliki karakter masyarakat yang lembut dan sedikit sensitif. Menurut pengalaman-pengalaman unik yang mereka rasakan, para informan mengalami perasaan shock karena mendapati perilaku orang Jawa yang sangat lembut dan tidak mereka dapatkan di daerah asalnya. Salah seorang informan berbagi cerita pengalaman unik kepada peneliti bila pada awal mula dirinya datang ke Salatiga, ia merasa kesulitan untuk memberikan tanggapan atau

respon secara langsung sewaktu terjalinnya komunikasi atau interaksi dengan orang Jawa, karena terhalangnya faktor bahasa yang tidak ia mengerti dan sering dimunculkan oleh masyarakat Jawa pada umumnya.

Untuk hidup bertetangga sehari-hari, para informan pada awalnya mengalami kesulitan dan ketakutan dalam beradaptasi dengan budaya Jawa, dikarenakan tidak mengertinya mereka tentang bahasa Jawa yang sering dipergunakan oleh masyarakat sekitar. Ditambah lagi, dengan mereka harus tetap selalu menjaga tutur kata dan sikap yang mereka pergunakan saat berinteraksi dengan orang Jawa pada umumnya. Mereka sadar lingkungan di sekitar mereka dikelilingi oleh mayoritas orang Jawa dan mereka juga menyadari bahwa mereka berasal dari luar Pulau dan kebudayaan Jawa. Dengan kata lain, mereka belum pernah bergaul atau sekedar berinteraksi dengan orang Jawa sebelumnya, dan perihal tersebut membuat para informan mengalami perasaan bingung, canggung, dan cemas dalam beradaptasi.

Topik pembicaraan dilakukan pada saat berinteraksi dengan orang Jawa pun beragam, mulai dari topik yang bersifat umum, politik, akademik dan non akademik, bahkan sampai kepada permasalahan di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, para informan sadar bahwa mereka tidak boleh mengalami perasaan tersebut terlalu lama, karena mereka datang kesini untuk keperluan studi dan tetap harus survive di lingkungan dan kebudayaan baru ini.

Salah seorang informan pun menceritakan, jika sudah berada di Salatiga selama kurang lebih 5 tahun dan mengungkapkan jika sudah bisa beradaptasi dengan baik sekaligus terbiasa dengan orang Jawa, meskipun sering menemukan perbedaan-perbedaan yang signifikan yang berada di tengah-tengah mereka, namun mencoba untuk tetap menghargainya. Bahkan, ada salah seorang informan yang mengaku jika pernah mengalami masa-masa sulit dalam bersosialisasi dengan orang Jawa karena menemukan berbagai macam perbedaan kultur sosial antara di Jawa dan di Kalimantan. Terkadang hal tersebut membuatnya diperhadapkan

dengan masalah-masalah yang bersinggungan dengan masyarakat Jawa sekitar, karena memposisikan kebiasaannya di tanah Kalimantan dengan di tanah Jawa ini.

Berdasarkan pengalaman masing-masing, para informan sepakat untuk mencoba mencari tahu, mengenal terlebih dahulu tentang pola-pola kebiasaan, dan mengikuti peraturan-peraturan juga kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang Jawa, termasuk dengan mulai untuk membuka diri dengan cara mulai berinteraksi dengan orang Jawa, baik di lingkungan kampus maupun di area tempat tinggalnya. Semua itu mereka lakukan agar tidak membuat mereka salah dalam melangkah dan dalam menentukan suatu hal. Bagaimanapun juga, para informan ingin tetap selalu menjaga kerukunan, keselarasan, dan relasi dengan warga sekitar, karena mereka sadar jika mereka merupakan pendatang di tanah Jawa ini.

Dalam pergaulan sehari-hari, para informan mengaku sering menemukan perbedaan-perbedaan yang konkrit antara etnisnya dengan etnis Jawa di setiap masing-masing individunya, seperti dari mulai cara bertutur kata, cara bersikap sampai kepada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan setiap harinya. Namun, menurut catatan seorang informan yang memberikan tanggapan,

“Jika di setiap kebudayaan mempunyai tradisi atau ciri khasnya masing-masing dan tidak bisa dipersalahkan, karena budaya dibentuk dan dibuat oleh manusia dan sudah menjadi kesepakatan bersama. Maka dari itu, cobalah untuk menghargai segala macam peraturan-peraturan atau norma-norma yang ada dan yang telah disepakati di tanah Jawa”.

2. Hambatan/kendala Adaptasi Antarbudaya:

Menurut pengalaman para informan, paling tidak ada dua hal yang menjadi hambatan dan pemicu kesulitan mereka dalam beradaptasi dengan budaya Jawa. Salah satu di antaranya adalah kebiasaan atau pola atau sikap yang ditunjukkan oleh orang Jawa dalam menanggapi orang lain atau dengan kata lain, sikap dari orang Jawa terhadap mereka sebagai mahasiswa perantauan (pendatang baru) di Kota Salatiga. Yang dimaksudkan adalah cara atau perlakuan baik orang Jawa terhadap mereka sebagai pendatang baru yang akan tinggal di budaya baru

untuk kurun waktu yang cukup lama, dan sikap atau perlakuan tersebut membuat mereka merasa asing karena tidak pernah mereka temukan di tempat daerah asalnya.

Kemudian yang kedua adalah bahasa. Bahasa yang sering dipergunakan dalam keseharian orang Jawa adalah bahasa Jawa, dan hal tersebut membuat para informan merasa kesulitan dalam menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan kebudayaan Jawa, karena mereka tidak mengerti dan tidak memahami sama sekali akan arti dan makna dari bahasa Jawa tersebut. Bahkan, terkadang sering memunculkan miss understanding antara para informan dengan orang Jawa yang terdapat di lingkungan sekitar.

3. Peningkatan Kompetensi Komunikasi Antarbudaya:

Menurut penilaian para informan, mereka tidak membutuhkan sebuah pengakuan akan kehadirannya dan keberadaan etnisnya di tanah Jawa ini. Para informan menginginkan adanya suatu hubungan atau relasi yang baik antara etnisnya dengan etnis Jawa dan antara setiap masing-masing individunya. Semua itu bisa dilakukan dengan cara ikut membaur dengan orang Jawa dan di lingkungan sekitar, baik di lingkup kampus maupun di lingkup tempat tinggal, karena bisa berguna untuk lebih mengenal dan lebih mengerti tentang kebudayaan Jawa, asalkan tetap memegang teguh rasa saling menghormati antara kedua belah pihak dan saling memberikan toleransi juga memberikan rasa solidaritas yang tinggi di antara setiap individunya.

Menurut salah seorang informan, tidak ada salahnya untuk saling menghargai antara setiap manusia dan tetap menjaga hubungan yang harmonis kepada semua orang tanpa memandang latar belakang dari mana orang itu berasal, karena menurut dan kepercayaannya hal tersebut akan dapat menimbulkan serta memupuk rasa persaudaraan. Selain itu, dikarenakan pada dasarnya setiap manusia itu setara dihadapan Tuhan.

Dalam dokumen BAB II HASIL PENGALAMAN ADAPTASI MAHASISWA (Halaman 47-51)

Dokumen terkait