• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Morfologi

Pengamatan morfologi dari ulat sutera yang diperlakukan dengan sinar ultraviolet yaitu panjang tubuh larva instar IV dan V, panjang sayap, panjang tubuh ngengat, dan panjang antena. Dari hasil penelitian, ada beberapa variabel pengamatan menunjukkan bahwa ulat sutera yang diberikan perlakuan dengan sinar ultraviolet mempunyai efek yang berbeda-beda. Hasil pengamatan morfologi dari ulat sutera dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Rata-rata panjang morfologi ulat sutera (Bombyx mori L.) (cm, n=10, x±Sd )

Perlakuan Tubuh Larva Instar IV Tubuh Larva Instar V Sayap Tubuh Ngengat Antena T0 3,61±0,47 a 6,37±0,54 a 1,97±0,15 a 2,28±0,30 ab 0,79±0,10 a T1 2,96±0,47 b 5,79±1,11 a 2,15±0,53 a 2,73±0,47 a 0,77±0,07 a T2 2,99±0,41 b 5,64±0,53 a 1,86±0,44 a 2,44±0,40 ab 0,77±0,09 a T3 3,17±0,45 ab 6,08±0,46 a 1,71±0,59 a 2,25±0,29 b 0,77±0,12 a

Keterangan: T0: 0 menit, T1: 1,5 menit, T2: 3,0 menit, T3: 4,5 menit, x: Rata-rata Sd : Standart deviasi

Tabel 4.1 di atas dapat dibuat dalam bentuk grafik hubungan panjang rata-rata morfologi ulat sutera dengan perlakuan dengan lama penyinaran. Dimana dengan demikian membantu untuk melihat pengaruh lama penyinaran terhadap setiap panjang rata-rata morfologi ulat sutera. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Gafik Hubungan Panjang Rata-rata Morfologi Ulat Sutera dengan Perlakuan Penyinaran

Panjang Ukuran Larva Instar IV. Dari Tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa adanya pengaruh penyinaran dengan sinar UV. Dengan peningkatan waktu penyinaran menyebabkan penurunan pada panjang ukuran tubuh larva. Perlakuan tanpa penyinaran mempunyai ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan dengan penyinaran. Data pengamatan panjang ukuran larva ulat sutera instar IV dapat dilihat pada lampiran A (hal. 48). Dari uji sidik ragam (ANOVA) satu arah analisis Post Hoc-Bonfferroni menunjukkan bahwa lama penyinaran menunjukkan hubungan yang berbeda nyata pada setiap perlakuan. Dimana T0 berbeda nyata dengan T1 dan T2, sedangkan T3 tidak berbeda nyata dengan T0, T1 dan T2. Dengan kata lain peningkatan lama penyinaran berpengaruh terhadap panjang ulat sutera instar IV. Maka hubungan panjang larva instar IV terhadap lama penyinaran dapat dilihat pada Gambar 4.1 di atas. Dimana dari gambar grafik dapat diketahui bahwa perlakuan penyinaran dengan sinar UV merk Sankyo Denki dengan intensitas 30 Watt dan 30 cm dibawah lampu memberikan pengaruh yang berbeda pada panjang ukuran tubuh larva instar IV. Hal ini disebabkan karena sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh lampu dan dengan energi yang sebesar itu bisa diserap oleh sel-sel dalam jumlah y berbeda-beda sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhannya.

dengan lampu Philips TUV 30 watt yaitu sekitar 253,7 nm. Menurut Valtonen (1961), radiasi UV pada panjang gelombang dibawah 280 nm (UV-C) dihasilkan dari lampu Philips TUV 30 Watt yang mempunyai tekanan rendah hampir semua radiasinya dipanaskan pada gelombang 253,7 nm. Karena asam nukleat dari semua organisme berbeda dalam komposisi basa, dan tidak semua penyerapan asam nukleat sama, penyerapan maksimum terjadi pada panjang gelombang 260-265 nm dan penyerapan minimum terjadi pada panjang gelombang yang lebih dari 260-265 nm (Harm, 1980).

Menurut Harm (1980), bahwa pemberian radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang yang tinggi, maka lama penyinarannya harus cepat dan sebaliknya apabila pemberian radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang pendek, maka lama penyinarannya harus lama. Panjang gelombang tepat dibawah sinar tampak 360 nm telah dapat mengakibatkan mutagenesis. Menurut Lestari (1997), perubahan jumlah kromosom mempunyai frekuensi yang rendah tetapi apabila terjadi secara cepat maka akan terlihat dengan adanya perubahan yang nyata pada fenotipenya.

Panjang Ukuran Larva Instar V. Dari Tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa tidak adanya pengaruh penyinaran dengan sinar ultraviolet terhadap panjang ukuran tubuh larva instar V. . Data pengamatan panjang ukuran tubuh ulat sutera instar V dapat dilihat pada Lampiran B (hal. 49). Dari uji sidik ragam (ANOVA) satu arah analisis Post Hoc-Bonfferroni menunjukkan adanya hubungan tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan. Dengan kata lain peningkatan lama penyinaran tidak berpengaruh terhadap panjang ulat sutera instar V. Hubungan panjang tubuh larva larva instar V terhadap lama penyinaran dapat dilihat pada Gambar 4.1 di atas, dimana dapat dilihat bahwa penambahan waktu tidak menyebabkan perubahan pada panjang ukuran tubuh pada perlakuan T0, T1, T2 dan T3. Menurut Ackerman et al. (1988), bahwa kelainan DNA yang disebabkan oleh radiasi dapat menyebabkan kelainan somatik atau genetik pada sel-sel bersangkutan. Snustad et al, (1997), menyatakan bahwa gen-gen yang mengalami mutasi akan mengalami perubahan fenotipe.

Mutasi diinduksi oleh radiasi dan bahan kimia. Sinar X dan sinar ultraviolet dapat digunakan untuk menginduksi mutasi. Sinar X merupakan radiasi ion yang

dapat menembus jaringan (Klug & Cummings, 1994). Ultraviolet dapat menyebabkan mutasi karena purin dan pirimidin menyerap cahaya dengan sangat kuat. Pada panjang gelombang 254-260 nm, sinar UV dapat menginduksi mutasi yang menyebabkan fotokimia pada DNA (Klug & Cummings, 1994).

Panjang Sayap. Dari Tabel 4.1 di atas terlihat bahwa tidak adanya pengaruh penyinaran dengan sinar ultraviolet terhadap panjang ukuran sayap ngengat sutera. Data pengamatan panjang sayap ngengat sutera dapat dilihat pada Lampiran C (hal. 50). Dari uji sidik ragam (ANOVA) satu arah analisis Post Hoc-Bonfferroni menunjukkan adanya hubungan tidak berbeda nyata. Dengan kata lain peningkatan lama penyinaran tidak begitu berpengaruh terhadap panjang ukuran sayap ngengat sutera. Maka hubungan panjang sayap terhadap lama penyinaran dapat dilihat pada Gambar 4.1 di atas. Dimana dari gambar diketahui bahwa perlakuan penyinaran dengan sinar UV tidak memberikan terpengaruh pada panjang ukuran sayap. Hal ini disebabkan karena dosis sinar ultraviolet tidak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap ulat sutera. Menurut Harm (1980) suatu spesies dapat meningkatkan pertahanan terhadap penyinaran ultraviolet yang dibantu oleh penerangan cahaya tampak yang dikenal fotoreaktivasi.

Menurut Purwakusuma (2007), sinar ultraviolet memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi sel makhluk hidup dengan mengubah material inti sel, atau DNA, sehingga makhluk tersebut mati. Menurut Jay (1996), bahwa sinar ultraviolet diserap oleh protein dan asam nukleat. Reaksi kimia yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan proses metabolisme pada mikroorganisme yang mengarah pada kematian.

Panjang Tubuh Ngengat. Dari Tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa adanya pengaruh penyinaran dengan sinar ultraviolet terhadap panjang ukuran tubuh ngengat sutera. Dimana dengan peningkatan waktu penyinaran menyebabkan peningkatan pada panjang ukuran tubuh ngengat sutera. Data pengamatan panjang sayap ngengat sutera dapat dilihat pada Lampiran D (hal. 51). Dari uji sidik ragam (ANOVA) satu arah analisis Post Hoc-Bonfferroni menunjukkan adanya hubungan berbeda nyata pada

T1 dengan T3. Dengan kata lain peningkatan lama penyinaran berpengaruh terhadap panjang ukuran tubuh ngengat sutera. Maka hubungan antara panjang ukuran tubuh ngengat terhadap lama penyinaran dapat dilihat pada Gambar 4.1 di atas. Dimana dari gambar grafik tersebut diketahui bahwa perlakuan penyinaran dengan sinar ultraviolet memberikan pengaruh yang cukup nampak pada panjang ukuran tubuh ngengat.

Menurut Ackerman (1988), bahwa sinar UV yang merupakan sinar non-ionisasi, tidak memiliki cukup energi untuk induksi non-ionisasi, walaupun demikian sinar ultraviolet sangat baik digunakan sebagai mutagen dan pada dosis yang tinggi dapat membunuh sel. Jadi penyinaran UV ini merupakan rangsangan yang penting yang dapat merusak sel. Bila mikroorganisme disinari oleh sinar ultraviolet, maka ADN (Asam Deoksiribonukleat) dari mikroorganisme tersebut akan menyerap energi sinar ultraviolet. Energi itu menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen pada basa nitrogen, sehingga terjadi modifikasi-modifikasi kimia dari nukleoprotein serta menimbulkan hubungan silang antara molekul-molekul timin yang berdekatan dengan berikatan secara kovalen. Hubungan ini dapat menyebabkan salah baca dari kode genetik dalam proses sintesa protein, yang akan menghasilkan mutasi yang selanjutnya akan merusak atau memperlemah fungsi-fungsi vital organisme dan kemudian akan membunuhnya (Akbar, 2006).

Panjang Antena. Dari Tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa tidak adanya pengaruh penyinaran dengan sinar UV terhadap panjang antena. Pada data pengamatan panjang sayap ngengat sutera dapat dilihat pada Lampiran E (hal. 52). Dari uji sidik ragam (ANOVA) satu arah analisis Post Hoc-Bonfferroni menunjukkan adanya hubungan tidak berbeda nyata. Dengan kata lain peningkatan lama penyinaran tidak begitu berpengaruh terhadap panjang ukuran antena ngengat sutera. Maka hubungan panjang antena ngengat terhadap lama penyinaran dapat dilihat pada Gambar 4.1 di atas. Dimana dari gambar tersebut diketahui bahwa perlakuan penyinaran dengan sinar UV tidak memberikan pengaruh yang cukup nampak pada panjang ukuran tubuh ngengat. Menurut Lestari (1997), perubahan jumlah kromosom mempunyai frekuensi yang rendah tetapi apabila terjadi secara cepat maka akan terlihat dengan adanya perubahan yang nyata pada fenotipenya.

Dari sini diketahui bahwa radiasi sinar ultraviolet tidak terlalu berpengaruh terhadap panjang morfologi ulat sutera apabila dosis dan lama penyinaran yang diberikan tidak terlalu tinggi karena ulat sutera mampu mamperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet. Sedangkan dosis yang paling tinggi dari sinar ultraviolet dapat menghambat pertumbuhan ulat sutera.

4.2 Pengamatan Fenotipe

Perlakuan induksi ultraviolet menghasilkan organisme yang mutan dimana dalam hal ini mengalami mutasi morfologi. Mutasi morfologi adalah mutasi yang memperlihatkan perubahan penampakan luar suatu organisme, seperti bentuk (mata, sayap dan tubuh), ukuran (tubuh, sayap dan antena), dan warna (tubuh dan sayap) (Jones & Karp, 1986). Selain mengalami mutasi morfologi pada penelitian ini juga mengalami mutasi letal. Kadang-kadang penyebab kematian yang tidak diketahui, sementara alel yang mengalami mutasi bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup organisme tersebut (Jones & Karp, 1986).

Tabel 4.2 Data Pengamatan Fenotipe Pada Warna Larva Instar V Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Perlakuan dengan sinar ultraviolet Jumlah mutan Keterangan

T0 - tanpa penyinaran, 10 wild-type (wt)

T1 4 ekor 4 Inhibitor –f Lemon (i-lem), 6 wild-type (wt) T2 5 ekor 5 Inhibitor-f Lemon (i-lem), 5 wild-type (wt) T3 6 ekor 1 Dilute black (db), 5 Inhibitor-f Lemon

(i-lem), 4 wild-type (wt)

Keterangan: T0: 0 menit, T1: 1,5 menit, T2: 3,0 menit dan T3: 4,5 menit

Warna Larva Instar V. Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, terlihat bahwa peningkatan lama penyinaran dengan sinar UV menyebabkan terjadi perubahan fenotip pada warna larva instar V. Dimana pada lama penyinaran T0 (kontrol) tidak terjadi perubahan pada warna larva instar V, tetapi pada perlakuan T1(1,5 menit), T2 (3,0 menit) dan T3 (4,5 menit). Ulat sutera yang mengalami mutasi ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2 Ulat sutera (Bombyx mori L.) instar V dengan warna tubuh; (a). Warna tubuh normal, (b). Inhibitor-f Lemon (i-lem), (c). Dilute Black (db)

Dari Gambar 4.2 di atas menunjukkan perubahan yang terjadi pada warna larva instar V yaitu Inhibitor-f Lemon (i-lem) dan Delute black (bd). Dimana semakin tinggi lama penyinaran akan menyebabkan semakin tingginya jumlah larva yang mutan. Menurut Harm (1980), yang menyatakan bahwa pemberian radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang yang tinggi, maka lama penyinarannya harus cepat dan sebaliknya apabila pemberian radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang pendek, maka lama penyinarannya harus lama. Panjang gelombang tepat dibawah sinar tampak 360 nm telah dapat mengakibatkan mutagenesis.

Dalam penelitian ini lampu UV yang digunakan adalah merk Sankyo Denki 30 watt yang diperkirakan mempunyai panjang gelombang yang tidak jauh berbeda dengan lampu Philips TUV 30 watt yaitu sekitar 253,7 nm. Menurut Valtonen (1961), radiasi UV pada panjang gelombang dibawah 280 nm (UV-C) dihasilkan dari lampu Philips TUV 30 Watt yang mempunyai tekanan rendah hampir semua radiasinya dipanaskan pada gelombang 253,7 nm. Karena asam nukleat dari semua organisme berbeda dalam komposisi basa, dan tidak semua penyerapan asam nukleat sama, penyerapan maksimum terjadi pada panjang gelombang 260-265 nm dan penyerapan minimum terjadi pada panjang gelombang yang lebih dari 260-265 nm (Harm, 1980). Bagaimanapun kecilnya dosis dan rendahnya dosis namun kecepatan mutasi dapat terjadi dan resiko kumulatif genetik ini terjadi selama perbaikan biologi tidak terjadi (Coggle, 1983). Menurut Zul & Febrianis (2003) sinar UV digunakan sebagai agen

mutagenik karena sinar UV efektif sebagai agen mutagenik dan lebih murah dibandingkan agen mutagenik yang lain.

Menurut Broetjes (1982), Bhatnagar & Tiwai (1991), Mickey at al. (1993) dalam Soedjono (2003), bahwa faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah dosis irradiasi. Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan sterilitas.

Tabel 4.3 Data Pengamatan Fenotipe pada Warna Mata Ngengat Sutera (Bombyx mori L.) Perlakuan dengan sinar ultraviolet Jumlah mutan Keterangan

T0 - wild-type (wt) berwarna hitam

T1 - Hitam

T2 - Hitam

T3 - Hitam

Keterangan: T0: 0 menit, T1: 1,5 menit, T2: 3,0 menit dan T3: 4,5 menit

Warna Mata. Pada Tabel 4.3 di atas, tidak terdapat adanya perbedaan pada warna mata ngengat ulat sutera baik pada perlakuan dengan penyinaran sinar UV dan tanpa penyinaran. Dimana pada lama penyinaran 0 menit (kontrol) dan dengan penyinaran dengan sinar UV tidak terjadi perubahan pada warna mata ngengat. Dan dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.

Menurut Wagner (1996) bahwa terjadi hubungan interaksi gen dan lingkungan, yang memungkinkan terbentuknya fenotipe. Suatu mutagen dapat memberikan pengaruh yang kecil karena ada kemampuan sel mempertahankan diri. Hubungan antara gen dan lingkungan tersebut dapat kompensasi terhadap beberapa mutasi dan dengan demikian menstabilkan fenotipe sehubungan dengan mutasi tersebut.

Tabel 4.4 Data Pengamatan Fenotipe Pada Bentuk Sayap Ngengat Sutera (Bombyx mori L.) Perlakuan dengan sinar ultraviolet Jumlah mutan Keterangan T0 - 10 wild-type (wt)

T1 6 ekor 4 Wild-type (wt), 2 wrinkled (wri), 4 vestigial wing (ww)

T2 7 ekor 3 Wild-type (wt), 2 wrinkled (wri), 1 minute wing (mw),, 4 vestigial (Vg)

T3 9 ekor 1 Wild-type (wt), 6 vestigial (Vg), 3 minute wing (mw)

Keterangan: T0: 0 menit, T1: 1,5 menit, T2: 3,0 menit dan T3: 4,5 menit

Bentuk Sayap Ngengat Sutera. Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa peningkatan lama penyinaran dengan sinar UV menyebabkan terjadi perubahan fenotip pada bentuk sayap ngengat sutera. Dimana pada T0 (kontrol) tidak terjadi perubahan pada bentuk sayapnya atau wild-type (tipe liar atau normal), tetapi pada perlakuan T1 (1,5 menit) ditemukan ngengat yang mutan yaitu wrinkled dan vestigial. Pada perlakuan T2 (3,0 menit) ditemukan ngengat yang mutan yaitu wrinkled wings, minute wing dan vestigial wing. Sedangkan pada perlakuan T3 (4,5 menit) ditemuan ngengat yang mutan yaitu vestigial dan minute wing.

Bentuk sayap ngengat sutera yang mengalami mutasi berbeda dengan ngengat sutera yang normal. Hal ini disebabkna karena mutasi berpengaruh mengubah tampilan morfologi dari ngengat sutera. Menurut Soeranta ( 2003) mutasi dapat disebut perubahan genetik pada tingkat genom, kromosom, DNA, atau gen sehingga terjadi keanekaragaman genetik. Apabila mutasi terjadi pada suatu pasangan basa atau lebih maka perubahan terjadi akan tampak pada individu yang mengalami mutasi dan akan menunjukkan ciri-ciri atau tampilan yang berbeda dengan individu yang normal..

Dari keseluruhan jumlah mutasi yang dihasilkan terdapat peluang untuk mendapatkan genotip yang lebih baik daripada plasma nuftah awal.

Menurut Jones & Karp (1986) bahwa ngengat sutera mutan tersebut merupakan mutasi morfologi. Mutasi morfologi yang memperlihatkan perubahan penampakan luar organisme, seperti bentuk (sayap, antena dan bulu sayap), ukuran (mata, sayap dan antena) dan warna (tubuh dan mata). Ulat sutera yang mengalami mutasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut ini.

Gambar 4.4 Ngengat Sutera yang Mengalami Mutasi; (a) Normal tetapi memiliki

bercak, (b) Wrinkled wing, (c) Vestigial wing, (d) Minute wing, dan (e) Normal tetapi sayap berwarna hitam, (f) Ngengat normal; 1. Bercak berwarna hitam, 2. Sayap menyempit 3. Sayap tidak berkembang, 4. Sayap melengkung, 5. Ujung sayap berwarna hitam.

Penggunaan radiasi yang sebagai agen mutagenik diharapkan biasa mengahasilkan organisme yang lebih baik. Seperti yang dilakukan pada beberapa tanaman hias. Pengunaan radiasi diantaranya sinar UV telah bnyak diteliti untuk mendapatkan fenotip baru yang menarik pada tanaman hias. Namun radiasi juga dapat menyebabkan dampak yang merusak sel tanaman tersebut (Krissou, 2005)

Menurut Anonim (1998) bahwa tipe vestigial wing pada lalat buah (Drosophila melanogaster) menglami pemendekan pada sayapnya dan akibatnya tidak dapat terbang dan mutasi ini bersifat resesif. Lalat buah vestigial wings pada peta genetika terpaut pada kromosom autosom kedua dan letaknya pada titik 67.00 (Sinnott et al., 1958).

Ngengat sutera yang mengalami mutasi wrinkled wing mempunyai bentuk sayap yang kurang berkembang dan tidak diperpanjang sepenuhnya, sedangkan minute wing atau mempunyai sayap yang melengkung dan hampir sama dengan mikropterus tetapi sayapnya lebih pendek. Menurut Harahap (1994), perubahan fisik yang diikuti perubahan kimia merupakan petunjuk adanya efek biologis dari radiasi UV yang dapat menganggu keseimbangan biologis yang sangat sesitif terhadap radiasi.

Dokumen terkait