• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penganggaran Sektor Publik Pengertian Anggaran Sektor Publik Pengertian Anggaran Sektor Publik

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.3 Penganggaran Sektor Publik Pengertian Anggaran Sektor Publik Pengertian Anggaran Sektor Publik

Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang (Mardiasmo, 2011). Menurut Mardiasmo (2011) anggaran sektor publik penting karena:

1) anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat;

2) anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas;

3) anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat sehingga anggaran publikmerupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.

Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik

Mardiasmo (2011) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal.

1) Anggaran operasional

Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang

dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “Belanja Rutin”.Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menabah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang pada setiap tahun.

Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja Investasi/Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik

Menurut Mardiasmo (2011), prinsip-prinsip anggaran sektor publik adalah sebagai berikut.

1)Otorisasi oleh Legislatif

Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

2)Komprehensif

Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

3)Keutuhan Anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum.

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif.

5)Periodik

Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multi tahunan.

6)Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. 7)Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.

8)Dipublikasi

Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) No. 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, tahapan penyusunan APBD adalah sebagai berikut.

1) Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)

Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD).RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

2) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA. KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasari. Rancangan KUA disampaikan kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni sebelum tahun anggaran dan disepakati bersama oleh Pemda dan DPRD menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli.

3) Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA)

Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun PPA.PPA disepakati paling lambat bulan Juli sebelum tahun anggaran. KUA dan PPA yang telah disepakati kemudian dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak kepala daerah dan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat daerah (RKA-SKPD). Surat

edaran tersebut diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus sebelum tahun anggaran dimulai.

4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)

Berdasarkan surat edaran yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, masingmasing SKPD kemudian menyusun RKA-SKPD. Surat edaran tersebut memuat arah dan kebijakan umum APBD, strategi dan prioritas APBD, standar biaya, standar pelayanan minimal, dan formulir RKA-SKPD.Formulir RKA-SKPD merupakan dokumen yang memuat rancangan anggaran unit kerja yang disampaikan oleh setiap unit kerja. RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai:

a. Visi dan misi unit kerja;

b. Deskripsi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja;

c. Rencana program dan kegiatan unit kerja beserta tolak ukur dan target kinerjanya.

RKA-SKPD kemudian disampaikan kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dievaluasi. Tim anggaran pemerintah daerah mengevaluasi dan menganalisis:

a. Kesesuaian antara rancangan anggaran unit kerja dengan program dan kegiatan berdasarkan yang direncanakan unit kerja;

b. Kesesuaian program dan kegiatan berdasarkan tugas pokok dan fungsi unit kerja;

c. Kewajaran antara anggaran dengan target kinerja berdasarkan Standar Analisa Biaya (SAB) yang telah diperhitungkan.

5) Penyusunan RAPBD

Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)

6) Penetapan APBD

Pemerintah daerah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober sebelum tahun anggaran untuk dibahas.RABPD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai.

2.1.4 Akuntabilitas

Akuntabilitas dalam arti sempit dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban yang mengacu pada kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggung jawab adan untuk apa organisasi (pekerja individu) bertanggung jawab. Dalam pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mahsun, 2006). Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.

Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo 2011). Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:

1) Akuntabilitas Vertikal (vertical accountability)

Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR.

2) Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability)

Pertanggungjawaban horizontaladalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.

Kearns (1994) dalam Sukhemi (2010) meneliti mengenai berbagai jenis akuntabilitas yang ada dalam sektor publik dan membaginya ke dalam 4 jenis, yaitu:

1) Akuntabilitas kepatuhan, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada kepatuhan organisasi publik dalam melakukan praktik pelayanan.

2) Akuntabilitas negosiasi, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada tawar-menawar karena adanya keinginan publik (public Interest) yang

sangat beraneka ragam, selain itu faktor politik dan keuangan juga turut menentukan akuntabilitas ini.

3) Akuntabilitas entrepreneurial atau diskresionari, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada kemampuan manajer publik untuk mempunyai pendekatan wiraswasta karena adanya tekanan dari pembayar pajak agar pemerintah meningkatkan pelayanan kepada publik.

4) Akuntabilitas antisipasi, yaitu akuntabilitas yang menekankan pada kemampuan manajer publik untuk mengantisipasi hal penting apa yang kemungkinan akan terjadi dan bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik kepada publik dengan menggunakan kemampuan antisipasi tersebut.

Lingkup Akuntabilitas Publik

Beberapa bentuk dimensi pertanggungjawaban publik oleh pemerintah daerah disampaikan oleh Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2011). Menurutnya terdapat empat dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi organisasi sektor publik, yaitu:

1) Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum

Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2) Akuntabilitas Proses

Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.

3) Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

4) Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Dokumen terkait