• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengangkatan kepada sanak saudara, teman-teman atau rekan-rekan politik yang pada jabatan-jabatan publik tanpa memandang jasa mereka maupun

B. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara

3. Pengangkatan kepada sanak saudara, teman-teman atau rekan-rekan politik yang pada jabatan-jabatan publik tanpa memandang jasa mereka maupun

berharap konsekuensinya pada kesejahteraan publik kita menyebut hal ini dengan tindakan nepotisme.

Adapun ciri-ciri dari perbuatan korupsi oleh Alatas 31yang mana dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Orang yang mana senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

30Syeid Husein Alatas, Sosiolgi Korupsi. PT Matahari Bakti : Jakarta, 1981, hlm, 11.

31 Syaid Husein Alatas, Ibid, 13

2. Perbuatan korupsi dapat melibatkan elemen-elemen dan muncul kewajiban dan keuntungan timbal balik.

3. Korupsi pada umunya melibatkan keserba rahasiaan.

4. Mereka yang berpraktek cara-cara korupsi yang biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum yang ada.

5. Pihak yang terlibat korupsi adalah pihak-pihak yang sangat menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka sendiri yang mampu mempengaruhi keputusan tersebut.

6. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan terhadap kepercayaan.

7. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka-mereka yang melakukan tindakan-tindakan tersebut.

8. Perbuatan korupsi sangat melanggar norma-norma, tugas dan pertanggung jawaban dalam tuntutan masyarakat.

Jika diperhatikan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002, tindak pidana korupsi itu dapat dilihat dari 2 (dua) segi, yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif.

Yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai berikut :

1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara di atur Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatanya atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian keuangan Negara di atur Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

3) Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji yang dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. sebagaimana ada di Pasal 4 Undangundang Nomor 31 Tahun 1999.

4) Percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sebagaimna Pasal 5 Undangundang Nomor 31 Tahun 1999.

5) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibanya.

Sebagiman di atur Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.

6) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatanya di atur dalam Pasal 5 Ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

7) Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Di atur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

8) Pemborong atau ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,atau keselamatan negara dalam keadaan perang. Di atur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf aUndang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

9) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

10) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan tentara Nasional Indonesia atau kepolisian Negara republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. Di atur dalam Pasal 7 ayat(1) huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

11) Setiap orang yang bertugas menguasai penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. Di atru dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

12) Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatanya, atau membiarkan orang atau surat berharga tersebut. Di atur dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

13) Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Di atur dalam Pasal 9 Undangundang Nomor 20 Tahun 2001.

14) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakan, atau membuat tidak dapat di pakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau untuk membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatanya, atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut. Di atur dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

15) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang :

a) dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberikan sesuatu, atau menerima pembayaran dengan

potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Di atur dalam Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

b) pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau memotong pembayaran bagi pegawai negeri penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui hal tersebit bukan merupakan utang. Di atur dalamPasal 12 huruf f Undangundang Nomor 20 Tahun 2001.

c) pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seolah-olah merupakan utang pada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. Diatur dalam Pasal 12 huruf g Undangundang Nomor 20 Tahun 2001.

d) pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undanga telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Di atru dalamPasal 12 huruf h Undangundang Nomor 20 Tahun 2001.

e) baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Di atur dalam Pasal 12 huruf i Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

f) memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu. Di atur dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Adapun korupsi pasif adalah sebagai berikut :

1). pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibanya. Di atur dalam Pasal 5 ayat(2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

2). hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. Di atur dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

3). orang yang menerima penyerahan bahan barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 4). pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji

padahal diketahui atau patut diketahui atau patut di duga, bahwa hadiah atau janji iti diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau

janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Diatur dalam Pasal 11 Undangundang Nomor 20 Tahun 2001

5). pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatanya yang bertentangan dengan kewajibanya, atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatanya yang bertentangan dengan kewajibanya. Diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

6). hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut di duga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Di atur dalam Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

7). advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. Di atur dalam Pasal 12 huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

8). setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatanya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.di atur dalam Pasal 12 Undangundang Nomor 20 Tahun 2001.

Demikian pengertian tentang korupsi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Lahirnya

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah menggantikan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, dan diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif bentuk tindak pidana korupsi yang yang sangat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.

A. Mekanisme Penanganan Tindak Pidana Korupsi Oleh Kejaksaan