• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pengaruh DES pada biodiesel

Deep Eutectic Solvent (DES) merupakan campuran dari suatu komponen garam ammonium kuartener dengan suatu senyawa organik yang berfungsi sebagaihydrogen bond donor (HBD) seperti alkohol, asam, halida, amina, asam amino dan lain-lain hingga membentuk campuran eutektik [11; 25]. DES dapat digunakan sebagai co- solvent yang digabungkan dengan katalis lain untuk meningkatkan kemampuan katalitiknya selain itu DES juga dapat digunakan untuk mengurangi reaksi samping (seperti penyabunan) dan membuat proses pemisahan dan pemurnian lebih mudah, DES juga efektif dalam menghilangkan gliserol dan sisa katalis dalam biodiesel [34]

0 1 2 3 CPO DPO K ada r A ir ( % )

DES yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari campuran choline chloride sebagai quarternary ammonium saltdan etilen glikol sebagai HBD dengan rasio molar 1:2. DES yang disintesis memiliki densitas 1,1269 gr/cm3, dan viskositas 29,7076 cP pada 30 ̊ C.

4.3.1 Pengaruh DES pada Yield Biodiesel

Analisis pengaruh DES sebagaico-solventterhadap yield biodiesel dilakukan dengan mengaplikasikan berbagai jumlah DES dan membandingkannya dengan yield biodiesel tanpaco-solvent, yield biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut

Gambar 4.3 Yield biodiesel vs Jumlah DES

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa yield biodiesel yang dihasilkan menggunakan DES sebagai co-solvent meningkat dengan penambahan DES dari 1,0 % sampai dengan 4,0 % (b/b), dengan yield tertinggi 81,72 % dan kemurnian ester 99,35 %, kemudian menurun dengan penambahan jumlah DES 5 % (b/b) namun kembali naik pada penambahan jumlah DES 6 %. Penggunaan DES dapat mengubah distribusi fasa pada campuran reaktan sehingga dapat mengurangi terbentuknya reaksi saponifikasi dan memudahkan proses pemisahan dan pemurnian [9]. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan DES dalam jumlah kurang dari 5 % (b/b) mampu meningkatkan yield biodiesel yang dihasilkan, yang kemudian jika ditambahkan lebih dari 4 % (b/b) dapat menginhibisi reaksi sehingga mengurangi yield dan kemurnian ester.

Nwaigwe, dkk, pada tahun 2014 telah mempublikasikan mengenai faktor yang mempengaruhi pada proses pembuatan biodiesel, mengatakan bahwa batas kandungan

0 20 40 60 80 100 0 1 2 3 4 5 6 Y ie ld B iodi es el , % Jumlah DES, % (b/b)

ALB minyak mentah untuk dilakukan transesterifikasi katalis basa homogen secara langsung adalah 4 % [45]. Dari penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa minyak dengan kadar ALB 4,84 %; reaksi transesterifikasi dengan DES dapat berjalan lebih baik dan menghasilkan yield yang lebih tinggi dibandingkan reaksi tanpa DES dan hasil transesterifikasi yang dihasilkan tidak membentuk sabun.

Pada reaksi etanolisis, dapat terjadi pembentukan sabun yang cukup banyak yang akan membentuk emulsi, sehingga mempersulit proses pemisahan dan mengurangi yield. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan co-solvent DES yang dapat mengurangi reaksi samping (reaksi saponifikasi), memudahkan pemisahan sehingga reaksi etanolisis dapat berjalan lebih baik.

4.3.2 Pengaruh DES pada Proses Pemisahan Biodiesel

Proses pemisahan fasa gliserol dengan etil ester dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut

(a) (b)

Gambar 4.4 Proses pemisahan (a) tanpa DES (b) dengan DES

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa setelah 1 menit hasil reaksi dimasukkan kedalam corong pisah, hasil reaksi tanpa DES membentuk 3 lapisan, dimana lapisan paling atas adalah lapisan ester, kemudian lapisan kedua adalah emulsi antara ester, gliserol, dan sabun, kemudian lapisan paling bawah ada lapisan gliserol. Pada hasil reaksi tanpa DES, terbentuk dua fasa dengan cepat, membentuk lapisan atas mengandung ester dan fasa bawah yang merupakan fasa gliserol.

Pada reaksi transesterifikasi, alkohol yang berlebih dapat menganggu proses pemisahan antara alkil ester dengan gliserol karena alkohol sisa reaksi dapat meningkatkan kelarutan gliserol dalam fasa ester sehingga dapat menghasilkan buih [2], oleh karena itu akan mempersulit proses pemisahan, dengan terbentuknya sabun

dapat membentuk emulsi stabil yang juga akan mempersulit proses pemisahan, dan diperlukan proses pencucian yang membutuhkan volume air yang banyak untuk pemurnian. DES berbasis choline chloride dan etilen glikol merupakan DES terbaik yang digunakan untuk mengekstraksi gliserol dan pemurnian biodiesel [26].

Dari hasil analisis proses pemisahan fasa antara reaksi dengan DES dan tanpa DES, dapat dilihat bahwa waktu pemisahan yang dibutuhkan untuk reaksi dengan DES lebih cepat dibanding tanpa DES, dimana dapat dilihat lapisan atas hanya sedikit mengandung gliserol, sehingga penambahan DES dapat dipakai untuk mempermudah proses pemisahan ester dan gliserol, disamping untuk meningkatkan yield.

4.3.3 Pengaruh DES pada Proses Pencucian Biodiesel

Metode pencucian biodiesel yang dipakai pada penelitian ini adalah metode wet washing, dimana biodiesel dicuci dengan menggunakan air untuk menghilangkan zat pengotor seperti sisa katalis, etanol, sabun, dan gliserol yang dapat mengurangi kemurnian biodiesel yang dihasilkan sehingga tidak dapat digunakan pada mesin. Proses pencucian biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut.

(a) (b) (c)

Gambar 4.5 Proses pencucian biodiesel (a) tanpa DES 3 kali pencucian (b) tanpa DES 6 kali pencucian (c) dengan DES 3 kali pencucian

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada pencucian biodiesel hasil reaksi tanpa DES, terbentuk emulsi yang mempersulit proses pemisahan antara biodiesel dan air pencuci, sedangkan pada proses pencucian biodiesel hasil reaksi dengan DES, tidak terbentuk emulsi yang mempersulit proses pencucian, tabel 4.2 menunjukkan banyaknya pencucian yang dilakukan atau air yang dipakai untuk mencuci biodiesel, dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pencucian biodiesel hasil reaksi dengan DES membutuhkan air yang lebih sedikit dibanding tanpa DES.

Tabel 4.2 Banyak pencucian yang dilakukan Reaksi Banyak Pencucian

Dengan DES 3 kali

Tanpa DES 6 kali

Metode wet washing merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pemurnian biodiesel karena hanya dengan metode ini dapat mengurangi jumlah residu alkohol dan gliserol dalam biodiesel [47]. Pada reaksi etanolisis, banyaknya sabun yang terbentuk dapat berjumlah tiga atau empat kali lebih banyak dibandingkan metanolisis dengan kondisi reaksi yang sama, oleh karena itu, pada metode wet washing, dibutuhkan jumlah air yang sangat banyak [48]. Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa DES dapat mempercepat pemisahan alkil ester dengan gliserol dan sisa reaksi yang terbentuk sehingga memudahkan proses pemurnian.

4.3.4 Pengaruh DES pada Fasa Etanol-Minyak

Pada proses transesterifikasi, dengan menggunakan etanol sebagai alkohol salah satu masalahnya adalah etanol memiliki kekurangan dalam hal reaktifitasnya dalam proses transesterifikasi yang menyebabkan etanol sulit untuk larut dalam minyak dan proses pemisahannya karena terbentuknya emulsi yang stabil sehingga proses pemisahan dari gliserol sangat sulit [4; 6].

Analisis kondisi fasa dari minyak dan etanol dengan perlakuan penambahan DES dilakukan dengan observasi etanol dan minyak dalam tabung reaksi dengan diameter tabung 13 + 0,05 mm , yang dapat dilihat pada gambar berikut

(a) (b)

Dari gambar 4.6 dapat kita lihat perbedaan antara fasa etanol dengan minyak tanpa dan dengan penambahan DES. Sebelum penambahan DES,interfacial areadari etanol – minyak terlihat datar, namun ketika penambahan DES, interfacial area dari kedua larutan tersebut membentuk suatu meniscus yang dapat diakibatkan oleh adanya capillary bridge. Terbentuknya capillary bridge diantara dua campuran yang tidak saling melarut dapat menimbulkan gaya tarik menarik antara partikel yang tidak sejenis (adhesi) hal ini disebabkan karena penurunan tekanan pada jembatan cairan akibat pengaruh langsung dari tegangan permukaan pada daerah sekitarmeniscus[49]. Minyak dan etanol merupakan campuran yang tidak saling melarut, namun setelah ditambahkan DES, DES akan bekerja padainterfacial areaantara minyak dan etanol, membentukcapillary bridgesehingga akan menurunkan tegangan permukaan dan membentukmeniscus, kemudian membuat gaya tarik menarik antara minyak dan etanol, sehingga mempercepat transfer massa antara etanol dan minyak.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat pada penambahan DES, setelah pengadukan, pada interfacial area antara minyak ada etanol dapat dilihat adanyameniscus,sedangkan pada fasa etanol – minyak tanpa penambahan DES, tidak ditemukan adanyameniscuspadainterfacial area.

Dokumen terkait