• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

C. Pengaruh Etiket, Komunikasi dan Komitmen terhadap

Dengan etiket seseorang akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dalam segala ‘cuaca’. Dengan pengetahuan etiket yang memadai seseorang merasa lebih nyaman dalam hubungan dan transaksi bisnis (Tri, 2002).

Dalam meningkatkan dan menjaga kepercayaan nasabahnya, bank perlu menjaga citra positif di mata masyarakat, tanpa citra positif maka kepercayaan yang sedang dan akan dibangun tidak akan efektif. Citra ini dapat dibangun dengan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik melalui etiket karyawan bank dalam melayani nasabah.

Dalam dunia perbankan masalah etiket sangat mutlak untuk diketahui dan dijalankan (Kasmir, 2004:186). Tanpa etiket perbankan yang benar, maka jangan mengharapkan akan mendapatkan nasabah yang sesuai dengan keinginan bank, bahkan bukan tidak mungkin bank akan kehilangan kepercayaan nasabah.

Dengan adanya etiket akan dapat menimbulkan suasana keakraban dengan nasabah, artinya dengan menjadi akrab otomatis akan meningkatkan menjadi persahabatan dan menambah lingkungan pergaulan baik di bank maupun di luar bank. Jika nasabah menjadi akrab segala urusan antara bank dengan nasabah akan menjadi lebih mudah dengan begitu nasabah akan merasa senang dan puas dengan pelayanan yang diberikan, dan bukan tidak mungkin bank akan mendapatkan kepercayaan nasabah, sehingga nasabah akan mengulangnya kembali pada suatu waktu.

Kasmir (2004:189) menyebutkan manfaat yang akan diperoleh dengan adanya etiket antara lain :

a. Dapat meningkatkan rasa percaya diri, bagi seluruh pegawai bank, karena pegawai bank memiliki nilai lebih dibandingkan nasabah, baik penampilan, cara bicara maupun perilaku.

b. Dengan berlaku sopan, ramah tamah, murah senyum, dan berperilaku yang menyenangkan nasabah akan merasa dihormati dan dihargai. c. Petugas bank juga sangat disegani dan disenangi oleh nasabah karena

etiket yang dimilikinya. 2. Komunikasi dan Kepercayaan

Pada kebanyakan peristiwa komunikasi yang berlangsung antara komunikator dan komunikan hampir selalu melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal (komunikasi dengan menggunakan lambang bahasa, mencakup komunikasi dengan bahasa lisan maupun bahasa tulisan) dan non verbal (komunikasi tanpa kata-kata, maksudnya komunikasi dengan menggunakan gejala yang menyangkut: gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, pakaian yang bersifat simbolik, isyarat dan lain sebagainya) (Roudhonah, 2007:91-94). Apabila penggunaan lambang- lambang ini digunakan dengan benar maka pada akhirnya akan memicu timbulnya kepercayaan nasabah kepada pihak bank.

Dalam Mudiantono dan Atmaja (2004) Mohr dan Nevin (1990) dan Mohr dkk (1996), menyatakan beberapa penelitian terdahulu juga

menunjukkan bahwa komunikasi merupakan elemen paling penting dalam menjalin suatu hubungan kerjasama dengan pihak lain.

Hasil penelitian Geyskens dkk (1999) dalam Mudiantono dan Dwi (2004), membuktikan bahwa konflik berpengaruh negatif terhadap kepercayaan. Dalam kondisi yang demikian, komunikasi memegang peran yang penting. Komunikasi dapat menjembatani dan mengurangi kemungkinan timbulnya konflik. Dalam berkomunikasi, kedua belah pihak (perusahaan dan nasabah) dapat saling mengemukakan permasalahannya masing-masing. Bila jalinan komunikasi yang terjadi antara perusahaan dan para nasabah berjalan baik, maka kemungkinan terjadinya konflik dapat diminimalisasi dan sebagai hasilnya rasa saling percaya diantara mereka akan tumbuh.

Morgan dan Hunt (1994) dalam Maharsi dan Fenny (2006:38), berpendapat persepsi mitra bisnis bahwa komunikasi masa lalu dari pihak lain yang relevan, tepat waktu, dan dapat dipercaya akan semakin meningkatkan kepercayaan.

3. Komitmen dan Kepercayaan

Dickson (1997) dalam Monica dan Sihombing (2007:219), mendefinisikan komitmen sebagai janji atau ikrar untuk mencapai suatu tujuan pengembangan dan pemeliharaan hubungan dengan mitranya.

Kepercayaan tidak semata-mata bergantung pada harapan-harapan yang masuk akal dari pihak yang mempercayai terhadap pihak yang dipercayai, tetapi juga membutuhkan komitmen dan keseriusan dari pihak

yang dipercayai untuk memenuhi harapan-harapan tersebut. Hubungan kepercayaan akan hilang bila pihak yang dipercaya tidak dapat membuktikan komitmen dan kesungguhannya untuk memenuhi keinginan dan harapan pihak yang memberi kepercayaan (Ruslani, 2005).

Menurut Morgan dan Hunt (1994) dalam Jasfar (2002:59) menjelaskan bahwa kepercayaan timbul karena adanya suatu rasa percaya kepada pihak lain yang memang mempunyai kualitas yang dapat mengikat dirinya, seperti tindakannya yang konsistent, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu dan rendah hati (benevolent).

Litle dan Marandi (2003) dalam Monica dan Sihombing (2007:219), menyatakan bahwa komitmen merupakan bagian dari hubungan kepercayaan yang sedang berlangsung antara yang satu dengan yang lainnya dengan penekanan pada memelihara hubungan secara maksimum.

Moore (1998) dalam Bowo (2003:87), berpendapat bahwa perusahaan yang membuktikan komitmennya untuk menjalin hubungan berkelanjutan dengan pembelinya akan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak bersikap oportunis.

Perusahaan yang memandang bahwa kelangsungan usahanya tergantung dari kepercayaan para nasabah, akan menumbuhkan komitmen pada diri perusahaan tersebut untuk memelihara kepercayaan, komitmen yang dilakukan oleh perusahaan ini akan mengurangi persepsi para nasabah kalau perusahaan tersebut tidak akan melakukan tindakan oportunis.

1. Kepercayaan Kepada Bank

Morgan dan Hunt (1994) dalam Bowo (2003:86), mengatakan bahwa kepercayaan seharusnya menimbulkan kemauan pembeli untuk mengandalkan perusahaan. Tanpa kemauan untuk mengandalkan perusahaan, itu berarti kepercayaan yang diberikan oleh pembeli bersifat terbatas.

Kepercayaan berkembang melalui proses kapabilitas, artinya penilaian atas kemampuan pihak lain untuk memenuhi janjinya. Jadi fokus utama pada proses kapabilitas adalah pada komponen kredibilitas dari kepercayaan. (Aritonang, 2004:148).

Menurut Forsyth (1990) dalam Laksmana (2002:7), menyatakan bahwa pengalaman positif yang konsisten di masa lalu dengan satu pihak akan meningkatkan rasa saling percaya sehingga akan menumbuhkan harapan akan hubungan yang baik di masa yang akan datang.

Dalam Aritonang (2004:147), Doney dan Cannon (1997) mengemukakan dua dimensi dalam kepercayaan, yaitu dimensi kredibilitas dan kebajikan. Mereka mengemukakan bahwa dimensi kredibilitas mitra dalam berhubungan merupakan harapan dari satu pihak bahwa perkataan dan pernyataan tertulis dari mitranya dapat dipercaya. Sedangkan Lindskold menyatakan bahwa dimensi kebajikan berkaitan dengan perhatian yang tulus dari satu pihak terhadap kesejahteraan (keuntungan) mitranya dan termotivasi untuk memberikan hasil yang saling menguntungkan.

Kepercayaan merupakan keyakinan untuk saling mempercayai antar

partner yang dihadapkan oleh resiko yang tersimpan dalam ingatan

nasabah dan digunakan untuk mengevaluasi suatu perusahaan. Pada dasarnya penciptaan awal dari suatu hubungan dan komitmen didasarkan pada kepercayaan. Jika rasa kepercayaan hilang hubungan akan diputuskan.

Dokumen terkait