• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Expressive Writing terhadap Distress ASN Pria dan Wanita

Expressive Writing

HASIL PENELITIAN Deskripsi data

2. Pengaruh Expressive Writing terhadap Distress ASN Pria dan Wanita

Analisis data dalam hipotesis kedua ini juga menggunakan analisis non parametrik karena jumlah subjek kurang dari 30 orang. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-Whitney untuk melihat seberapa besar perbedaan antara nilai yang didapatkan dari pretest dan posttest kelompok subyek pria dan subyek wanita.

Subyek N Mean Rank Z Sig.

Wanita 4 4.38

-.14 0.88

Pria 4 4.62

Pada paparan skor pada tabel uji hipotesis dengan menggunakan Mann-Whitney dapat diketahui bahwa hipotesis kedua ditolak karena nilai signifikansi didapatkan sebesar 0.88. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat distress ASN pria maupun wanita yang diberi terapi expressive

writing.

Dari analisis statistik kedua hipotesis tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perubahan maupun perbedaan yang terjadi. Expressive writing tidak begitu mempengaruhi mindfulness maupun distress secara signifikan. Begitu juga pada distress pria dan wanita yang tidak ada perbedaan signifikan.

Analisis Kualitatif

Subyek NN (Wanita)

Sebelum dilakukan intervensi, subyek merasa dinaungi perasaan negatif terhadap masa lalu yang mengakibatkan hubungan dengan keluarga kurang akrab, selain itu ia menganggap dirinya kurang focus pada kegiatan yang ia lakukan saat ini. Setelah diberikan expressive writing subyek merasa lega bisa mengungkapkan cerita dan ia juga lebih bisa melihat sisi positif dari setiap kejadian selain itu menurut subyek ia harus semakin bersyukur atas apa yang ia miliki.

Subyek EI (Wanita)

Sebelum diberikan intervensi, subyek mengungkapkan bahwa ia adalah orang yang idealis sehingga sulit menerima pendapat orang lain selain itu ia masih menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan yang pernah diperbuat. Perubahan yang ia dapat setelah expressive writing adalah ia harus selalu berhati-hati dan melakukan kalkulasi atas semua yang ia lakukan agar tidak terjadi kesalahan yang sama selain itu subyek merasa lebih optimis untuk menjalankan rencananya saat ia purna tugas.

Subyek mengungkapkan jika ia belum begitu mengenal dirinya sehingga seringkali menyebabkan kebimbangan sehingga ia memilih untuk mengikuti arahan untuk meminimalisir kesalahan. Setelah intervensi diberikan, subyek menyadari bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan, yang terpenting adalah bagaimana individu mengatasi kekurangan tersebut menjadi kelebihan.

Subyek SM (Wanita)

Sebelum intervensi, subyek menceritakan bahwa ia sering memendam perasaan, sehingga bila perasaan negatif sudah menumpuk ia akan meluapkannya pada orang lain. Setelah expressive writing subyek merasa perlu untuk meningkatkan kesabaran dan penerimaan atas cobaan karena semua hal adalah kehendak Allah.

Subyek NR (Pria)

Saat sebelum diberikan treatment subyek merasa dirinya kesulitan meregulasi emosi,hal tersebut mengakibatkan ia kurang akrab dengan rekan kerja selain itu ia kurang yakin menjalani rencana saat masa tua. Setelah diintervensi subyek lebih memahami bahwa perencanaan untuk masa tua itu penting dan juga ia menyadari semakin bertambahnya umur perlu meningkatkan ibadah serta kesabaran.

Subyek MS (Pria)

Sebelum intervensi subyek mengungkapkan bahwa ada perasaan lelah ketika memendam perasaan negatif, ia juga merasa kesulitan untuk menjaga fokus terutama saat ada permasalahan keluarga atau dengan rekan kerja. Sesudah treatment subyek merasa lebih lega karena dalam menulis tidak ada yang menghakiminya selain itu subyek juga mengatakan bahwa setiap permasalahan pasti ada solusinya jika dipikirkan dengan kepala dingin.

Subyek MD (Pria)

Sebelum treatment, subyek berkata bahwa ia sulit menahan amarah hingga suatu ketika ia pernah memukul rekan kerjanya. Hal lain yang membuat subyek marah adalah ketika ia berharap terhadap sesuatu tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Setelah treatment subyek menyadari jika ia perlu introspeksi diri agar tidak terbawa emosi dan ia belajar agar tidak berekspektasi berlebihan karena bisa mengakibatkan kekecewaan dan sakit hati.

Subyek menceritakan kalau ia cenderung memendam perasaan yang kadangkala berdampak negatif ke orang lain. Setelah Intervensi subyek menyadari bahwa tidak semua orang suka pada apa yang subyek lakukan namun yang terpenting adalah subyek memberikan usaha yang maksimal.

Dari paparan kualitatif dari hasil intervensi delapan orang subyek, menunjukkan terapi expressive writing memberi perubahan pada subyek ASN terutama pada aspek

insight terhadap penyelesaian suatu masalah. Terapi Expressive writing memfasilitasi

individu untuk melakukan pengungkapan diri dan penerimaan atas setiap kisah yang dialami secara utuh. Subyek juga mempelajari dan menemukan suatu perspektif baru tentang kehidupan dengan melalui dirinya sendiri tanpa arahan secara langsung dari terapis.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil olah data menggunakan analisis statistik non-parametrik pada bahasan sebelumnya, dapat dilihat kalau mindfulness berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap distress dengan menggunakan expressive writing. Jika individu memiliki mindfulness yang tinggi maka ia akan mampu meminimalisir distress psikologis. Pengaruh dua variabel yang tidak signifikan tersebut dapat berasal dari faktor-faktor lain diluar kontrol peneliti, yaitu waktu pelaksanaan treatment yang tidak menentu dan mengikuti jadwal ASN, selain itu pada saat pelaksaan treatment juga kurang bisa kondusif misalnya ketika subyek melakukan kegiatan menulis, ada rekan kerja yang mendatangi subyek untuk bertanya ataupun menggoda. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pennebaker (2007) bahwa jadwal intervensi, keadaan lingkungan maupun jenis subyek pada pelaksanaan expressive writing akan memberikan output yang berbeda-beda.

Meskipun hasil analisis kuantitatif menunjukkan perubahan yang tidak signifikan, namun secara kualitatif expressive writing yang diterapkan pada subyek ASN pra purna bhakti dapat memberikan pengaruh terhadap subyek yaitu pada kemampuan pengungkapan diri, penerimaan diri dan mengambil hikmah dari pengalaman dimasa lalu. Subyek belajar bahwa ada perasaan lega dan senang ketika ia sudah mengungkapkan pikiran dan perasaan negatifnya, mereka juga memahami bahwa memendam hal-hal negatif bisa merugikan bagi diri. Dari expressive writing yang

merupakan bentuk dari self disclossure dapat memberi perubahan perilaku subyek, seperti yang diungkapkan oleh Pennebaker (2013), saat individu mampu mengungkapkan diri dengan cara yang tepat maka ia akan lebih mampu mengatasi stress jangka panjang maupun penyakit fisik yang berkaitan dengan stress.

Expressive writing dapat berfungsi sebagai sebuah intervensi yang

memungkinkan individu untuk menggambarkan serta menghidupkan kembali pemikiran dan perasaan tentang suatu peristiwa melalui beberapa sesi, dan pada akhirnya pengulangan tersebut akan berkontribusi pada proses korektif secara pribadi terhadap pengalaman (Friedel, 2012; Pennebaker, 1997). Pendapat tersebut sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan pada setiap sesi (khususnya sesi penulisan pengalaman traumatis). Subyek mengungkapkan bahwa mereka menjadikan cerita maupun pengalaman negatif yang sebelumnya menjadi bentuk koreksi serta pembelajaran berharga sehingga tidak terjadi kesalahan yang sama. Ketika tulisan tentang suatu pengalaman berlanjut, seseorang dapat memperoleh wawasan tentang trauma dan menemukan perasaan dan pikiran yang sebelumnya tertutup (Pennebaker, 2017) Saat sesi penulisan pengalaman traumatik, 4 orang subyek (EI, NR, MS, MD) mengungkapkan bahwa permasalahan dengan rekan kerja membuat mereka lebih berhati-hati dalam berbuat dan berucap, sebab hal tersebut dapat merugikan seperti hukuman berupa mutasi kerja ataupun penurunan pangkat dan jabatan (terutama bila rekan tersebut memiliki relasi yang baik dengan atasan atau pemangku kebijakan).

Menurut riset yang dilakukan Friedel (2012) individu yang menjalani sesi

expressive writing dengan kooperatif memiliki peningkatan kemampuan mindfulness

daripada sebelumnya, mereka juga lebih mampu untuk membuka diri dalam pengungkapan-pengungkapan emosi serta pikiran negatif. Hasil penelitian yang dilakukan Friedel, sejalan dengan hasil penelitian ini, yaitu terjadi penurunan skor post test distress pada ASN pra purna bhakti, selain itu dari hasil evaluasi sesi subyek merasa lebih lega karena beban psikologisnya bisa diluapkan tanpa adanya judgement dari orang lain yang dapat berdampak buruk bagi dirinya. Ketika subyek yang melakukan kegiatan menulis ekspresif, maka hal tersebut memberikan manfaat berupa perubahan kognitif serta regulasi diri yang lebih baik (Sloan & Marx, 2018). Subyek lebih mampu menerima keadaannya sekarang tanpa terlalu dihantui oleh pikiran maupun pengalaman

negatifnya dimasa lalu, selain itu ia merasa termotivasi oleh harapan saat pensiun yang ia tulis dan rencanakan.

Expressive writing yang diterapkan secara tepat juga berkontribusi dalam

memberikan penurunan pada trauma, kecemasan, stress dan peningkatan kesehatan secara fisik (Baikie et al., 2012; Baikie & Wilhelm, 2005; Pennebaker & Chung, 2007). Dengan kata lain expressive writing memfasilitasi pelatihan serta pengembangan kemampuan baru termasuk pada aspek mindfulness dan juga regulasi diri, sehingga individu dapat berpikiran lebih positif ketika berhadapan dengan masalah, dan ia mampu mengimplementasikan solusi dengan baik dari sebelumnya (Lepore, 2016). Ketika sesi evaluasi subyek mengungkapkan bahwa hikmah selalu ada disetiap cobaan dan ada pembelajaran serta solusi hadir saat individu berpikir dengan kepala dingin. Terlebih ketika sesi penulisan terakhir (harapan dan gambaran pensiun) subyek merasa perencanaan masa pensiun itu perlu dan mereka berharap agar rencana mereka diijabah oleh Allah SWT.

Pada pelaksanaan terapi expressive writing perbedaan individu serta kultur memainkan peran penting dalam pelaksanaannya mengingat bahwa subyek dapat merespons secara berbeda terhadap intervensi dan sesi yang dilakukan berdasarkan karakteristik pribadi serta nilai dan norma yang mereka miliki (Friedel, 2012; Gallagher et al., 2018). Penelitian yang dilakukan Nurullah (2010) menunjukkan bahwa gender memiliki peranan dalam meningkatkanya distress dan ada perbedaan tingkat distress pria dan wanita, yaitu wanita lebih rentan terhadap distress dibanding pria. Memang pada pretest menunjukkan distress wanita lebih tinggi daripada pria, namun temuan Nurullah berbeda dengan penelitian ini yang hasil akhirnya ASN pria dan wanita tidak memiliki perbedaan distress yang signifikan setelah diberikan treatment expressive

writing.

Peneliti menyadari bahwa pada setiap penelitian ilmiah maupun non-ilmiah yang dilakukan tidak akan ada titik kesempurnaan, tentunya ada kekurangan yang perlu diminimalisir dari waktu kewaktu. Keterbatasan penelitian ini adalah pada faktor waktu pelaksanaan kurang bisa sesuai rencana, jumlah subyek sedikit, situasi ruangan yang sulit dikondisikan ketika intervensi dan juga unsur diskriminasi pada lingkungan ASN yang kurang diperhatikan peneliti yang ternyata memberi pengaruh dalam proses penelitian, selain itu desain penelitian yang tidak memiliki kelompok pembanding.

Dokumen terkait