• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Faktor Personal terhadap Efektivitas Komunikasi d

Faktor personal pada dokter di RSUP H. Adam Malik Medan meliputi kesamaan karakteristik dan tekanan emosional. Hasil penelitian tentang faktor personal ditemukan sebanyak 45 responden pada kategori tidak baik dan komunikasi dengan pasien tidak efektif. Uji multivariat dengan uji statistik regresi berganda menunjukkan variabel faktor personal berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi (p<0,05). Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa perbaikan pada aspek faktor personal dokter akan berkontribusi terhadap peningkatan efektivitas komunikasi.

Sesuai penelitian Wijayani dan Suryo (2010) menemukan adanya hubungan baik antara pasien dengan petugas medis dan non medis RS. Bhayangkara Semarang yang terbina selama ini dikarenakan adanya pelayanan komunikasi yang berkualitas untuk memulai, mengembangkan, dan memelihara keakraban antara petugas medis dan non medis dengan pasien yaitu dengan adanya kualitas keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif. Terjalinnya suatu hubungan yang harmonis antara petugas RS. Bhayangkara dengan para pasiennya dapat menumbuhkan adanya kedekatan diantara keduanya. Sehingga para pasien akan merasa lebih nyaman, aman, diperhatikan dan menimbulkan semangat bagi para pasien untuk mendapatkan

kesembuhannya. Komunikasi yang baik antara petugas medis ataupun non medis RS. Bhayangkara Semarang dengan para pasien menciptakan hubungan yang harmonis. Dari hubungan yang harmonis itulah muncul persepsi positif dibenak pasien mengenai kualitas pelayanan komunikasi secara tatap muka yang telah diberikan RS. Bhayangkara Semarang terhadap pasien selama mereka dirawat.

Keterkaitan antara indikator faktor personal dalam penelitian ini berdasarkan pendapat Rakhmat (2011) yaitu kesamaan karakteristik dan tekanan emosional menjadi bahan pembahasan dengan melihat relevansi antara kedua aspek tersebut dengan efektivitas komunikasi antara dokter dengan pasien.

a. Kesamaan Karakteristik terhadap Efektivitas Komunikasi

Hasil penelitian tentang kesamaan karakteristik ditemukan bahwa dari 5 pernyataan tentang kesamaan karakteristik dalam berkomunikasi sebagian besar

menjawab tidak setuju, artinya sistem komunikasi antara dokter dengan pasien di RSUP H. Adam Malik Medan tidak terlalu terikat dengan kesamaan karakteristik.

Sesuai penelitian Djamroni, dkk (2007) bahwa hubungan antar tenaga kesehatan (dokter) dengan pasien menjadi perbincangan setelah dikeluarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Secara rinci, UU Perlindungan Konsumen memberikan pengaturan tentang hak serta kewajiban, baik bagi pemberi jasa maupun pengguna jasa. Dengan demikian, perlu dilakukan pengkajian terhadap pemberi jasa dibidang kesehatan, karena sifatnya khusus dan teknis serta tidak dapat

yang menyebabkan adanya kekhususan terhadap hubungan antara pemberi jasa kesehatan dengan pengguna jasa. Demikian pula terhadap pemberi jasa di rumah sakit.

Sesuai pendapat Babrow dan Dinn (2005) bahwa seorang dokter yang cakap harus juga seorang komunikator cakap, yang memahami ketidakpastian dialami pasien dan keluarganya. Profesional medis yang mengandalkan keahlian medis dengan mengabaikan pentingnya komunikasi dengan pasien dianggap arogan namun juga membahayakan kehidupan pasien dan karier mereka sendiri.

Komunikasi di antara dokter dan pasien juga mencakup komunikasi nonverbal. Di Indonesia, menganggukkan kepala tidak selalu berarti ya, dan menggelengkan kepala tidak selalu berarti tidak. Dokter Indonesia harus kritis menafsirkan pesan pasien yang samar ini. Misalnya, jika dokter mengharapkan pasien untuk kembali menemuinya minggu depan, setelah dokter memberi obat, anggukan kepala pasien tidak otomatis berarti persetujuan. Pasien mengangguk, namun boleh jadi ia tidak berniat untuk kembali menemuinya. Padahal, konsultasi selanjutnya penting bagi kesehatan pasien.

Empat ratus tahun Sebelum Masehi, Hipokrates menyadari hubungan antara komunikasi efektif dokter dan kemungkinan yang lebih besar bagi pasien untuk sembuh. Hipokrates menulis, "Pasien, meskipun sadar bahwa kondisinya membahayakan, mungkin pulih kembali hanya karena puas dengan kebaikan dokter." Komunikasi efektif yang selama ini dianggap seni oleh dokter, justru merupakan obat paling mujarab bagi pasien. Bensing dan Verhaak (2004) mengkaji ulang bukti ilmiah

yang awalnya dianggap efek placebo Efek placebo ternyata ilmiah. Makin besar harapan dokter bahwa pasien akan sembuh, makin besar kemungkinan pasien untuk sembuh. Kepedulian dokter terhadap pasien ternyata mengurangi kecemasan, rasa sakit, dan tekanan darah serta meningkatkan kesehatan mereka secara umum. Salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan dokter kepada masyarakat adalah dengan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Salah satu kebiasaan dokter yang merusak adalah keengganan mereka untuk mendengarkan pasien. Salah satu aspek komunikasi nonverbal yang penting adalah sentuhan. Riset dalam komunikasi kesehatan menunjukkan bahwa kebutuhan pasien akan sentuhan tidak dipenuhi oleh profesional medis (Kreps dan Thornton, 1992). Pijitan dan sentuhan oleh dokter dan perawat menghasilkan efek positif pada pasien yang dirawat di rumah sakit (Knapp dan Hall, 2002).

b. Tekanan Emosional terhadap Efektivitas Komunikasi

Hasil penelitian tentang tekanan emosional ditemukan bahwa dari 5 pernyataan tentang tekanan emosional dalam berkomunikasi sebagian besar

menjawab tidak setuju, artinya dokter di RSUP H. Adam Malik Medan relatif mampu mengendalikan tekanan emosional pada saat berkomunikasi dengan pasien.

Sesuai dengan penelitian Payne (2005) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari motivasi untuk menyesuaikan komunikasi, pengetahuan komunikasi dan ketrampilan komunikasi terhadap kinerja karyawan.

kedokteran dan masyarakat serta antara dokter dan pasien. Setiap orang berhak mendapat kesempatan akan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan seekstensif mungkin dalam sistem yang sama untuk semua, dan bahkan dokter tidak boleh menolaknya bila pasien tidak sanggup membayar. Pertolongan dokter terutama didasarkan pada perikemanusiaan; diberikan tanpa perhitungan terlebih dahulu tentang untung ruginya, setiap penderita harus diperlakukan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya. Profesi dokter adalah suatu profesi yang disertai dengan moralitas tinggi, dimana setiap dokter harus siap setiap saat untuk memberi pertolongan kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct). Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu "kontrak moral" antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan "kontrak kewajiban moral" antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya.

5.2 Pengaruh Faktor Situasional terhadap Efektivitas Komunikasi di RSUP H.

Dokumen terkait