• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Filtering Frekuensi Terhadap Tingkat Distribusi Magma Pada Gunung Merapi

Gunung Api Merapi yang dikenal mempunyai kandungan magma intermedier dengan komposisi pertengahan dengan kandungan silika (SiO2) antara 47 – 56 %. Dimana struktur batuan di Gunung Api Merapi dikenal sebagai andesit, berdasarkan harga faktor kualitas Q dari Gunung Api Merapi ditafsirkan bahwa medium penyusun terdiri dari batuan sedimen (pasir, lempung, dan batuan beku). Hal ini bisa dimengerti karena batuan beku merupakan produk dari lava atau batu beku intrusif, pasir berasal dari letusan yang eksplosif (piroklastik), batu lempung merupakan hasil alterasi (pelapukan) dari batuan yang diintrusi oleh magma. Batuan sedimen kemungkinan tersusun atas fragmen berupa batuan beku, matriks berupa pasir dan semennya berupa lempung (Kirbani S.B, 2000).

Batuan merupakan filter lintas frekuensi rendah (low pass- filter) yang berfrekuensi antara 1-5 Hz. Proses filtering yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan frekuensi Low Pass dengan nilai frekuensi 3Hz, frekuensi sebesar 3Hz ini dimaksudkan bahwa sinyal gelombang yang berada pada rentang sampai 3Hz akan diloloskan dari penyaringan gelombang. Pemilihan sinyal frekuensi Low-Pass ini didasarkan pada karakteristik batuan dimana batuan yang mempunyai ciri khas filter frekuensi rendah. Proses perambatan gelombang seismik dapat dikatakan melewati struktur batuan yang merupakan frekuensi filter rendah, secara tidak langsung sifat-sifat dari serapan frekuensi batuan berhubungan dengan gelombang seismik yang merambat. Data kalkulasi nilai frekuensi filtering disajikan dalam tabel 11 dan 12 sebagai berikut:

Tabel 11 Kalkulasi Hasil frekuensi dan frekuensi filtering Bulan Maret 2006

No. Tanggal Origin Time

Frekuensi (Hz) Filter Frekuensi 3Hz 21:13 1,869 1,853 1 02/03/2006 11:50 3,858 1,562 15:32 1,18 1,185 2 21/03/2006 12:03 2,415 2,415 8:01 1,948 1,96 3 22/03/2006 15:02 1,092 1,079 20:01 1,054 1,041 4 24/03/2006 16:35 1,835 1,838 15:35 1,932 1,9225 5 28/03/2006 10:18 2,318 2,335

Tabel 12.Kalkulasi Hasil frekuensi dan frekuensi hasil filtering Bulan September 2006

No. Tanggal Origin Time Frekuensi Filter Frekuensi 3Hz

6:03 3,011 1,785 1 18/09/2006 23:38 2,789 2,79 18:24 1,755 1,754 2 25/09/2006 18:09 2,112 2,137 11:07 3,171 2,4515 3 28/09/2006 12:42 2,195 2,165 11:09 4,713 2,828 4 29/09/2006 19:00 3,109 1,66 19:05 3,077 2,07 5 30/09/2006 20:38 2,092 2,111

Hasil dari filtering frekuensi low-pass dengan frekuensi masukan sebesar 3 Hz, ternyata dapat diakumulasikan bahwa hasil dari frekuensi filtering low pass memiliki nilai frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi awal. Penyebabnya yaitu pada frekuensi low pass dengan input masukan 3Hz akan menyaring frekuensi yang berada dalam rentang 1-3 Hz menjadi frekuensi yang berada dibawahnya. Faktor-faktor yang menjadi penyebab dari input masukan sebesar 3 Hz menjadi output yang lebih kecil dari 3 Hz ini adalah:

1. Daya serap dari masing-masing gelombang gempa terutama gempa multiphase yang melalui batuan tergantung pada jenis batuannya. Ketika melewati struktur batuan yang lunak, contohnya batuan sedimen maka besarnya frekuensi akan berbeda jika mengenai batuan beku. Setiap batuan memiliki daya serap dan frekuensi rambat yang berbeda-beda.

2. Efek tepi (Side effect) pada pengolahan FFT (Fast Fourier Transform) yang menghasilkan kurva akhir yang tidak kotak sempurna, tetapi agak landai karena adanya pengaruh dari side effect.

3. Variasi filtering dalam rentang frekuensi Low-Pass berada pada nilai 1-5 Hz yang menandakan kalkulasi output frekuensi Low-Pass seharusnya berada pada rentang di bawahnya, karena jika berada diatas batas frekuensi Low-Pass maka dapat dikatakan frekuensi hasil filtering berada pada posisi Band-Pass atau High-Pass.

Pemilihan frekuensi Low-Pass ini didasarkan karena karakteristik dari low pass sendiri adalah menghalangi frekuensi yang tinggi dan meloloskan frekuensi yang rendah, padahal batuan merupakan frekuensi yang rendah (faktor redaman batuan

(

0,01-0,06

)

x10-4 dBm

± ) sehingga dipakai analisis dengan low pass filter.

Dari pengolahan data filtering frekuensi low pass didapatkan akumulasi nilai frekuensi hasil filtering pada bulan Maret 2006 memiliki rentang berkisar antara 1,041-2.335 Hz, sedangkan bulan September 2006 antara 1,660-2,828 Hz. Untuk nilai frekuensi sendiri sebelum diinput ke low pass bulan maret berkisar antara 1,054 – 3,858 Hz, bulan september 1,755 – 4,713 Hz. Kisaran rentang frekuensi dari bulan maret dan september menujukkan nilai hasil filtering berada di bawah 3 Hz, dimana posisi cut off frekuensi berada pada gambar dibawah ini:

Posisi cut off low pass frekuensi

Cut-Off Lower Frekuensi

Gambar 4.11 Sinyal Frekuensi dan cut off frekuensi 21 Maret 2006, origin time

Sesudah Filtering Sebelum Filtering

Posisi sinyal hasil filtering 3 Hz bulan maret dan september 2006 dapat dilihat pada lampiran 2.

Cut-Off Lower Frekuensi Sesudah Filtering Sebelum Filtering

Gambar 4.12 Sinyal Frekuensi dan cut off frekuensi tanggal 25 September 2006, origin time 18:09 WIB

4. 5 Identifikasi Parameter-Parameter Gempa Multipahase Pada Fase Pra-Letusan dan Fase Purna-Pra-Letusan Berdasarkan

Karakteristik Gempa Multiphase

Gempa yang terjadi di Gunung Api baik itu gempa vulkanik dangkal, vulkanik dalam, multiphase, low frequency, guguran selalu melibatkan parameter-parameter gempa yang ada didalam pengolahannya. Dari rekaman seismograf analog akan didapatkan parameter-parameter gempa diantaranya adalah:

1. Durasi 2. Amplitudo 3. Waktu tiba 4. S-P

Dari rekaman digital parameter yang dapat diketahui berupa: 1. Frekuensi

2. Emergen time 3. Amplitudo

Parameter-parameter diatas variabel umum yang biasa dipakai untuk pengolahan data gempa baik itu gempa vulkanik maupun gempa guguran dari Gunung Api.

Data yang dipakai untuk analisis identifikasi pada penelitian ini adalah data Gempa Multiphase yang terjadi pada Gunung Api Merapi bulan Maret dan bulan September, yang diidentifikasi berdasarkan analisis seismisitasnya yang didalamnya berupa identifikasi dari perubahan Gempa multiphase itu sendiri. Gempa multiphase sendiri adalah gempa yang kedalaman sumber gempanya sangat dangkal (dekat) dengan permukaan, gempa ini memiliki frekuensi rendah sekitar 3-5Hz dan awalah yang tidak tajam (Tawalan: 3-5 detik). Gempa multiphase ini dikaitkan dengan pertumbuhan kubah lava pada puncak Gunung Api Merapi, gempa junis ini hanya terjadi pada Gunung yang memiliki struktur batuan andesit.

Karakteristik dari Gempa Multiphase antara lain sebagai berikut:

1. Amplitudo pada jenis gempa ini bersifat gradual (amplitudonya bergerak secara perlahan), dengan amplitudo maximum 70-80 mm.

2. Bentuk dan jenis gempa ini berbentuk mirip seperti berudu.

4. Tidak semua stasiun mencatat gempa multiphase, terutama gempa multiphase dengan amplitudo yang kecil.

5. Waktu tiba tiap stasiun perbedaan jauh diatas 2 detik (antara pusung london dengan deles terjadi selisih waktu 2detik).(Doc. BPPTK)

Variabel yang dicari dalam penelitian ini adalah nilai parameter-parameter gempa multiphase pada fase pra letusan dan purna letusan , yang nantinya akan diketahui karakteristik secara identifikasi dari gempa multiphase yang terjadi dikedua fase tersebut.

a. Power Spektrum Gempa Multiphase

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini digunakan analisis spektrum sinyal seismik komponen Z yang terekam di stasiun Pusunglondon. Dipilih data dari hasil rekaman di stasiun Pusunglondon karena data hasil rekaman pada stasiun ini relatif dijadikan acuan dibandingkan stasiun yang lain seperti Klatakan, Deles, Plawangan.

Power spektrum dari suatu data digital didapatkan

{ }( )

n N n n x ==1 dimana n N =2 adalah (Hayes,1996):

( )

å

= -

( )

+ -= -= 1 1 N k N k ik x i X e r k e P v v (4.3)

Dimana rx

( )

k adalah fungsi autocorrelation dari

{ }( )

n N n n x ==1 . Harga dari

( )

k rx adalah:

( )

=

å

--

( ) ( )

= + = n N K N x x n x k n N k r 1 1 1 (4.4) Dengan k =0,1,2,...N -1. Apabila sinyal digital tersenut dilakukan proses window dengan cara mengalikan x

( )

n dengan w

( )

n , maka power spektrum dari

( )

{ }

n N

n n

x ==1 disebut sebagi power spektrum yang termodifikasi PxM yang dinyatakan dalam persamaan (Hayes, 1996):

( )

1

( ) ( )

2 1 1

å

-= + -= = n N N n i i xM x n w ne NU e P v v (4.5)

a b. Dan

( )

2 1 0 1

å

= -= = n N n n w N U (4.6)

Window yang digunakan untuk proses perhitungan power spektrum adalah

Hanning window.

( )

0 1 1 2 cos 1 2 1 ú £ £ -û ù ê ë é ÷ ø ö ç è æ -= for n N N n n w p (4.7) Dengan menggunakan perhitungan power spektrum untuk metode hanning window didapatkan data spektrum sebagai gambai dibawah ini:

c

d

a

Gambar 4.13 (a) Gempa multiphase komponen Z stasiun Pusung london hasil rekaman tanggal 22 Maret 2006 jam 08:01:00 WIB, (b) Cuplikan dari (a), (c) power spektrum dari (a), (d) peta kontur dari power spektrum.

b

c

d

Gambar 4.14. (a) Gempa multiphase komponen Z stasiun Pusung london hasil rekaman tanggal 29 September 2006 jam 11:09 WIB, (b) Cuplikan dari (a), (c) power spektrum dari (a), (d) peta kontur dari power spektrum.

Dari grafik power spektrum yang dihasilkan sebelum dan sesudah letusan ternyata didapatkan power spektrum sebelum letusan berkisar 8-89 sedangkan sesudah letusan berkisar 12-67. Letusan tanggal 14 Juni 2006 memberikan perbedaan frekuensi dari segi power spektrumnya, sebelum terjadi letusan 14 Juni 2006 muncul sinyal seismik dengan frekuensi tunggal pada gempa multiphase yang terjadi tanggal 22 Maret 2006 dengan frekuensi 0,333 Hz. Frekuensi tunggal dengan nilai 0,3333 Hz ini diduga merupakan hasil aktivitas aliran gas (semburan gas) di dalam saluran magma dibawah kubah lava atau berada didaerah kubah lava (Sherbun dkk, 1998). Frekuensi yang cukup lebar justru tampak sesudah letusan pada gambar 4.14 dengan nilai 0,667-5,983 Hz tanggal 29 September 2006, frekuensi yang besar tersebut diikuti dengan amplitudo gelombang gempa multiphase yang pendek sehingga menyebabkan distribusi tekanan magma yang berada didalam berkurang maka terjadi guguran.

b. Magnitudo Gempa Multiphase

Magnitudo dalam suatu gempa baik itu gempa vulkanik yang terjadi di Gunungapi, maupun gempa tektonik karena pergeseran lempeng tektonik selalu menunjukkan ukuran kekuatan gempa yang dinyatakan dalam Skala Richter (SR). Perhitungan magnitudo untuk gempa multiphase berbeda dengan jenis gempa lain yang terjadi di Gunungapi, karena gempa multiphase ini memiliki keunikan yang berbeda dengan gempa lain sering terjadi di Gunung Api.

Dari data perhitungan magnitudo untuk gempa multiphase yang terjadi di Gunung Merapi sebelum dan sesudah letusan didapatkan data sebagai berikut:

1. Sebelum letusan

- Rataan magnitudo yang tersebar : 0,471695 SR - Standar Deviasi magnitudo : 0,175138 SR - Median dari data magnitude : 0,501697 SR

- Sum : 4,716954 SR

- Min : 0,186228 SR

- Max : 0,698765 SR

- Rataan magnitude yang tersebar : 0,779574 SR - Standar Deviasi magnitude : 0,154308 SR - Median dari data magnitude : 0,756704 SR

- Sum : 7,795735 SR

- Min : 0,488718 SR

- Max : 1,010084 SR

Hasil dari kalkulasi secara statistik didapatkan bahwa sebelum letusan distribusi sebaran kekuatan gempa lebih kecil dibandingkan sesudah letusan, sehingga nilai ketidakpastian sesudah letusan lebih besar dibandingkan sebelum letusan.

Kecenderungan sebaran magnitudo sebelum letusan berada pada kondisi 0.4 SR yang tersebar secara merata sebelum erupsi, sedangkan sebaran sesudah letusan sebesar 0,7 SR. Sehingga jumlah gempa multiphase sebelum letusan sedikit dengan sebaran magnitudo gempa yang lebih kecil dibandingkan dengan gempa yang terjadi sesudah letusan. Hal ini dikarenakan sebelum letusan distribusi magma digunakan untuk proses erupsi sedangkan sesudah letusan distrubusi magma mulai turun karena terjadi setelah erupsi.

Gambar 4.15 Hubungan antara frekuensi dan magnitudo gempa multiphase, (a) Sebelum letusan bulan maret 2006: (b) Sesudah letusan bulan september 2006 Hubungan antara frekuensi dan magnitudo dapat dilihat pada gambar 4.15 dimana grafik tersebut dapat diamati bahwa sebelum letusan kisaran nilai magnitudo lebih kecil dibanding sesudah letusan yang mana disebabkan karena kalkulasi distribusi gempa multiphase.

a b

c. Energi Gempa Multiphase

Energi gempa menunjukkan besarnya kekuatan yang dikeluarkan ketika terjadi gempa. Kalkulasi tekanan yang tinggi yang beakibat desakan magma yang besar pada bagian bawah sehingga energi yang dikeluarkan akan cenderung besar. Hal ini jelas terlihat dari sebelum letusan karena besarnya energi yang dicapai lebih kecil sesudah letusan, karena sebelum letusan khususnya bulan maret energi yang dicapai sekitar 3,78x1012 erg, puncak energi yang maksimum terjadi pada bulan juni dan peningkatan energi karena dampak dari erupsi terjadi di bulan september sebesar 10,49x1012 erg.

Secara lengkap data seismik yang berupa kalkulasi energi total sebelum dan sesudah letusan dapat dilihat pada lampiran 1. Statistika energi total gempa multiphase adalah sebagai berikut:

Gambar 4.16 Statistik grafik energi total, (a) Sebelum letusan bulan februari- maret 2006: (b) Sesudah letusan bulan juni- september 2006

Dari grafik energi total yang diplotkan untuk bulan februari-september dapat dilihat, ternyata dari bulan februari sampai april kalkulasi energi totalnya sebesar: 12837,78x1012 erg, 9251,01x1012 erg, 6103,88x1012 erg. Ini menandakkan bahwa munculnya desakan magma dari dalam tubuh Gunung Api Merapi sudah terjadi bulan februari dengan tingkat energi total yang terjadi sebesar 12837,78x1012 erg, setelah magma dari dalam mendapatkan celah sebagai jalan keluar ke permukaan maka secara statistik energi total mulai berkurang yang berakibat deformasi pada bagian puncak Gunung Api Merapi juga berkurang. Anggapan ini dapat terlihat pada kurva energi total yang menjadi landai pada pertengahan bulan april tepatnya tanggal 12 April 2006 dengan energi total sebesar 6103,88x1012 erg. Perubahan energi total pada kurva yang secara signifikan jelas terjadi pada bulan juni, karena akumulasi energi yang naik tiba-tiba turun secara drastis pada tanggal 14 Juni 2006 dengan energi sebesar 1250,94 x1012 erg padahal tanggal 9 Juni 2006 besarnya energi yang tercapai sebesar 6333,64 x1012 erg. Ternyata perubahan b

yang signifikan pada bulan juni ini menandakan tepatnya tanggal 9 Juni 2006 dengan akumulasi energi yang cukup besar dapat menimbulkan potensi awan panas dengan jumlah 106 (didapat dari data seismik yang tercatat). Klimaks dari Erupsi 2006 terjadi tanggal 14 Juni 2006 dengan 61 kali awan panas dimana luncuran mencapai 7 km dan energi sebesar 1250,94 x1012 erg.

Kalkulasi energi total setelah tanggal 14 Juni 2006 mengalami penurunan yang drastis terutama bulan agustus 2006, energi total yang mencapai bulan agustus hanya 15,57x1012 erg dikarenakan potensi gempa multiphase untuk bulan ini hampir cenderung tidak ada tetapi guguran mulai tampak. Perubahan yang bearti tampak pada bulan september dengan energi total sebesar 2527,42 x1012 erg yang ditandai dengan jumlah guguran sebanyak 2.321.

d. Nilai A/D.

A/D menandakan bentuk dari sinyal output dari suatu gelombang gempa sehingga dari nilai A/D ini memberikan gambaran secara visual sinyal output yang terekam dalam seismograf. Berdasarkan analisis secara visual jika durasi yang dihasilkan pendek maka nilai A/D akan besar dan berlaku sebaliknya jika A/D besar maka durasi yang tercapai akan kecil.

Berdasarkan persamaan perhitungan magnitudo yang dirumuskan oleh

Karnek,1962 didapatkan : 3 . 3 log 66 . 1 log max + D + ÷ ø ö ç è æ = D A M (4.9)

Terdapat hubungan secara sistematis antara nilai magnitudo dan nilai A/D, dari persamaan diatas didapatkan bahwa” semakin tinggi nilai A/D maka harga magnitudo akan kecil jika semakin besar nilai magnitudo maka nilai A/D akan kecil (magnitudo¹ A/D). Data kalkulasi nilai A/D dan magnitudo disajikan pada tabel 13 dan 14 sebagai berikut:

Tabel 13. nilai A/D dan magnitudo pada Bulan Maret 2006

No. Tanggal Origin Time A/D Magnitude (SR) 21:13 0,75 0,601647993 1 02/03/2006 11:50 0,75 0,601647993 15:32 1,04762 0,635550872 2 21/03/2006 12:03 0,45455 0,186228296 8:01 0,78261 0,698764538 3 22/03/2006 15:02 1,9 0,601647993 20:01 1,33333 0,401746014 4 24/03/2006 16:35 0,72727 0,186228296 15:35 0,26667 0,401746014 5 28/03/2006 10:18 0,46667 0,401746014 Ratarata 0,84787 0,471695402 Standar Deviasi 0,47823 0,184611822

Tabel 14 nilai A/D dan magnitudo pada Bulan September 2006

No. Tanggal Origin Time A/D Magnitude (SR) 6:03 0,35294 0,488718274 1 18/09/2006 23:38 0,4 0,756704014 18:24 0,24 0,756704014 2 25/09/2006 18:09 0,30556 1,010084001 11:07 0,36667 0,883394008 3 28/09/2006 12:42 0,42857 0,83545285 11:09 0,48 0,756704014 4 29/09/2006 19:00 0,25 0,601647993 19:05 0,42424 0,949622304 5 30/09/2006 20:38 0,4 0,756704014 Ratarata 0,3648 0,779573549 Standar Deviasi 0,07871 0,154308201

Dari tabel 13 dan 14 di atas didapatkan bahwa untuk nilai A/D bulan maret bernilai 0,847871259 sedangkan bulan september 0,364797725, nilai A/D untuk bulan maret lebih besar dibandingkan bulan september ini berarti bentuk sinyal output dari rekaman seismik untuk bulan maret memiliki durasi gelombang yang pendek untuk jenis gempa multiphase, sedangkan bulan september durasi

a b

sinyal outputnya cenderung panjang karena nilai A/D kecil. Analisis ini jelas terlihat dari rekaman seimik yang untuk gempa multiphase yang terjadi sebelum letusan dan sesudah letusan khususnya bulan maret dan september, ternyata bentuk gelombang sinyal output gempa seismik bergantung pada nilai A/D nya.

Gambar 4.17 Sinyal gempa multiphase (a) sebelum letusan dimana nilai A/D lebih besar, (b) sesudah letusan dimana nilai A/D lebih kecil.

Pengaruh nilai A/D ternyata juga berhubungan dengan magnitudo gempa multiphase yang terjadi sebelum letusan nilai A/D sebesar 0,847871259 sedangkan magnitudo berkisar 0,471695402 SR. Untuk bulan september ternyata nilai magnitudo sebesar 0,779573549 SR dan nilai A/D bernilai 0,364797725., dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai A/D maka magnitudo yang dihasilkan akan semakin besar yang berarti jumlah gempa dengan konsentrasi tekanan magma juga besar jika nilai A/D besar maka magnitudo yang dihasilkan akan kecil yang berarti tingkat gempa yang terjadi juga kecil karena tekanan yang berada didalam sudah mulai berkurang. Hal ini terlihat sebelum letusan bulan maret yang memiliki nilai A/D kecil dan magnitudo besar sehingga dapat dinyatakan bahwa bulan maret tekanan magma yang berada dalam tubuh Gunung Api Merapi mengalami akumulasi energi yang akan dilepaskan, sedangkan bulan september ternyata nilai A/D besar dan magnitudo kecil berarti tekanan didalam Gunung Merapi sudah dilepaskan sehingga dimungkinkan tidak terjadi aktivitas kenaikan magma di bulan september.

Perubahan sinyal seismik selain dilihat dari nilai A/D sebelum dan sesudah letusan juga dapat dilihat berdasarkan perbedaan nilai amplitudonya, biasanya terlihat pada perubahan jenis sinyal yang cukup jelas antara sebelum dan

a

sesudah letusan. Perubahan yang menarik ini adalah adanya kenaikan amplitudo sinyal seismik sebelum terjadi letusan terutama pada fase pra letusan bulan maret dan penurunan amplitudo sinyal seismik setelah terjadi letusan pada fase purna letusan bulan september. Erupsi tanggal 14 Juni 2006 ternyata disertai dengan kenaikan amplitudo sebelum fase letusan ini menandakan adanya peningkatan tekanan magma di dalam tubuh Gunung Merapi yang memicu terjadinya letusan tanggal 14 Juni 2006.

Perubahan kenaikan amplitudo sinyal seismik ini terlihat dalam rekaman secara digital sebelum dan sesudah letusan, kenaikan amplitudo sebelum letusan ini diduga merupakan hasil aktivitas aliran gas didalam saluran magma yang kemudian diikuti dengan retakan, dan pergeseran pada kolom saluran magma. Sehingga tekanan magma dari dalam cukup besar dan kontiyu dengan durasi gempa multiphase yang terjadi pendek seperti terlihat dalam kalkulasi nilai A/D nya. Penurunan amplitudo sinyal seismik sebelum letusan diduga karena adanya kerusakan lava dan tekanan magma dari dalam masih cukup besar sehingga yang terjadi hanya guguran kubah lava.

b

Gambar 4.18 (a) Kenaikan amplitudo sinyal seismik tanggal 24 Maret 2006, (b) penurunan amplitudo sinyal seismik tanggal 28 September 2006

e. Emergen Time

Emergen time dalam parameter gempa sebenarnya untuk menentukan awalan dari gempa multiphase terutama pergerakan amplitudonya yang bersifat gradual dalam arah pergerakan yang perlahan. Penentuan emergen time ini berasal dari pengambilan data dari tawalan sampai amplitudo tertinggi dalam sinyal gelombang seismik gempa multiphase, Besarnya emergen time sebelum letusan (bulan maret) sekitar 1,78183 detik, sesudah letusan (bulan september) : 2,492 detik. Gradasi nilai yang berbeda ini menunjukkan bahwa bulan maret cenderung pergerakan lebih lambat yang diikuti dengan semakin tingginya nilai amplitudo gelombang seismik dan bulan september pergerakan amplitudonya berlangsung lebih cepat sehingga amplitudo yang dihasilkan jauh lebih kecil. Hal ini jelas terlihat dari data antara amplitudo dan emergen time dari gempa multiphase bulan maret dan september.

Tabel 15 Data Emergen Time Sebelum dan Sesudah Letusan No. Tanggal Origin Time App (mm) t emergen (dtk) Tanggal Origin Time App (mm) t emergen (dtk) 1 02/03/2006 21:13 15 4,688 18/09/2006 6:03 6 1,68 11:50 15 2,76 23:38 10 4,5 2 21/03/2006 15:32 22 1,5932 25/09/2006 18:24 6 0,81 12:03 5 1,9345 18:09 11 1,56 3 22/03/2006 8:01 18 1,0962 28/09/2006 11:07 11 3,11 15:02 38 2,2874 12:42 12 1,44 4 24/03/2006 20:01 20 0,8 29/09/2006 11:09 12 4,9 16:35 8 1,17 19:00 5 1,25 5 28/03/2006 15:35 4 0,23 30/09/2006 19:05 14 0,97 10:18 7 1,259 20:38 10 4,7 Ratarata 1,78183 2,492 Standar Deviasi 1,256409045 1,646901468 f. Respons Spectra

Respons spectra ini terdiri dari 3 variabel parameter yaitu: spectra acceleration (SA), spectra velocity (SV), dan spectra displacement (SD). Respons spectra ini menandakan bagian yang mengalami peredaman ketika gempa terjadi berdasarkan spectra yang didapatkan. Analisis dari Respons spectra ini berdasarkan pada nilai peredaman dari gelombang seismik yag berada pada periode waktu tertentu. SA merupakan analisi secara spectra untuk percepatan, dimana setiap gelombang seismik memiliki nilai percepatan ketika terjadi perambatan.

Dari data yang didapatkan antara grafik spectra acceleration , dan spectra velocity:

Gambar 4.19 Respons spectra (a) bulan maret, (b) bulan september

Grafik yang menunjukkan spectra untuk percepatan dan kecepatan dapat diketahui jika nilai amplitudo besar maka redaman untuk nilai pecepatan dan kecepatan berbanding terbalik, telihat dalam tanggal 22 Maret 2006 besarnya amplitudo sebesar 7 mm dengan nilai percepatan 2.5x10-5m/s2; kecepatan 5x10-5cm/s memberikan redaman dalam rentang 0.10x10-5-0.20x10-5 untuk spectra pecepatan dan kecepatan.

Nilai yang berbeda terjadi tanggal 29 September 2006 dengan amplitudo sebesar 25 mm, percepatan: 1.0x10-5m/s2; kecepatan 2.2x10-5cm/s dengan nilai redaman dari spectra untuk pecepatan dan kecepatan adalah: 0.2x10-4 m/s2 dan

4

10 2 .

0 x - cm/s. Hal ini menandakan ketika terjadi kenaikan gelombang seismik yang menandakan adanya distribusi magma dari bawah tubuh Gunung Api Merapi ternyata mempengaruhi percepatan rambat gelombang seismik yang besar sehingga faktor redaman yang dihasilkan juga kecil, kenyataan ini berbeda dengan bulan september karena bulan september sudah terjadi penurunan tekanan magma yang menimbulkan percepatan gelombang seismik yang kecil sehingga kalkulasi nilai redaman yang dihasilkan juga besar. Faktor redaman ini dipengaruhi oleh struktur dari batuan, ketika struktur batuan kompak maka kemungkinan besarnya redaman yang diserap akan kecil, jika batuan sudah mengalami perenggangan redaman yang diserap akan besar.

b a

BAB III

Dokumen terkait