• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hidrokoloid dan Garam CaCl 2 Terhadap Karakteristik Bihun Sukun

Tepung sukun 100% Tepung sukun 85% + tepung beras 15% Guar gum Iles-iles Guar gum Iles-iles

1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5%

0 G1 G2 I1 I2 B1 B2 BI1 BI2

1 G3 G4 I3 I4 B3 B4 BI3 BI4

2 G5 G6 I5 I6 B5 B6 BI5 BI6

Tahap III. Pengaruh Hidrokoloid dan Garam CaCl2 Terhadap Karakteristik Bihun Sukun

Proses produksi bihun dilakukan dengan metode Collado et al. (2001) yang dimodifikasi. Bahan baku yang digunakan adalah tepung sukun dan tepung beras dengan tingkat substitusi sesuai hasil yang diperoleh pada tahap I. Bahan tambahan pangan yang digunakan meliputi sodium tripolifosfat (STPP), guar gum/tepung iles-iles dan CaCl2. STPP dilarutkan dengan air yang digunakan untuk membuat binder, sementara bahan tambahan pangan yang lain dicampurkan kering bersama sisa tepung sukun dan tepung beras. Jumlah STPP yang digunakan adalah 0.3%, guar gum/tepung iles-iles sebanyak 0.5 dan 1%, sedangkan CaCl2

sejumlah 0, 1, dan 2%. Semua persentase berdasarkan jumlah total bahan baku tepung yang digunakan.

Pembuatan bihun sukun diawali dengan membuat binder (pengikat) adonan. Sebanyak 70% tepung sukun dicampurkan dengan air dengan perbandingan 1:1. Ke dalam air ditambahkan STPP sebagai pembentuk tekstur. Suspensi dipanaskan sambil diaduk hingga tergelatinisasi yang ditandai dengan meningkatnya kekentalan maupun transparansi adonan. Penentuan jumlah tepung sukun yang dijadikan binder dan jumlah air yang digunakan dalam proses produksi bihun sukun ditetapkan setelah melalui beberapa percobaan. Faktor yang menjadi dasar dalam menentukan jumlah dan komposisi binder adalah bentuk adonan dan untaian yang dihasilkan. Dari hasil percobaan diperoleh kombinasi jumlah binder 70% dan perbandingan jumlah tepung dan air 1:1 yang memberikan adonan dan untaian terbaik (tidak lengket dan mudah dibentuk).

Binder yang diperoleh kemudian dicampurkan dengan 30% bagian tepung kering yang sebelumnya telah dicampur dengan hidrokoloid dan/atau tanpa penambahan CaCl2. Campuran diadon sehingga diperoleh adonan yang homogen. Adonan dimasukkan ke dalam multifunctional noodle machine yang bekerja dengan prinsip ekstrusi. Ulir tunggal yang berputar dalam mesin akan menekan dan mendorong adonan keluar melalui die dengan ukuran tertentu.

Untaian bihun selanjutnya dibentuk dan diletakkan di atas pelat-pelat berlubang, kemudian dikukus pada suhu 95 °C selama dua menit. Proses dilanjutkan dengan mengeringkan bihun dalam pengering kabinet (cabinet dryer) bersuhu 60 °C selama dua jam untuk mencapai kadar air yang relatif aman untuk penyimpanan. Bihun sukun yang diperoleh dikemas dengan menggunakan plastik PP (polyprophylene) untuk melindunginya selama penyimpanan.

Bihun yang dihasilkan kemudian dianalisis sifat fisiknya yang meliputi analisis warna, waktu rehidrasi, KPAP,berat rehidrasi dan tekstur. Dilakukan pula uji organoleptik dengan menggunakan metode skoring terhadap beberapa parameter tekstur bihun yang diperoleh.

Prosedur Penelitian Analisis Karakteristik Tepung/Campuran Tepung

a. Swelling Volume dan Kelarutan (Collado & Corke 1999, Singh et al. 2005) Sebanyak masing-masing 0.35 g tepung dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berukuran 12.5 x 16 mm. Ditambahkan sebanyak 12.5 ml akuades ke dalam tabung kemudian disetimbangkan selama 5 menit. Tabung dipanaskan dalam penangas bersuhu 92.5 °C selama 30 menit sambil sesekali dikocok. Sampel didinginkan dengan air es selama 1 menit kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Tinggi gel yang terbentuk diukur dan dikonversi menjadi volume gel per g sampel yang kemudian dinyatakan sebagai swelling volume.

Supernatan yang berada di bagian atas tabung disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya dan filtrat yang diperoleh kemudian ditampung dengan cawan yang telah diketahui beratnya pula. Kertas saring dan cawan dikeringkan pada suhu 110 °C selama satu malam. Sampel yang tertinggal pada kertas saring merupakan berat pati yang tersuspensi di dalam supernatan dan sampel yang tertinggal pada cawan merupakan pati yang terlarut. Persentase pati yang tersuspensi dan terlarut dihitung berdasarkan perbandingan beratnya terhadap berat kering sampel awal.

b. Analisis Profil Gelatinisasi Pati dengan Rapid Visco Analyzer (Zaidul et al. 2007)

Analisis terhadap profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan instrumen Rapid Visco Analyzer TecMaster Newport Scientific Pty Ltd., Warriewood – Australia. Sampel sebanyak 3 gram (kadar air diketahui) disuspensikan dalam 25 ml air destilata. Suspensi dipanaskan hingga suhu 50 °C dan dipertahankan selama 1 menit, kemudian dipanaskan lebih lanjut hingga mencapai suhu 95 °C dengan kecepatan pemanasan 6 °C/menit dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu dilakukan pendinginan hingga

mencapai suhu 50 °C dengan kecepatan pendinginan 6 °C/menit dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 5 menit.

Informasi yang dapat diperoleh dari kurva viskograf adalah parameter profil gelatinisasi pati, antara lain: viskositas puncak (VP = viskositas tertinggi selama proses pemanasan), suhu gelatinisasi (SG = suhu awal gelatinisasi), waktu puncak (WP = waktu untuk mencapai viskositas puncak), viskositas trough (VT = viskositas terendah yang teramati setelah VP tercapai), viskositas breakdown

(VB = VP dikurangi VT), viskositas akhir (VA = viskositas setelah satu siklus terselesaikan), viskositas setback (VS = VA dikurangi VT). Seluruh nilai dilaporkan dalam menit, °C atau centipoises (cP). Penentuan profil gelatinisasi pati dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Kurva profil gelatinisasi pati: SG (suhu gelatinisasi), VP (viskositas puncak), WP (waktu puncak), VT (viskositas trough), VB (viskositas

breakdown), VS (viskositas setback) dan VA (viskositas akhir)

c. Analisis Kadar Air (AOAC 1995)

Sebanyak 1 – 2 g sampel ditimbang ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 130 °C selama 1 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Cawan dipanaskan kembali hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung berdasarkan rumus berikut:

SG WP

VT

VA

VS

Kadar air (g/100 g bahan basah) =

Dimana:

W = bobot contoh awal (g)

W1 = bobot contoh + cawan setelah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

d. Analisis Kadar Lemak (AOAC 1995)

Kadar lemak ditetapkan berdasarkan metode ekstraksi Soxhlet. Prinsip metode ini adalah pelarutan lemak yang akan diekstrak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan, lemak dapat ditimbang dan dihitung persentasenya.

Labu lemak dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang langsung dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring berisi sampel diletakkan di dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian kondensor dipasang di atas dan labu lemak di bawah alat tersebut. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan. Kemudian, sampel direfluks selama minimum 5 jam hingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak, berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi dan ditampung. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C. Setelah labu dikeringkan hingga beratnya tetap dan didinginkan dalam desikator, labu berisi lemak tersebut ditimbang.

Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

Kadar lemak (g/100 g bahan basah) =

Dimana:

W = bobot contoh awal (g)

W1 = bobot contoh + labu lemak setelah dikeringkan (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

e. Analisis Kandungan Protein (AOAC 1995)

Analisis terhadap kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram dan dimasukkan ke

dalam labu Kjeldahl 100 ml. Kemudian ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat, selanjutnya didestruksi hingga warna larutan berubah menjadi hijau jernih dan didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan 35 ml akuades dan 10 ml NaOH pekat untuk selanjutnya didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, kemudian dititrasi menggunakan HCl 0.02 N hingga berubah warna. Prosedur analisis yang sama diterapkan juga untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus berikut:

Kadar nitrogen dalam sampel (%N) = .

Kadar protein (g/100 g bahan basah) = 6.25 x %N Dimana:

W = bobot contoh awal (g)

Vs = volume HCl yang digunakan untuk titrasi sampel (ml) Vb = volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

f. Analisis Kandungan Pati (SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%, kemudian dididihkan selama 3 jam menggunakan pendingin tegak. Larutan dinetralkan dengan NaOH 30% dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan menjadi sedikit asam. Larutan dipindahkan dalam labu ukur 500 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan akuades kemudian disaring. Sebanyak 10 ml filtrat dipipet ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah dengan 25 ml larutan Luff, batu didih dan 15 ml akuades kemudian dipanaskan dengan nyala api tetap. Setelah mendidih selama 10 menit, erlenmeyer didinginkan di dalam bak berisi es. Setelah campuran dingin, dilakukan penambahan KI 20% sebanyak 15 ml dan H2SO4 25% sebanyak 25 ml. Campuran dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 0.1 N dengan indikator pati 0.5% hingga diperoleh titik akhir. Prosedur analisis yang sama diterapkan terhadap blanko.

Perhitungan kadar pati dilakukan berdasarkan kandungan glukosa yang terukur pada titrasi sampel. Kadar glukosa dihitung berdasarkan rumus berikut:

Dimana:

Vb = volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi blanko Vs = volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi sampel N = konsentrasi Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi

Jumlah (mg) gula yang terkandung untuk ml Na2S2O3 yang digunakan ditentukan melalui tabel Luff Schoorl (Tabel 9). Dari tabel tersebut dapat diketahui hubungan antara volume Na2S2O3 0.1 N yang digunakan dengan jumlah glukosa yang ada pada sampel yang dititrasi. Selanjutnya kadar glukosa dan kadar pati dihitung berdasarkan rumus berikut:

Kadar glukosa (%G) =

Kadar pati (%) = %G x 0.90 Dimana:

W = glukosa yang terkandung untuk ml Na2S2O3 yang digunakan (mg) dari tabel

W1 = bobot sampel

fp = faktor pengenceran

Tabel 10 Penetapan gula menurut Luff Schoorl Na2S2O3

0.1 N (ml)

Glukosa, fruktosa dan gula inversi (mg)

Na2S2O3

0.1 N (ml)

Glukosa, fruktosa dan gula inversi (mg) 1 2.4 13 33.0 2 4.8 14 35.7 3 7.2 15 38.5 4 9.7 16 41.3 5 12.2 17 44.2 6 14.7 18 47.1 7 17.2 19 50.0 8 19.8 20 53.0 9 22.4 21 56.0 10 25.0 22 59.1 11 27.6 23 62.2 12 30.3

g. Analisis Kandungan Amilosa dan Amilopektin (Riley et al. 2006)

Penetapan Sampel

Sebanyak 100 mg sampel tepung bebas lemak dimasukkan dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9.0 ml NaOH 1 N. Setelah

itu sampel dipanaskan dengan penangas air selama 10 menit dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Sebanyak 5 ml sampel dipipet ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml CH3COOH 1 N dan 2 ml larutan iod (0.2% iod dalam 2% KI) lalu ditepatkan dengan akuades hingga tanda tera. Setelah dikocok, larutan didiamkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

Pembuatan Kurva Standar

Standar amilosa disiapkan dengan cara menimbang 40 mg amilosa murni ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Sebanyak masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan standar dipipet ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan CH3COOH 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml, kemudian masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan iod dan ditepatkan dengan akuades hingga tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, absorbansi dari intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansi (sumbu y).

Kadar amilosa dalam sampel dihitung berdasarkan rumus berikut:

Kadar amilosa =

Dimana:

C = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml) V = volume akhir sampel (ml)

F = faktor pengenceran W = berat sampel (mg)

Kandungan amilosa dalam sampel dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan amilopektin yang dihitung berdasarkan selisih total kadar pati dengan kadar amilosa.

Analisis Karakteristik Bihun

(Chen 2003, Purwani et al. 2006, Codex Stan 249-2006)

a. Analisis Kadar Air Metode Oven

Sebanyak 1 g sampel ditimbang ke dalam cawan kering kosong yang telah diketahui bobotnya. Sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cawan beserta sampel dipanaskan kembali hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung berdasarkan rumus berikut:

Kadar air (g/100 g bahan basah) =

Dimana:

W = bobot contoh awal (g)

W1 = bobot contoh + cawan setelah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

b. Waktu Pemasakan (Waktu Rehidrasi)

Waktu pemasakan ditentukan dengan cara merebus 5 g bihun dengan ukuran 2-3 cm di dalam 200 ml air mendidih. Setelah 2 menit, bihun diambil setiap 30 detik dan ditekan di antara dua permukaan gelas. Waktu pemasakan optimum tercapai ketika bagian tengah bihun telah terehidrasi sempurna.

c. Analisis Tekstur

Pengukuran tekstur bihun dilakukan terhadap bihun yang telah dimasak pada suhu dan waktu tertentu. Pemasakan dilakukan dengan cara memasukkan 25 gram bihun ke dalam 500 ml air mendidih bersuhu 100 °C selama 5 menit. Bihun yang telah dimasak kemudian disiram dengan 200 ml air dingin untuk menghentikan pemanasan, selanjutnya ditiriskan dan diukur menggunakan

Texture Analizer TA-XT2. Dilakukan juga pengukuran tekstur terhadap bihun komersial.

Kondisi yang digunakan pada pengukuran tekstur bihun antara lain test mode and option: TPA, probe dengan bentuk silinder berdiameter 35 mm, pre test speed: 2.0 mm/s, test speed: 0.1 mm/s, post test speed: 2.0 mm/s, distance: 75%,

time: 5 sec dan calibrate probe: 15 mm. Selama pengukuran, bihun akan diberi gaya kompresi sebanyak dua kali. Dari kondisi pengukuran tersebut akan diperoleh kurva texture profile analysis (TPA) bihun seperti yang terdapat pada Gambar 11. Kurva TPA yang diperoleh dapat memberikan informasi mengenai parameter tekstur bihun, antara lain: kekerasan (hardness), daya rekat (adhesiveness), elastisitas (elasticity) dan kelengketan (gumminess/stickyness).

Gambar 11 Kurva texture profile analysis (TPA)

Kekerasan ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan/kompresi pertama dan dinyatakan dengan satuan gf (gram force). Daya kohesif dihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua (A2) dibagi dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama (A1) atau A2/A1. Elastisitas ditentukan dari jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan kedua sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya (L2) dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya (L1) atau L2/L1 (satuan gs; gram second). Kelengketan ditentukan dari luasan yang berada di bawah sumbu x (nilai negatif dengan satuan gf).

d. Analisis Warna (Hutching 1999)

Sistem notasi warna yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sistem notasi Hunter. Sistem notasi Hunter menggunakan tiga notasi warna, yaitu L*

untuk menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0 = hitam sampai 100 = putih), a* untuk menyatakan warna kromatik campuran merah hijau (a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau), dan b* untuk menyatakan warna kromatik campuran biru kuning (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru). Pada pengamatan warna ini digunakan Chromameter CR-200 Minolta. Sampel bihun dipotong sepanjang 2-3 mm dan ditempatkan pada wadah yang transparan. Selanjutnya sensor alat didekatkan pada sampel dan dilakukan pengukuran warna bihun. Pengukuran akan menghasilkan nilai L, a, dan b.

e. KPAP dan Persen Rehidrasi

Sebanyak 5 g bihun dengan ukuran 2-3 cm direbus dalam 200 ml air mendidih sesuai dengan waktu rehidrasinya. Bihun ditiriskan dan dibilas dengan akuades kemudian ditimbang dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Bihun dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105 °C selama satu malam. Persentase rehidrasi dan persentase cooking loss dihitung sebagai berikut:

PR (%) =

KPAP =

Dimana:

A = berat cawan dan sampel setelah direhidrasi B = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan

C = berat cawan

KAm = kadar air awal BSm = berat sampel awal PR = persen rehidrasi

f. Analisis Organoleptik Bihun

Analisis organoleptik dilakukan terhadap produk bihun yang dihasilkan dengan 4 kriteria mutu yaitu kekerasan, elastisitas, kelengketan, dan kesukaan. Uji yang digunakan adalah uji skoring untuk menentukan formulasi bihun sukun yang paling disukai. Penilaian untuk tingkat kekerasan, elastisitas dan kelengketan terdiri atas 5 skor, sedangkan untuk tingkat kesukaan panelis diminta untuk memberikan skor dari 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Panelis yang

digunakan adalah panelis tidak terlatih dengan jumlah 25 orang. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode General Linier Methods untuk mengetahui pengaruh perbedaan formula terhadap ranking kesukaan sampel. Apabila hasil analisis berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan untuk mengetahui formula yang memiliki ranking terbaik.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

a. Rancangan Percobaan

Penelitian tahap I yaitu kajian pengaruh penambahan tepung beras terhadap karakteristik bahan baku dan karakteristik bihun yang dihasilkan, didisain dengan satu faktor perlakuan yaitu dengan menggunakan rancangan satu faktor dalam acak lengkap. Model aditif linier pada rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya 2006):

Yij = µ + i + εij

Dimana:

Yij = nilai pengamatan pada taraf ke-i, ulangan ke-j µ = komponen aditif rataan

i = pengaruh utama faktor perlakuan ke-i

εij = galat perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Penelitian tahap II yaitu kajian pengaruh hidrokoloid dan garam terhadap profil gelatinisasi bahan baku dan tahap III aplikasi interaksi jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta konsentrasi garam pada bihun sukun didisain dengan tiga faktor perlakuan yaitu dengan menggunakan rancangan tiga faktor dalam acak lengkap. Model aditif linier pada rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut:

Yijkl = µ + αi + j + k + εijkl

Dimana:

Yijkl = nilai pengamatan pada faktor jenis tepung taraf ke-i, faktor jenis dan konsentrasi hidrokoloid taraf ke-j, faktor konsentrasi garam taraf ke-k dan ulangan ke-l

αi = pengaruh utama faktor jenis tepung (tepung sukun 100% dan campuran tepung sukun – tepung beras)

j = pengaruh utama faktor jenis dan konsentrasi hidrokoloid (guar gum 1%, guar gum 0.5%, iles-iles 1%, iles-iles 0.5%)

k = pengaruh utama faktor konsentrasi garam (0%, 1%, 2%)

εijkl = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2

)

b. Analisis Data

Penentuan pengaruh perlakuan pada setiap tahapan penelitian terhadap karakteristik gelatinisasi campuran bahan baku dan kualitas produk bihun sukun yang dihasilkan, dilakukan dengan menggunakan metode General Linier Method

(GLM) pada program Statistical Analysis System (SAS 9.1 2003). Apabila kombinasi perlakuan berpengaruh terhadap parameter karakteristik gelatinisasi dan kualitas produk bihun, maka dilakukan uji lanjut Duncan pada program yang sama untuk mengetahui perlakuan yang dapat memberikan karakteristik campuran bahan baku yang paling sesuai untuk produk bihun dan perlakuan yang menghasilkan produk bihun yang paling baik.