• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6. Iradiasi Microwave

2.6.3. Pengaruh Iradiasi Microwave terhadap Laju Reaksi

Ketergantungan konstanta laju reaksi (k) terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius:

K= Ae-Ea/RT

Ea adalah energi aktivasi dari suatu reaksi (dalam kiloJoule per mol), R adalah konstanta gas (8,314 J/Kmol), T adalah suhu mutlak, dan e adalah basis dari skala logaritma. Besaran A menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan faktor frekuensi. Faktor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk sistem reaksi tertentudalam kisaran suhu yang cukup (Chang, 2005).

Microwave dapat menginduksi kenaikan vibrasi suatu molekul sehingga berpengaruh terhadap faktor A pada persaman diatas

(Lindstrom et al, 2001). Kenaikan nilai A akibat kenaikan vibrasi suatu

molekul berbanding lurus dengan nilai K, sehingga K pun juga meningkat (Reza, 2015). Kenaikan nilai K berarti bahwa laju reaksi mengalami peningkatan.

2.7. Identifikasi

2.7.1. Kromatografi

Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik analisis kualitatif atau kuantitatif. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang

menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase)

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat terbagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas (Gandjar dan Rohman, 2007).

a. Kromatografi Lapis Tipis

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi, metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat

sedikit (kira-kira 0,1 g) (Stahl Egon dalam Khirunni’mah, 2012).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Farmakope Indonesia IV, tatalaksana identifikasi senyawa dengan KLT adalah sebagai berikut: totolkan larutan uji dan larutan baku menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat saat membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Beri tanda pada jarak 10 hingga 15 cm diatas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi.

Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana di udara dan amati bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (365 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi tertentu, amati dan bandingkan kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Deparemen Kesehatan, 1995).

Gambar 2.7 Skema Kromatografi Lapis Tipis (Mufidah, 2014)

b. Kromatografi Kolom

Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yag melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung

atau disambung melalui sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995).

Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm, dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran elarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau alumunium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995).

Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa alumuniom oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan yang diperoleh kromatogram (Departemen kesehatan, 1995).

c. Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan senyawa-senyawa yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi

melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya senyawa akan terelusi berdasarkan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara senyawa dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi senyawa dari ujung kolom untuk meghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran

50-300 oC) bertujuan untuk menjamin bahwa senyawa akan menguap

dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitivitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Khopkar, 2003).

2.7.2. Spektrofotometri

a. Spektrofotometri UV-VIS

Spektroskopi UV umumnya mengacu pada transisi elektronik yang terjadi di wilayah spektrum elektromagnetik (λ di kisaran 200 – 380 nm) yang dapat diakses dengan spektrometer UV standard. Transisi elektronik juga bertanggung jawab untuk penyerapan pada wilayah visual (λ di kisaran 380 – 800 nm). Spektrum UV digunakan untuk penentuan struktur yang diperoleh daam larutan (Field, 2007).

Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan dari komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) :

A = a . b . c Keterangan: a = Daya Serap ; b = Tebal Kuvet ; c = Konsentrasi larutan ; A = Serapan

b. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah inframerah yang terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah

4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih kurang 2,5 µm hinga 16 µm) dan

suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Departemen Kesehatan, 1995).

Spektroskopi FTIR memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi inframerah diantaranya yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak (simultan), serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak (Suseno dan Firdausi, 2008).

Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan pada tingkat energi rotasi. Pada suhu kamar, molekul senyawa organik dalam keadaan diam, setiap ikatan mempunyai frekuensi yang karakteristik untuk terjadi vibrasi ulur (streching vibration) dan vibrasi tekuk (bending vibration) dimana sinar inframerah dapat diserap pada frekuensi tersebut (Suseno dan Firdausi, 2008).

c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (NuclearMagnetik

Resonance) NMR merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi megenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell and Campbell, 1982).

Spektrum NMR biasanya ditentukan dari larutan substansi yang akan dianalisis. Untuk itu pelarut yang digunakan tidak boleh mengandung atom hidrogen karena akan mengganggu puncak spektrum. Ada dua cara untuk mencegah gangguan oleh pelarut. Kit

dapat menggunakan pelarut seperti tetraklormetana, CCl4 yang tidak

mengandung hidrogen atau pelarut yang atom hidrogennya telah

diganti dengan isotopnya yaitu deuterium, sebagai contoh CDCl3.

Atom-atom deuterium mempunai sifat magnetik yang sedikit berbeda dengan hidrogen, sehingga mereka akan menghasilkan puncak pada area spektrum berbeda (Sudjadi, 1983).

Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willard et al., 1988) :

1. Magnet

Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan magnet.

2. Probe sampel

Tempat meletakkan sampel dan temat terjadinya resonansi.

3. Sumber dan detektor radiasi radioaktif

Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang disebabkan oleh pengaruh waktu.

4. Rekorder data

Memberikan infirmasi berupa sinyal yang dikirim ke suatu komputer untuk diproses, diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis

BAB 3

Dokumen terkait