• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.6 Pengaruh Jenis Aditif Terhadap Kadar Unsur Ni

Proses reduksi pada bijih nikel laterit bertujuan untuk memisahkan Ni dengan unsur atau senyawa pengotor yang tidak diinginkan. Proses pemisahan tersebut dilakukan dengan proses pemisahan magnetic. Slag merupakan hasil produk reduksi yang dibuang dan bersifat non magnetik. Pengujian EDX dilakukan untuk melihat kadar Fe dan Ni pada slag hasil proses reduksi.

Unsur Fe dan Ni yang terikut pada slag akan menjadi hasil yang dibuang pada proses reduksi.

Berdasarkan hasil pengujian EDX diketahui bahwa pada slag hasil proses reduksi pada ketiga jenis aditif sudah tidak terdapat kadar unsur Ni. Hal ini menunjukan bahwa proses reduksi telah berjalan dengan baik dan berhasil mencapai tujuannya untuk memisahkan unsur Ni dari pengotor, sehingga telah tidak adanya unsur Ni yang terbuang sebagai slag.

Gambar 4.9 Kadar Fe dalam Slag Hasil Reduksi

6.92%

B A B I V A N A L I S A D A T A D A N P E M B A H A S A N

Berdasarkan Gambar 4.9 didapatkan kadar Fe pada slag hasil proses reduksi. Kadar Fe tertinggi terdapat pada aditif CaSO4

sebesar 8,70%. Pada aditif Na2SO4 dedapatkan kadar Fe sebesar 6,92% dan kadar Fe terendah didapatkan pada aditif Na2CO3

sebesar 2,64%. Kadar Fe yang tinggi pada slag aditif CaSO4

menunjukan bahwa Fe banyak yang terikat ke dalam slag, hal ini sesuai dengan nilai recovery Fe terendah yang terdapat pada aditif CaSO4.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Mayangsari, dkk. Dimana pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa sulfur yang berasal dari CaSO4 yang terdekomposisi akan mampu untuk mengikat unsur Fe dan membentuk FeS dan terpisah sebagai slag. Sementara kadar unsur Fe yang rendah pada aditif Na2CO3 menunjukkan bahwa proses reduksi yang terjadi kurang efektif. Na2O dan CO2 yang berasal dari dekomposisi Na2CO3 tidak terdekomposisi secara sempurna dan menyebabkan proses reduksi reduksi pada Fe tidak berjalan dengan sempurna. (Guo, 2014).

Karakerisasi XRD untuk slag hasil proses reduksi dapat dilihat pada Gambar 4.10 dimana label A (berwarna hitam) adalah aditif CaSO4, label B (berwarna merah) adalah aditif Na2CO3 dan label C (berwarna biru) adalah aditif Na2SO4.

B A B I V A N A L I S A D A T A D A N P E M B A H A S A N

Gambar 4.10 Hasil Pengujian XRD pada Slag Hasil Proses Reduksi dengan Variasi Jenis Aditif

Gambar 4.10 merupakan hasil pengujian XRD pada slag hasil proses reduksi, fasa – fasa yang teridentifikasi ditunjukkan pada Tabel 4.5 dibawah

Intensity (a.u.)

B A B I V A N A L I S A D A T A D A N P E M B A H A S A N

Tabel 4.5 Identifikasi Fasa Pada Slag Hasil Reduksi

No Fasa Senyawa slag hasil proses reduksi. Pada Gambar 4.10 (A) menunjukan fasa - fasa yang terbentuk pada metal hasil proses reduksi, yaitu pada peak 2θ 25,36 ialah SiO2 dan pada peak 2θ 30,12 terdapat fasa CaFe(SiO6). Fasa yang seharusnya terbentuk pada proses reduksi ini ialah kirstenit (CaFeSiO4), seperti pada Persamaan 2.37, yang terbentuk dari bereaksinya CaO dengan SiO2 dan FeO (Zhu, 2012), namun terbentuknya fasa CaFe(SiO6) ini menunjukkan bahwa unsur Ca telah mampu untuk mengikat pengotor Fe dan Si, meskipun belum mampu untuk bereaksi secara ideal. Selanjutnya, pada peak 2θ 31,32 terdapat fasa CaS yang merupakan peak tertinggi, hal ini menunjukkan bahwa aditif CaSO4 belum dapat terdekomposisi secara sempurna pada proses reduksi ini. Pada peak 2θ 36,73 terdapat fasa cobalt oxide yang menunjukkan bahwa proses reduksi telah mampu untuk mengikat unsur pengotor cobalt (Co). Pada peak 2θ 44,97 terdapat fasa magnesium aluminate yang menunjukkan bahwa MgO yang berasal dari dekomposisi dolomit (Persamaan 2.7) mampu untuk mengikat unsur pengotor Al.

Terakhir pada peak 2θ 65,09 terdapat fasa hercynite yang berasal

B A B I V A N A L I S A D A T A D A N P E M B A H A S A N

dari bereaksinya Unsur Fe dan Al dengan O karena proses reduksi yang berlangsung.

Pada Gambar 4.10 jenis aditif Na2CO3(B) terlihat pada peak 25,41 terdapat fasa jadeite atau Na(AlSi2O6) yang merupakan peak tertinggi dan terbentuk dikarenakan bereaksi dengan aditif Na2CO3. Na2O yang berasal dari dekomposisi aditif, seperti pada Persamaan 2.35, memang akan bereaksi dengan Al dan SiO2 (Guo, 2014). Pada peak 2θ 31,28 terdapat fasa sodium chromate, masih menurut Guo, dkk. Aditif Na2CO3 yang terdekomposisi memang akan bereaksi dengan unsur Cr dan akan membentuk Na2CrO4,

seperti pada Persamaan 2.31. Pada peak 2θ 36,69 terdapat fasa cobalt oxide yang terbentuk dikarenakan proses reduksi yang dilakukan. Selanjutnya, pada peak 2θ 44,63 terdapat fasa hercynite yang terbentuk juga dikarenakan oleh proses reduksi langsung.

Pada gambar 4.10 jenis aditif Na2SO4(C), . Pada jenis aditif ini fasa yang didapatkan yaitu Silicon Oxide (SiO2) pada puncak 2θ 26,660, Magnetite (Fe3O4) pada puncak 2θ 35,441 , Nickel Iron Sulfide (Ni5Fe5)S2 pada puncak 2θ 32,114 dan 54,604. Fasa SiO2

merupakan pengotor pada bijih nikel laterit limonit yang belum tereduksi. Kemudian fasa Fe3O4 merupakan hasil reduksi dari Fe2O3 yang belum tereduksi sempurna hingga menjadi Fe oleh gas CO. Selanjutnya untuk fasa (Ni5Fe5)S2 merupakan pengotor dari produk yang diharapkan karena senyawa (Fe,Ni) berikatan dengan belerang. Fasa ini terbentuk dari reaksi antara FeS dengan Ni sehingga Ni murni tadi terikat dan menjadi pengotor, dikarenakan fasa FeS ini seharusnya leleh pada saat proses reduksi dan meningkatkan pertumbuhan logam. Efek lainnya dengan terbentuknya fasa FeS yaitu meningkatkan kadar logam lain terutama Ni yang diharapkan pada proses reduksi.

77 5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisa data dan pembahasan dari hasil simulasi maka kesimpulan yang diperoleh, yaitu:

1. Penggunaan variasi jenis aditif dapat mempengaruhi kadar Ni dan Fe dalam pada hasil proses reduksi. Peningkatan kadar Ni tertinggi didapatkan saat briket direduksi dengan jenis aditif Na2SO4 sebesar 4,5%, hal ini disebabkan aditif Na2SO4 mampu mengikat unsur pengotor berupa besi dan silika yang merupakan unsur pengotor yang memiliki kandungan yang tinggi pada ore. Penurunan kadar Fe tertinggi didapatkan saat briket direduksi dengan jenis aditif CaSO4 sebesar 39,13%, hal ini disebabkan hasil dekomposisi Ca2SO4 bereaksi dengan Fe dan membuatnya terpisah ke dalam slag.

2. Penggunaan variasi jenis aditif mempengaruhi nilai recovery Ni dan Fe pada hasil proses reduksi. Recovery Ni paling tinggi didapat dengan jenis aditif CaSO4 yaitu sebesar 97,93%, karena aditif Ca2SO4 mampu untuk mengikat banyak unsur pengotor yang menyebabkan Ni semakin banyak terkandung pada produk. Sedangkan nilai recovery Fe paling tinggi didapatkan pada jenis aditif Na2SO4 yaitu sebesar 18,96%, hal ini berhubungan dengan tingginya kadar Fe yang terdapat pada produk.

3. Penggunaan variasi jenis aditif mempengaruhi senyawa produk dan slag yang terbentuk dari proses reduksi. Pada masing – masing jenis aditif terbentuk fasa SiO2, Fe2O3, Fe3O4, (Fe,Ni). Pada aditif Na2SO4 terbentuk fasa Fe3S4, sementara pada aditif Na2CO3 terbentuk fasa MgFe2O4, dan pada aditif CaSO4 terbentuk fasa Ni3Si.

5.2. Saran

Saran untuk riset selanjutnya dari penelitian ini agar diperoleh hasil analisis yang lebih akurat, adalah: