• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kadar Air terhadap Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik

A. Sifat Fisis Kayu

1. Pengaruh Kadar Air terhadap Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik

perubahan/perbedaan sifat fisis kayu (kadar air, berat jenis, dan kerapatan).

1. Pengaruh Kadar Air terhadap Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik

Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kecepatan rambatan gelombang pada kondisi KA basah, KA titik jenuh serat, KA kering udara, dan KA kering tanur enam jenis kayu Indonesia. Kadar air dan kecepatan gelombang ultrasonik disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat variasi nilai KA diantara enam jenis kayu

yang diteliti pada berbagai kondisi kadar air. Hal ini diduga karena disebabkan masing-masing jenis kayu memiliki karakteristik struktur anatomi, daya serap dan pengeringan yang berbeda-beda. Faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan kayu untuk mengasorbsi maupun mengeluarkan air dari sel-sel kayunya adalah struktur sel penyusun kayu dan kandungan ektraktif serta ada tidaknya tilosis.

Perendaman selama tujuh hari yang dilakukan pada awal penelitian ini menyebabkan kayu jenuh air dan mencapai KA basah. Pada kondisi basah kayu mempunyai nilai KA lebih tinggi dari nilai kadar air titik jenuh serat, kering udara dan kadar air kering tanur. Hal ini terjadi karena pada kondisi basah rongga sel dan dinding sel jenuh air. Air yang terdapat di dalam dinding

19

sel disebut air terikat. Sedangkan uap air atau air cair pada rongga sel disebut air bebas. Jika terjadi pengeringan, air bebas lebih mudah meninggalkan rongga sel dibandingkan air terikat karena pengaruh kekuatan ikatan pada dinding sel. Oleh karena itu kayu yang memiliki rongga sel yang lebih lebar relatif lebih mudah kehilangan air dibandingkan dengan kayu yang berongga sel sempit. Demikian pula sebaliknya ji ka kayu direndam dalam air lebih dari 24 jam maka kayu yang memiliki rongga lebar lebih mudah mengasorbsi air (Haygreen dan Bowyer ,1996).

Pada kondisi basah rata-rata kadar air semua jenis kayu 105,93 %, terendah 45,27 % dan tertinggi 236,50 %. Pada kondisi TJS kandungan air menurun karena rongga sel sudah tidak terisi air meskipun dinding selnya jenuh air. Rata-rata KA dari semua jenis kayu pada kondisi TJS adalah 25,91 %, terendah 21,69 % dan tertinggi 29,77 %. Nilai ini mendekati nilai KA 30 % yang biasanya digunakan sebagai rujukan nilai untuk KA TJS.

Kayu menyesuaikan diri dengan kelembaban udara relatif dan suhu udara

sekitarnya mencapai kadar kering udara atau KA kesetimbangan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata KA kering udara pada semua jenis kayu adalah 14,86 %, terendah 14,02 % dan tertinggi 17,52 %. Haygreen dan Bowyer (1996) mengemukakan bahwa meskipun ada

variabilitas dalam sifat-sifat penyerapan air diantara spesies namun dianggap bahwa semua jenis kayu mencapai KA kesetimbangan yang relatif sama dan nila inya selalu di bawah nilai KA TJS.

Kayu benar-benar kehilangan air jika dipanaskan pada suhu lebih dari 100° C. Pemanasan termal menyebabkan air yang terkandung pada rongga sel dan dinding sel mengalami pergerakan keluar kayu, sehingga yang terkandung dalam kayu hanya zat kayunya saja. Namun demikian kandungan air dalam

kayu tidak benar hilang secara keseluruhan. Setelah dipanaskan kayu

masih mengandung air ± 1 % dan telah mencapai berat konsta n (Haygreen dan Bowyer, 1996). Dalam penelitian ini nilai rata -rata kadar air

pada kondisi kering tanur pada semua jenis kayu adalah 1,08 %, terendah 0,58 % dan tertinggi 1,94 %.

KA (%) (g/Cmñ 3) BJ (m/s) v (%) KA (g/Cmñ 3) BJ (m/s) v (%) KA (g/Cmñ 3) BJ (m/s) v KA (%) (g/CmÑ 3) BJ (m/s) v 1. Sengon 236,50 0,71 0,21 3103 29,77 0,32 0,24 5775 17,52 0,30 0,25 5903 1,19 0,30 0,29 6233 2. Mangium 105,45 0,78 0,38 4427 21,69 0,45 0,37 6109 15,82 0,44 0,39 6516 1,94 0,64 0,62 6521 3. Durian 131,13 0,87 0,39 3747 27,23 0,44 0,37 5408 14,11 0,49 0,43 5691 0,90 0,57 0.56 5572 4. Pinus (SW) 68,91 1,10 0,64 4636 26,12 0,74 0,58 6059 13,56 0,69 0,61 6856 0,75 0,71 0,70 6810 5. Kempas 45,27 1,00 0,69 5694 23,01 0,86 0,70 5714 14,02 0,86 0,75 6104 0,58 0,82 0,81 6020 6. Rasamala 48,30 1,05 0,71 4683 27,64 0,90 0,70 5553 14,11 0,81 0,71 6142 1,14 0,88 0,87 5659

Tabel 3. Rata-rata Sifat Mekanis Enam Jenis Kayu pada Berbagai Kadar Air

Kondisi Basah Kondisi TJS Kondisi KU Kondisi BKT

JENIS KAYU

Ed

(kg/cm2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 ) (kg/cmEd 2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 ) (kg/cmEd 2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 ) (kg/cmEd 2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 )

1. Sengon 69060,08 26343,69 297,80 109674,31 22377,00 287,06 105739,62 34647,93 343,16 117276,01 48437,24 608,11 2. Mangium 155413,17 68712,09 502,57 171228,34 63355,77 535,09 191168,19 57578,01 592,89 276261,29 73596,18 933,31 3. Durian 127531,89 56643,80 498,13 132442,11 56705,26 494,75 160460,15 66218,52 661,86 179542,64 66371,44 791,42 4. Pinus (SW) 246058,37 75442,11 614,89 275752,44 99663,08 723,57 332701,03 110851,00 1111,83 333887,38 120308,54 1736,39 5. Kempas 331810,47 119542,20 1024,52 268095,48 126103,20 1002,86 325884,06 132598,90 1285,34 302766,49 136889,90 1365,52 6. Rasamala 237092,61 120113,90 985,84 281694,01 118016,40 942,41 312947,27 97978,12 1175,35 288314,49 110584,40 1628,33

Keterangan : ES = kekakuan lentur statis (MOEs)

21

Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara yang bekerja pada frekuensi di atas 20 KHz, sehingga tidak terjangkau dalam indera pendengaran manusia. Gelombang ini dapat mengalir melalui medium padat, cair, maupun gas. Partikel-partikel bahan meneruskan gelo mbang dengan cara berosilasi searah penjalaran gelombang (Halliday dan Resnick (1984) dalam Waluyo 2001). Tiga parameter gelombang ultrasonik yang umumnya digunakan dalam pengujian secara tidak merusak yaitu kecepatan gelombang, koefisien atenuasi dan frekuensi respon tergantung dari tujuan pengujian dan kondisi material yang diuji (Lee et al. 1992 dalam Waluyo 2001).

Parameter yang digunakan dalam pengujian non destruktif metode gelombang ultrasonik ini adalah kecepatan rambatan gelombang ultrasonik. Kece patan gelombang ultrasonik dibangkitkan oleh getaran dengan parameter yang diukur berupa waktu perambatan gelombang ultrasonik. Kecepatan rambatan gelombang menjadi dasar dalam pendugaan kekakuan kayu, dalam hal ini kekakuan kayu berkolerasi erat dengan kekuatan kayu. Selanjutnya kecepatan rambatan gelombang enam jenis kayu pada berbagai kondisi kadar dicantumkan pada Gambar 3 di bawah ini.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 15 30 45 Kadar Air (%) Kecepatan (m/s) Sengon Mangium Durian Pinus Rasamala Kempas

Gambar 3. Hubungan Kadar air dengan Kecepatan Gelombang Ultrasonik

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada enam jenis kayu (sengon, mangium, durian, pinus, rasamala, dan kempas) terjadi peningkatan kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik dengan semakin menurunnya kadar air. Pada kondisi

basah kecepatan rata-rata rambatan gelombang enam jenis kayu tersebut secara berurutan adalah sebesar 3103 m/s, 4683 m/s, 3747 m/s, 4636 m/s, 4683 m/s, dan 5694 m/s. Sedangkan pada kondisi kering tanur kecepatan rata-rata rambatan gelombang kayu sengon, mangium, durian, pinus, rasamala, kempas secara berurutan adalah sebesar 6233 m/s, 5659 m/s , 5572 m/s, 6810 m/s, 5659 m/s, dan 6020 m/s. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kabir et al. (1997) , Wang et al. (2002), serta Van Dyk dan Robert (2005).

Menurut Wang et al. (2003) kecepatan gelombang ultrasonik yang merambat melalui kayu meningkat dengan penurunan kadar air dari keadaan titik jenuh serat ke keadaan kering oven, baik untuk spesimen longitudinal maupun radial. Walaupun demikian, pengaruh kadar air terhada p kecepatan rambatan gelombang ultrasonik berbeda untuk keadaan di bawah dan di atas titik jenuh serat. Kecepatan gelombang ultarasonik hanya bervariasi sedikit dengan penurunan kadar air di atas titik jenuh serat, tetapi untuk kadar air di bawah titik jenuh serat penurunan kecepatan rambatan

gelombang ultrasonik lebih besar. Selanjutnya ditegaskan oleh Sakai et al. (1991) dalam Van Dyk dan Robert (2005) pada spesimen

longitudinal kecepatan rambatan gelombang ultrasonik mengalami penurunan secara linear dan dengan kemiringan yang cukup dari kadar air basah ke kondisi titik jenuh serat. Di bawah titik jenuh serat, kemiringan kurva meningkat tetapi tetap linear. Baik Sakai et al. (1991) maupun Mishiro (1996) dalam Van Dyk dan Robert (2005) menemukan bahwa gradien kelembaban mempunyai efek yang sama terhadap gelombang ultrasonik seperti rata-rata kadar air yang mengalami penurunan karena terlepasnya ikatan antar molekul air (desorption).

Kecepatan gelombang pada kayu dan variasinya dengan kadar air serta arahnya telah dikaji secara intensif pada suhu di atas titik beku. Untuk kayu solid, kecepatan gelombang bebeda-beda antara 1000 m/s sampai 3000 m/s melewati arah serat dan 5000 m/s sampai 6000 m/s pada arah longitudinal. Kecepatan radial yaitu sekitar 50 % lebih besar daripada kecepatan tangensial pada sembilan jenis kayu yang diuji Ross et al. (1997).

23

Bucur (1995) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan perambatan gelombang ultrasonik antara lain mata kayu, kadar air dan kemiringan serat. Sakai dan CoWork (1990) dalam Bucur (1995) menyatakan bahwa kecepatan menurun secara drastis dengan kenaikan kadar air sampai titik jenuh serat dan setelah itu variasinya sangat kecil. Pada kadar a ir rendah, yaitu KA kurang dari 18% air yang ada di dinding sel sebagai air terikat (bound water) merupakan media dimana gelombang ultrasonik disebarkan oleh dinding sel dan batas selnya. Pada kadar air yang lebih tinggi tapi di bawah titik jenuh serat, yaitu kisaran KA antara 18-30 % penyebaran pada batas dinding sel akan berperan dalam me nghilangnya gelombang ultrasonik. Setelah titik jenuh serat, air bebas yang berada dalam rongga sel dan porositas kayu juga berfungsi sebagai faktor utama dalam penyebaran gelombang ultrasonik. Dengan demikian peningkatan kecepatan gelombang ultrasonik dapat dihubungkan dengan adanya air terikat (bound water) sedangkan pelemahan dihubungkan dengan adanya air bebas (free water) dalam rongga sel.

Hasil penelitian pada contoh uji kondisi BKT diperoleh kecepatan yang lebih rendah dari kondisi kering udara. Hal ini diduga karena adanya pengaruh panas dan temperatur pada sampel setelah dilakukan pengovenan. Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang merupakan gelombang suara mengalami penurunan dengan peningkatan temperatur, sebab temperatur yang lebih tinggi akan menghasilkan kerapatan yang lebih rendah (karena thermal ekspansi kayu). Thermal ekspansi kayu merupakan perubahan dimensi pa da kayu karena adanya perubahan temperatur. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Oliviera (2002) bahwa faktor yang mempengaruhi perambatan gelombang ultrasonik pada kayu adalah sifat fisis dari substrat, karakteristik geometris jenis (makro dan mikrostruktur) dan prosedur saat dilakukan pengukuran (frekuensi dan sensitivitas dari tranduser, ukurannya, posisi dan karakteristik dinamis dari peralatan.

2. Pengaruh Kerapatan Terhadap Kecepatan Gelombang Ultrasonik

Dokumen terkait