• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Kadar Air (KA) Balok Laminasi

Air dalam kayu menentukan kadar garis rekat, dan akan mempengaruhi kedalaman penetrasi perekat dan waktu pematangan perekat cair. Kadar air merupakan sifat fisis balok laminasi dalam keadaan keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Sesuai dengan pernyataan Dumanauw (1993), kayu memiliki sifat higroskopis yang mampu menyerap dan mengeluarkan air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan ini tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya. Semua sifat fisis kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Berdasarkan hasil analisis contoh uji, nilai rata-rata kadar air tersaji pada gambar 5. Data selengkapnya dilihat pada lampiran 4.

Gambar 5. Grafik Pengukuran Kadar Air Balok Laminasi

Berdasarkan Gambar 5, diketahui perlakuan jumlah lapisan diperoleh nilai rata-rata kadar air untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis sebesar 11,82%; 12,83%; dan 11,41% pada ketinggian 3 m. Dan pada ketinggian 5 m diperoleh nilai rata-rata kadar air untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis dan 7 lapis adalah sebesar 11,33%; 11,90%; 11,79%. Dari data yang diperoleh, nilai rata - rata kadar air tertinggi pada 5 lapis dengan ketinggian 3 m.

Dari hasil data yang diperoleh nilai rata-rata kadar air yang tertinggi terdapat pada jumlah 5 lapis diakibatkan, pada waktu pemotongan kayu sebelum dibuat menjadi balok laminasi kondisi kadar airnya mencapai kadar air kering udara dan dipengaruhi oleh perekat campuran PvAc. Jadi kadar air setiap lapisan bisa berbeda-beda dikarenakan pengeringan dilakukan kering udara, sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa kayu mempunyai sifat adsortptif sehingga mampu untuk menyerap air dari udara sekitar. Kemampuan tersebut membuat kadar air kayu akan menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya atau disebut dengan kadar kesetimbangan.

Kadar air maksimal yang disyaratkan dalam JAS 234:2003 adalah 15% sehingga nilai ini telah memenuhi standar tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata KA balok laminasi yang diteliti relatif sama. Hal ini juga didukung dengan hasil analisis sidik ragam kadar air yang menunjukkan bahwa perlakuan jumlah lapisan, dan ketinggian posisi batang serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air.

Selama proses penyiapan sirekat hingga pengujian sifat fisis balok laminasi, dilakukan pengukuran suhu dan kelembapan relatif ruangan. Suhu rata-rata dalam ruangan adalah 31,690C dan kelembapan relatif rata-rata 63,74%. Pada umumnya kayu akan mencapai Kadar Air Kesetimbangan (KAS) yang sama di bawah kondisi dan kelembapan relatif yang sama. Berdasarkan tabel perkiraan KAS oleh USFPL (1974) dalam Haygreen dan Bowyer (1989).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi serta interaksinya terhadap nilai kadar air balok laminasi yang dihasilkan tidak berpengaruh nyata.

2. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Kerapatan Balok Laminasi

Berdasarkan hasil pengukuran contoh uji, nilai rata-rata kerapatan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Pengukuran Kerapatan Balok Laminasi

Berdasarkan Gambar 6, nilai rata-rata kerapatan untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis adalah sebesar 0,31 g/cm3; 0,39 g/cm3 ; dan 0,51 g/cm3

pada ketinggian 3 m dan nilai rata-rata kerapatan untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis adalah sebesar 0,37 g/cm3; 0,39 g/cm3; dan 0,58 g/cm3 pada

ketinggian 5 m. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kerapatan 3 jenis jumlah lapisan dan ketinggian batang kelapa sawit serta interaksi balok laminasi yang diteliti relatif sama.

Hasil analisis sidik ragam kerapatan menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian posisi batang, dan interaksi jumlah lapisan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap kerapatan. Dari pengujian lanjutan uji wilayah berganda Duncan (lampiran 11) menunjukkan pengaruh nyata. Dengan demikian, hasil analisis sidik ragam pada balok laminasi menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan. Hal ini dapat dilihat pada perbedaan nilai kerapatan balok laminasi 3 lapis, 5 lapis dan 7 lapis.

Penyebab terjadinya perbedaan nilai kerapatan balok laminasi disebabkan oleh perbadingan bahan baku balok laminasi 3 lapis 80% : 20% ; 5 lapis 70% :

30% ; dan 7 lapis 60% : 40%. Hal ini yang mendasari perbedaan nilai kerapatan dari jumlah lapisan balok laminasi dan ketinggian batang.

Faktor yang menyebabkan bertambahnya nilai kerapatan balok laminasi ini disebabkan adanya lapisan perekat dan terjadinya pemadatan bahan balok laminasi akibat proses pengempaan (30 kg/cm2), sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1989), produk seperti ini mengandung resin 1 – 30% dan bahan tambahan lain untuk meningkatkan kekuatan dan sifat tahan air.

Sifat Mekanis Balok laminasi

Sifat mekanis balok laminasi erat kaitannya dengan kekuatan kayu. Sifat mekanis yang dibahas pada penelitian ini adalah keteguhan lentur dan keteguhan patah.

3. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Keteguhan Lentur (Modulus of Elastisity/MOE) Balok

Laminasi

Berdasarkan hasil pengukuran contoh uji, nilai rata-rata keteguhan lentur tersaji pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik Pengukuran MOE Balok Laminasi

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6. Nilai rata-rata MOE yang paling tinggi adalah sebesar 40,675 x 103 kgf/cm3 yang dimiliki oleh 3 lapis dari ketinggian 3 m, nilai rata-rata MOE yang terendah terdapat pada 7 lapis dengan ketinggian 3 m sebesar 28,955 x 103 kgf/cm3 . Nilai MOE yang tinggi berarti ketahanan balok laminasi terhadap perubahan bentuk adalah besar. Nilai keteguhan lentur balok laminasi ini lebih besar bila dibandingkan dengan nilai

keteguhan lentur masing-masing penyusunnya (sirekat). Menurut Bakar et al (1999), keteguhan lentur batang kelapa sawit pada ketinggian 3 – 5 m

dari atas permukaan tanah berkisar 15,982 x 103 kgf/cm3 – 54,302 x 103 kgf/cm3.

Hasil pengujian balok laminasi menunjukkan nilai rataan MOE sebesar 28,955 x 103 kgf/cm3 - 40,675 x 103 kgf/cm3. Jika dibandingkan dengan nilai

MOE minimal yang dipersyaratkan pada standar JAS 234:2003 sebesar 7,5 x 104 kg/cm2 standar JAS yang dipergunakan hanya sebagai pembanding saja,

Selain ditentukan oleh nilai MOE penyusunnya, perbandingan penyusunan lapisan balok laminasi juga memberikan kontribusi terhadap nilai MOE balok laminasi.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam keteguhan lentur, diketahui bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan lentur. Dan tidak memenuhi standar JAS 234:2003 sebagai pembandingnya.

4. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Keteguhan Patah (Modulus of Rupture/MOR) Balok Laminasi

Bedasarkan hasil pengukuran contoh uji, nilai keteguhan patah tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Pengukuran MOR Balok Laminasi

Data selengkapnya dilihat pada lampiran 6. Berdasarkan gambar 8, nilai rata-rata keteguhan patah paling tinggi pada balok laminasi terdapat pada 7 lapis dengan ketinggian 5 m sebesar 3,85 x 102 kgf/cm3, yang terendah pada 5 lapis dengan ketinggian 5 m sebesar 2,72 x 102 kgf/cm3. Nilai keteguhan patah balok laminasi ini lebih besar dibandingkan dengan nilai keteguhan patah

masing-masing penyusunnya (sirekat). Menurut bakar et al (1999), keteguhan patah

batang kelapa sawit pada ketinggian 3 – 5 m berkisar 2,99 x 102 – 3,04 x 102 kgf/cm3. Sedangkan menurut Martawijaya et al (1995),

nilai keteguhan patah kayu solid mahoni ± 3,59 x 102 kg/cm2. Hal ini berarti, pembentukan balok laminasi dapat meningkatkan nilai keteguhan patah. Berdasarkan nilai-nilai keteguhan patah di atas, pembentukan balok laminasi lebih baik dilakukan pada ketinggian 5 m. Kayu mahoni dengan kelas kuat yang lebih tinggi ditempatkan di bagian tepi untuk menahan tekanan yang besar, sedangkan batang kelapa sawit dengan kelas kuat yang lebih rendah ditempatkan di tengah, pada bagian yang akan menerima tekanan yang lebih kecil. Hal ini diduga karena semakin banyaknya lapisan maka banyak pula bidang permukaan yang menimbulkan celah pada balok laminasi yang akan menimbulkan perlemahan keteguhan patah.

Hasil penelitian lain menunjukkan nilai MOR balok laminasi kayu

eukaliptus sebesar 4,20 x 102 kg/cm2 (Sinaga dan Hadjib, 1989) dan antara 4,76 x 102 – 8,58 x 102 kg/cm2 pada balok laminasi kayu kelapa (Rostina, 2001).

Perbedaan nilai MOR yang diperoleh dengan penelitian lain terutama berhubungan dengan karakteristik kayu yang digunakan. Kayu yang memiliki kerapatan lebih tinggi akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu yang kerapatannya lebih rendah. Disamping kerapatan kayunya, kekuatan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya cacat pada kayu tersebut. Cacat yang dapat mengurangi kekuatan kayu antara lain adalah mata kayu, serat miring, retak atau pecah, dan adanya kayu tekan dan kayu tarik (Tsoumis, 1991).Nilai MOR balok laminasi dari kayu mahoni yang digunakan dalam penelitian ini masih dapat

ditingkatkan dengan cara mereduksi cacat terutama mata kayu dan menyambung kembali kayu dengan sambungan jari (finger joint) seperti yang umum digunakan dalam pembuatan balok laminasi secara komersial (Moody dan Hernandez (1997) dalam Herawati (2008)).

Dari hasil data yang diperoleh nilai rata-rata MOR pada jumlah lapisan 7 dan lapisan 3 lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah lapiasn 5 pada

ketinggian 5 m, hal ini diakibatkan karena perbandingan komposisi penyusun balok laminasi tidak seragam dan belum memenuhi standar JAS 234:2003 sebagai pembanding.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam keteguhan patah (lampiran 6), diketahui bahwa jumlah lapisan dan ketinggian tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah balok laminasi. Hal ini disebabkan balok laminasi yang diuji tidak memenuhi standar.

5. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Delaminasi Balok Laminasi

Delaminasi merupakan kerusakan pada bidang rekat balok laminasi. Penyebab terjadinya delaminasi diakibatkan perendaman air dan kurangnya pengenmpaan terhadap balok laminasi.

Pengaruh Ketinggian Batang Dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Perendaman Air Panas Balok Laminasi

Gambar 9, menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang dihasilkan rasio deliminasi air panas adalah 22,26 % - 17,62%. Nilai rata-rata tertinggi rasio delaminasi air panas adalah 22,26% pada balok laminasi 7 lapis dengan

ketinggian 5 m, sedangkan nilai rata-rata terendah adalah 17,62% pada balok laminasi 3 lapis dengan ketinggian 5 m. Berdasarkan perbandingan nilai standar JAS 234:2003, nilai rasio delaminasi balok laminasi lebih tinggi dari 5%. Ini menandakan bahwa nilai rasio delaminasi perendaman air panas tidak memenuhi nilai standar JAS 234:2003.

Gambar 9. Grafik Pengukuran Uji Delaminasi Balok Laminasi Air Panas Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rasio delaminasi perendaman air panas menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi tidak berpengarauh nyata terhadap rasio delaminasi perendaman air panas. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio delaminasi yang relatif sama. Nilai rasio delaminasi balok laminasi 7 lapis lebih besar dari 3 lapis, dikarenakan proses pengaplikasian perekat terhadap laminasi dan pengempaan yang kurang baik sehingga perekat tidak merekat dengan baik terhadap balok laminasi. Diketahui bahwa perekat isosianat yang

digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim. Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas yang tinggi.

Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Perendaman Air Dingin Balok Laminasi

Berdasarkan hasil penelitian perendaman air dingin, nilai rata-ratanya adalah 20,21% – 23,68 %. Nilai rata-rata tertinggi adalah 23,68% pada balok laminasi 7 lapis dengan ketinggian 5 m. Sedangkan nilai rata-rata terendahnya adalah 20,21% pada balok laminasi 3 lapis dengan ketinggian 3 m. Menurut standar JAS 234:2003, nilai rasio delaminasi tidak lebih dari 10%. Ini menunjukkan bahwa nilai rasio delaminasi perendaman air dingin tidak memenuhi standar.

Gambar 12. Grafik Pengukuran Uji Delaminasi Balok Laminasi Air Dingin Menurut hasil analisis sidik ragam rasio delaminasi perendaman air dingin menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi tidak berpengaruh nyata terhadap rasio delaminasi perendaman air dingin. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai rata-rata delaminasi yang berbeda. Pada balok laminasi 3 lapis jumlah perekat yang digunakan lebih banyak dari 7 lapis. Semakin banyak jumlah lapisan yang direkat maka semakin tinggi tingkat resiko delaminasinya. Faktor

perekatan juga mempengaruhi kualitas balok laminasi yang dihasilkan. Sementara pada uji delaminasi dengan air panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar karena nilainya berada di atas nilai minimal yang dipersyaratkan yaitu sebesar 10%. Hal ini berhubungan dengan kualitas rekatan yang telah dikemukakan sebelumnya selain dari faktor perekatnya sendiri (Herawati,2008).

Dokumen terkait