• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kompetensi dan Kerja tim dengan Perawat pelaksana Ruang Rawat Inap RS Sri Pamela Rawat Inap RS Sri Pamela

5.4.1. Pengaruh Kompetensi Teknis dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap RS Sri Pamela

Dari hasil analisis regresi berganda didapat bahwa kompetensi teknis tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap dibuktikan dengan hasil analisis regresi berganda nilai p = 0,943 atau lebih besar dari uji chi square (p < 0,05). Hal yang serupa dengan penelitian Hutapea (2007) yang menyatakan bahwa kompetensi teknis tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di RSU Swadana daerah Tarutung.

Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Factor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang yaitu (1) Keyakinan dan nilai-nilai, (2) Ketrampilan, (3) Karakteristik kepribadian , (4) Motivasi , (5) Isu emosional, (6) Kemampuan intelektual dan (7) Budaya organisasi (Spencer,2003).

Kompetensi didefenisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, system nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja (Lasmahadi,2002).

5.4.2.Pengaruh Kompetensi Perilaku dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap

Kompetensi perilaku yang dilihat adalah kompetensi perawat pelaksana rawat inap yang memeragakan perilaku pada saat memberikan pelayanan yang berkaitan dengan perilaku kerja produktif, sehingga kompetensi perilaku berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap dibuktikan dengan hasil analisis regresii berganda nilai 0,019 atau lebih kecil dari uji chi square (p < 0,05) yang berarti bahwa penerapan kompetensi perilaku yang dikembangkan manajemen RS Sri Pamela berpengaruh terhadap tingkat kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap..Hasil penelitian Sitepu (2010) bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi terhadap kinerja perawat. Menurut Mulyono (2012) tidak ada hubungan antara kompetensi dengan kinerja perawat.

Menurut Robbins (2001) penilaian kinerja pada proses keperawatan, pekerja yang bekerja secara kelompok adalah penilaian dengan pendekatan perilaku. Demikian pula penilaian kinerja pada perawat, yang dalam bekerjanya dilaksanakan sebagai kelompok kerja. Berdasarkan uraian tugas perawat pelaksana di ruang rawat inap serta proses keperawatan, dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat dapat dinilai dari perilaku bekerja perawat pelaksana rawat inap dalam melaksanakan tugasnya di ruang rawat inap, yang terdiri dari : asuhan keperawatan, ketrampilan, disiplin, serta pencatatan dan pelaporan.

Kompetensi perilaku meliputi peran sosial, citra diri, sifat dan motif dari pegawai dalam organisasi meskipun dalam pelaksanaannya lebih sulit dikembangkan

dan diamati namun mempunyai karakteristik mendasar yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan organisasi. Oleh karena itu untuk perbaikan efektivitas kerja maka terhadap pegawai harus dilakukan pembinaan. Pembinaan terhadap sikap (attitude) kerja pegawai dimaksudkan untuk merubah sikap seseorang terhadap persepsi mengenai dirinya dan mengenai pekerjaan yang dihadapinya (Ardianto,2012).

5.4.3. Pengaruh Kerjasama dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap Menurut Robbins (2001), suatu tim kerja menghasilkan sinergi positip melalui usaha yang terkoordinasi. Kerjasama tim yang baik menciptakan potensi bagi suatu organisasi untuk menghasilkan output yang lebih besar. Menurut Poerwopoespito dan Utomo (2000) kerjasama tim bermakna bukan sekedar bekerja bersama-sama namun kerjasama diantara dua potensi yang berbeda atau lebih, dengan beban, tanggung jawab dan fungsi yang berbeda dan hasilnya lebih dari sekedar penjumlahannya.

Berdasarkan hasil uji analisis bahwa kerjasama tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap dibuktikan dengan hasil analisis regresi berganda nilai p = 0,553 atau lebih besardari uji chi square (p < 0,05) yang berarti bahwa penerapan kerjasama tim yang dikembangkan manajemen RS Sri Pamela tidak berpengaruh terhadap tingkat kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap .

Hasil uji regresi ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sambas (2008) yang menyatakan bahwa kerjasama tim berpengaruh terhadap tingkat kinerja pekerja.dan hasil penelitian Damanik (2007), yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kerjasama terhadap motivasi berprestasi perawat di ruang rawat inap.

Dukungan manajemen rumah sakit untuk menciptakan suasana kerjasama tim dapat dilakukan dengan : (1) Meningkatkan kerjasama sesama perawat, bisa dilakukan dengan membentuk suatu komite keperawatan di rumah sakit. Komite keperawatan dapat mengadakan pertemuan rutin antar perawat untuk membicarakan masalah keperawatan dan hal-hal yang berhubungan dengan keperawatan, misalnya etika perawat. (2) Mengaplikasikan budaya organisasi perusahaan ke dalam udaya organisasi rumah sakit, misalnya dengan membentuk gugus kendali mutu di rumah sakit yang akan meningkatkan kerjasama antar perawat, maupun dengan bagian lain yang terkait.

5.4.4. Pengaruh Kepercayaan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) , ada beberapa cara untuk membangun kepercayaan, yaitu : 1) Komunikasi, menjaga agar anggota tim dan para karyawan mendapatkan informasi dengan menjelaskan kebikan dan keputusan serta memberikan umpan balik yang akurat.2) Dukungan, selalu bersedia dan mau didekati.Berikan bantuan, saran, nasehat dan dukungan untuk ide-ide anggota tim. 3). Rasa hormat, delegasi, dalam bentuk kewenangan pembuatan keputusan yang sebenarnya, merupakan ekspresi terpenting dari penghormatan manajerial. 4). Keadilan, cepat dalam memberikan pujian dan pengakuan kepada individu yang berhak mendapatkan. 5). Dapat diprediksi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsisten dan dapat diramalkan dalam masalah sehari-hari. 6). Kompetensi, singkatkan kredibilitas anda dengan memperlihatkan pemahaman bisnis yang lain, kemampuan teknis, dan profesionalisme.

Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa kepercayaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap dibuktikan dengan hasil analisis regresi berganda nilai p = 0,286 atau lebih besar dari uji chi square (p < 0,05). Hal ini berarti penerapan kepercayaan dalam tim di RS Sri Pamela tidak berpengaruh terhadap tingkat kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap. Hasil uji regresi ini tidak sama dengan penelitian Hutapea (2007) yang menyatakan hasil penelitian bahwa kepercayaan berpengaruh pada kinerja perawat pelaksana rawat inap di RSU Swadana daerah Tarutung.

Kepercayaan sangat kuat di dalam sebuah perusahaan, orang-orang tidak akan berbuat terbaik jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diperlakukan secara adil, bahwa tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang nyata. Satu-satunya cara yang diketahui untuk menciptakan kepercayaan semacam itu adalah dengan menyusun nilai-nilai dan kemudian melakukan apa yang telah dibicarakan. Anda harus mengerjakan apa yang anda katakana akan anda buat, secara konsisten, sepanjang waktu.

Menurut William (2000), bahwa “kepercayaan adalah keyakinan timbale balik pada niat dan perilaku orang lain”. Ketika melihat orang lain bertindak dengan cara-cara yang menyatakan bahwa mereka mempercayai kita, kita menjadi lebih cenderung ingin bertimbal balik dengan lebih mempercayai mereka. Sebaliknya, kita menjadi tidak mempercayai mereka yang tindakan-tindakannya tampak melanggar kepercayaan kita atau tidak mempercayai kita.

5.4.5. Pengaruh Kekompakan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap Hasil analisis regresi berganda di dapat bahwa kekompakan tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap di RS Sri Pamela Tebing Tinggi dengan taraf signifikansi p = 0,722 atau lebih besar dari uji chi square (p< 0,05). Hal ini berarti penerapan kekompakan di RS Sri pamela tidak berpengaruh terhadap tingkat kinerja perawat pelaksana di ruang rawat RS Sri Pamela Tebing Tinggi.

Kekompakan adalah sebuah proses dimana rasa kebersamaan muncul untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dan motif-motif individual. Mangkuprawira (2009) menyatakan bahwa “Kekompakan adalah tingkat solidaritas dan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang terhadap kelompoknya”.

Menurut Mangkuprawira Sjafri dan Hubeis (2007), tim kerja berhasil dengan efektif apabila terdapat :

1. Keragaman keanggotaan tim, tetapi dengan suatu tujuan bersama. 2. Tujuan yang berorientasi pada tantangan.

3. Keterlibatan aktif para anggota tim.

4. Uraian peran dan koordinasi anggota tim yang jelas. 5. Komunikasi yang baik.

Dokumen terkait