• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Kualitas Udara dalam Ruangan

2.4.1 Pengaruh kualitas kimiawi udara dalam ruangan

Kualitas kimiawi udara dalam ruangan adalah nilai parameter yang mengindikasikan kondisi kimiawi udara dalam rumah seperti, Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Ozon, Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), Timbal (Pb), dan Asbes (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011).

Tabel 2.3 Persyaratan Kimia Udara dalam Ruangan

No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum

yang dipersyratkan Keterangan

1. Sulfur Dioksida (SO2) Ppm 0,1 24 jam

2. Nitrogen Dioksida

(NO2) Ppm 0,04 24 jam

3. Karbon Monoksida

(CO) Ppm 9,00 8 jam

4. Karbon Dioksida (CO2) Ppm 1000 8 jam

5. Timbal (Pb) ug/m3 1,5 15 menit

6. Asbes serat/ml 5 Panjang

serat 5u

7. Formaldehid (HCHO) Ppm 0,1 30 menit

8. Volatile Organic

Compound (VOC) Ppm 3 8 jam

9. Environmental Tobaco

Smoke (ETS) ug/m

3

35 24 jam

Parameter kualitas kimiawi udara dalam ruangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 adalah :

1. Sulfur dioksida (SO2)

Sulfur dioksida (SO2) dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan gangguan fungsi paru, menyebabkan iritasi pada mata, inflamasi pada saluran pernapasan menyebabkan batuk, sekresi lendir, memicu asma dan bronkhitis kronis serta tekanan darah rendah, nadi cepat, dan sakit kepala.

Faktor risiko keberadaan SO2adalah:

a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi dan batu bara. b. Merokok di dalam ruangan.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar SO2 antara lain:

a. Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam ruangan agar terjadi pertukaran udara.

b. Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan c. Tidak merokok di dalam ruangan.

2. Nitrogen dioksida (NO2)

Nitrogen dioksida (NO2) dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan seperti lemas, batuk, sesak napas, bronchopneumonia, edema paru, dan cyanosis serta methemoglobinemia.

Faktor risiko keberadaan NO2adalah:

a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi dan batu bara. b. Merokok di dalam ruangan.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar NO2 antara lain:

a. Menggunakan ventilasi alami atau mekanik agar terjadi pertukaran udara. b. Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan.

c. Tidak merokok di dalam ruangan. 3. Karbon monoksida (CO)

Efek toksik Karbon monoksida (CO) menyebabkan kegagalan transportasi O2 ke jaringan dan mengakibatkan anoksia jaringan, gangguan sistem syaraf pusat (kehilangan sensitifitas ujung jari, penurunan daya ingat, pertumbuhan mental buruk terutama pada balita, berat badan bayi lahir rendah, kematian janin dan gangguan kardiovaskular). Gejala yang muncul akibat keracunan gas CO, antara lain pusing, mual, gelisah, sesak napas, sakit dada, bingung, pucat, tidak sadar, kegagalan pernapasan dan kematian.

Kadar CO2 merupakan indikator untuk mengetahui efektif tidaknya sistem ventilasi dalam ruangan yang bersangkutan. Kadar CO2 dalam suatu ruangan harus diusahakan < 1.000 ppm. Apabila kadar CO2melebihi batas tersebut maka memberikan indikasi bahwa jumlah udara segar yang dialirkan melalui sistem ventilasi tidak mencukupi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suatu ruangan dengan konsentrasi CO2 diatas 1.000 ppm menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan bagi pekerjanya (Sri Anjani, 2011).

Faktor risiko keberadaan CO adalah:

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar CO antara lain:

a. Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar terjadi pertukaran udara untuk mengalirkan udara sisa hasil pembakaran.

b. Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan. c. Tidak merokok di dalam ruangan.

d. Tidak menghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam ruangan tertutup. e. Melakukan pemeliharaan peralatan pembakaran secara berkala.

4. Karbon dioksida (CO2)

Dampak konsentrasi paparan Karbon dioksida (CO2) adalah:

a. Pada konsentrasi di atas nilai ambang batas yang dipersyaratkan, dapat menyebabkan mengantuk, sakit kepala, dan menurunkan aktivitas fisik. b. Pada konsentrasi 3% (30.000 ppm), bersifat narkotik ringan dan

menyebabkan peningkatan tekanan darah serta gangguan pendengaran. c. Pada konsentrasi 5% (50.000 ppm), menyebabkan stimulasi pernapasan,

pusing-pusing, dan kesulitan pernapasan yang diikuti oleh sakit kepala. d. Pada konsentrasi >8% (80.000 ppm,) dapat menyebabkan sakit kepala,

berkeringat terus menerus, tremor, dan kehilangan kesadaran setelah paparan selama 5-10 menit.

Faktor risiko keberadaan CO2adalah:

a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi, dan batu bara. b. Merokok di dalam ruangan.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar CO2 antara lain:

a. Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar terjadi pertukaran udara.

b. Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan. c. Tidak merokok di dalam ruangan.

d. Tidak meghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam ruangan tertutup. e. Pemeliharaan kendaraan bermotor secara berkala (lulus uji emisi. gas

buang).

f. Menanam tanaman di sekeliling rumah. 5. Timbal (Pb)

Dampak Timbal (Pb) di udara dalam ruangan adalah: a. Gangguan pada sistem saraf pusat, sel darah, dan ginjal.

b. Dalam konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan konvulsi/kejang, koma, bahkan kematian.

c. Pajanan pada anak-anak atau janin dapat lebih parah, karena menyebabkan pertumbuhan yang terlambat, penurunan kecerdasan, mengurangi konsentrasi, dan gangguan perilaku.

Faktor risiko keberadaan Pb adalah:

a. Cat yang bahan dasarnya mengandung Pb. b. Gas timbal dapat pula berasal dari luar ruangan.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar Pb antara lain:

a. Membersihkan lantai dan ruangan tempat anak-anak bermain, menggunakan campuran air dan deterjen yang mengandung fosfat berkonsentrasi tinggi, sehingga dapat membersihkan timbale yang ada beserta debu.

b. Membiasakan anak-anak selalu mencuci tangan dengan sabun. c. Tidak menggunakan cat yang mengandung Pb.

d. Tidak membakar, membersihkan, atau mengerok/mengelupas kayu bercat karena kemungkinan cat tersebut mengandung Pb.

e. Bagi pekerja yang berhubungan dengan Pb (pekerja pabrik aki bekas/pemulung) sebaiknya mengganti pakaian kerja serta mencuci tangan dan kaki dengan sabun sebelum memasuki rumah.

f. Mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium dan zat besi yang tinggi.

g. Pemeliharaan kendaraan bermotor secara berkala (lulus uji emisi gas buang).

6. Asbes

Asbes dapat memicu terjadinya kanker (karsinogenik), dan asbestosis (kerusakan paru permanen). Faktor risiko keberadaan asbes ialah pada bahan bangunan yang mengandung asbes (atap dan langit-langit), dan sebagai isolasi tahan api.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar asbes adalah:

a. Pastikan bahan yang mengandung asbes dalam kondisi baik, periksa secara berkala dan mengganti bahan bangunan sebelum mengalami kerusakan (pelapukan).

b. Jangan memotong, mengamplas, atau menggunakan bahan bangunan yang mengandung bahan asbes.

c. Jangan membuang bahan yang mengandung asbes secara sembarangan. Apabila akan memusnahkan bahan yang mengandung asbes, sebaiknya menggunakan tenaga terlatih.

d. Menggunakan alat pelindung diri pada saat melakukan kegiatan yang berkaitan dengan asbes.

7. Formaldehid (HCHO)

Dampak Formaldehid (HCHO) adalah:

a. Gas formaldehid dapat menyebabkan mata berair, rasa terbakar pada mata dan tenggorokan, sulit bernapas terutama dalam konsentrasi lebih dari 0,1 ppm.

b. Pada konsentrasi lebih tinggi dapat menjadi pencetus serangan asma dan mungkin dapat menyebabkan kanker pada manusia.

Pemaparan formaldehid pada kadar yang cukup rendah 0,05-0,5 ppm dapat menyebabkan mata terbakar, iritasi pada saluran nafas bagian atas dan dicurigai bersifat karsinogen (Anjani, 2011). Gas formaldehid akan mengiritasi

bergantung pada tingkat serta luasnya pajanan, mulai dari rasa terbakar di mata, hidung dan saluran napas, dada terasa berat dan mengi. Reaksi berat pada pajanan akut formaldehid diasosiasikan dengan hipersensitivitas saluran napas (Yulianti, dkk, 2012).

Faktor risiko keberadaan formaldehid adalah:

a. Bahan bangunan dan produk-produk rumah tangga.

b. Hasil samping dari pembakaran bahan bakar biomasa dan proses alamiah lainnya, sehingga gas ini secara alamiah berada dalam ruang maupun luar ruang.

c. Dalam rumah, berasal dari kayu olahan yang diawetkan dengan resin formaldehid urea atau fenol formaldehid, cat, lem dan produk-produk kayu olahan lainnya.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar formaldehid adalah:

a. Menggunakan produk kayu untuk perabotan (pressed woods) yang direkomendasikan aman bagi kesehatan, yaitu yang beremisi lebih rendah karena mengandung fenol resin dan bukan urea resin.

b. Mencari tahu tentang kadar formaldehid dalam perabotan atau bahan baku bangunan sebelum anda membelinya.

c. Menggunakan penyejuk udara Air Conditionioner (AC) dan pengatur kelembaban untuk mempertahankan suhu sedang (tidak terlalu panas atau dingin) serta mengurangi tingkat kelembaban.

8. Volatile Organic Compounds (VOCs)

Dampak Volatile Organic Compounds (VOCs) adalah:

a. Gangguan kesehatan akibat pajanan VOCs cukup bervariasi tergantung dari jenis senyawanya seperti iritasi mata, hidung, tenggorokan, sakit kepala, mual, kehilangan koordinasi sampai dengan kerusakan ginjal, hati dan sistem syaraf pusat.

b. Produk-produk yang mengandung methylene chloride termasuk cat, pelarut dan aerosol cat diketahui menyebabkan kanker pada hewan.

c. Senyawa ini juga dapat dikonversi menjadi karbon monoksida dalam tubuh dan dapat menimbulkan gejala seperti keracunan karbon monoksida. VOCS muncul dalam bentuk gas dari berbagai padatan atau cairan. VOCs yang merupakan variasi dari bahan-bahan kimia, memiliki efek kesehatan yang merugikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rini Iskandar, 2007). Konsentrasi dari VOCs biasanya lebih besar di dalam gedung (indoors) daripada di luar gedung (outdoors). Keberadaan VOCs dalam ruang kerja dideteksi muncul dari berbagai produk seperti cat, bahan pengelupas cat, bahan pengawet kayu, alat penyemprot aerosol, pembersih dan desinfectants, material gedung dan perlengkapan, peralatan kantor seperti mesin fotokopi dan printer, correction fluids, perekat, cap permanen (permanent markers), dan penyegar udara (Iskandar, 2007).

Efek kesehatan yang ditimbulkan dari VOCs adalah sakit kepala, iritasi mata, hidung, dan tenggorokan. Bila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, beberapa

dengan konsentrasi 25 mg/m3 menyebabkan respons inflamasi dan iritasi saluran napas. Iritasi mukosa saluran napas dan efek neurotoksik akan memberikan kontribusi timbulnya gejala kompleks yang dihubungkan dengan Sick Building Syndrome (Hidayat, dkk, 2012).

Faktor risiko keberadaan VOCs adalah:

a. Dikeluarkan sebagai gas oleh beragam produk seperti cat dan vernis, cairan pembersih dan disinfektan, pestisida, bahanbahan bangunan dan pelapis, peralatan kantor seperti mesin fotokopi dan printer, bahan-bahan kerajinan dan grafis, termasuk lem dan dan perekat, spidol permanen, dan pelarut fotografi.

b. Penggunaan maupun penyimpanan bahan bakar minyak atau pelarut organik.

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar VOCs antara lain:

a. Meningkatkan ventilasi ketika menggunakan produk yang memancarkan VOCs.

b. Tidak menyimpan kontainer bahan yang mengandung VOCs baik yang masih terpakai maupun yang tidak terpakai.

c. Kurangi pajanan dengan melindung/menutup semua permukaan panel dan perabotan lainnya yang terbuka.

d. Menggunakan teknik-teknik pengelolaan hama terpadu untuk mengurangi kebutuhan akan pestisida.

f. Jauhkan bahan-bahan yang mengandung VOCs dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan.

g. Jangan pernah mencampur produk perawatan rumah tangga, kecuali sesuai dengan petunjuk pada label kemasan.

h. Ikuti petunjuk penggunaan apabila menggunakan bahan yang mengandung VOCs.

i. Dilarang merokok

9. Asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS)

Dampak Asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS) adalah: a. ETS dapat memperparah gejala anak-anak penderita asma.

b. Senyawa dalam asap rokok menyebabkan kanker paru pada manusia, impotensi, serangan jantung, gangguan kehamilan dan janin, bersifat iritan yang kuat.

c. Bayi dan anak-anak yang orang tuanya perokok mempunyai risiko lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan gejala sesak napas, batuk dan lendir berlebihan.

Faktor risiko keberadaan ETS ialah padassap rokok yang terhirup oleh pernapasan. Sedangkan upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar ETS antara lain:

a. Merokok di luar rumah yang asapnya dipastikan tidak masuk kembali ke dalam rumah.

c. Penyuluhan kepada para perokok.

d. Penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya menghirup asap rokok. Selain parameter diatas, ada 1 parameter bahan kimia lagi yang dapat menurunkan kualitas udara dalam runagan yaitu ozon. Berbagai proses kegiatan dan peralatan yang menggunakan sinar ultra violet (UV) atau menyebabkan ionisasi udara mungkin menghasilkan ozon. Peralatan kerja yang dapat mengeluarkan ozon antara lain : printer laser, lampu UV, mesin fotocopy, dan ioniser. Ozon merupakan gas yang sangat beracun dan mempunyai efek pada 180 konsentrasi rendah. Menurut WHO, ozon dapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Oleh karena ozon merupakan gas yang sangat mudah bereaksi, pada umumnya hanya dapat dijumpai dekat dengan sumbernya dan hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada lingkungan udara dalam ruangan (Anjani, 2011).

Oleh karena itu, berdasarkan pendapat Laila (2011) dapat disimpulkan bahwa kualitas kimia partikulat, Volatile Organic Compound (VOCs), formaldehid, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dan ozon merupakan salah satu faktor risiko terjadinya SBS.

Dokumen terkait