• Tidak ada hasil yang ditemukan

ijk = pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j, lokasi ke-k

Tabel 6 Sidik ragam gabungan menggunakan model acak

Sumber Keragaman db Kuadrat Tengah Nilai F

Lingkungan (E) L-1 M5 M5/ M4

Ulangan/Lingkungan L(r-1) M4 -

Genotipe (G) g-1 M3 M3/M1

G x E (L-1)(g-1) M2 M2/M1

Galat L(r-1)(g-1) M1 -

Keterangan : L (jumlah lokasi), r (jumlah ulangan), g (jumlah genotipe)

Analisis Stabilitas

Analisis stabilitas dilakukan untuk memperoleh galur-galur yang memiliki stabilitas hasil di semua lokasi uji. Pendugaan parameter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan stabilitas hasil yaitu analisis stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978), analisis stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963) analisis stabilitas menurut Eberhart dan Russel (1966) dan analisis AMMI.

a. Analisis stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978)

Ragam lingkungan (�2) dan koefisien ragam (CVi) digunakan untuk

menentukan kestabilan suatu genotipe.

CVi =

�2

x 100%

dimana:

CVi = Koefisien variasi genotipe �2 = Kuadrat tengah dalam genotipe

Nilai koefisien variasi dari tiap genotipe digunakan untuk menentukkan stabil tidaknya suatu genotipe. Suatu genotipe dikatakan stabil jika nilai koefisien variasi genotipenya kurang dari 25%.

b. Analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963)

Analisis stabilitas menurut Finlay dan Wilkinsons menggunakan regresi antara genotipe dengan rataan genotipe di setiap lingkungan dalam skala log. Rata-rata hasil semua genotipe pada tiap lingkungan digunakan sebagai absis, dan hasil tiap genotipe pada tiap lingkungan digunakan sebagai ordinat. Sudut koefisien regresi menunjukkan wilayah adaptabilitas dan stabilitas genotipe.

1. suatu genotipe yang memiliki koefisien regresi b yang lebih besar dari satu dan signifikan menunjukkan bahwa genotipe tersebut beradaptasi baik pada lingkungan subur dengan kata lain adaptif terhadap perubahan lingkungan (Gambar 3),

2. genotipe dengan nilai b yang lebih kecil dari satu tidak sensitif terhadap perubahan lingkungan, karena itu beradaptasi pada lingkungan yang kurang subur (Baihaki 2000).

Spesifik beradaptasi pada lingkungan baik

1.0 kurang stabilitas beradaptasi baik

beradaptasi rata-rata pada semua lingkungan

Spesifik beradaptasi pada lingkungan kurang baik

Rata-rata hasil

Gambar 3 Interpretasi umum nilai b dari pola populasi genotipe ketika koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963)

c. Analisis stabilitas Eberhart dan Russel (1966)

Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil menggunakan metode menurut Eberhart dan Russel (1966) dalam Singh dan Chaudhary (1985), dengan model regresi yang digunakan adalah :

Yij= m + βiIj+ ij dimana:

Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j

m = rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan

βi = koefisien regresi, respon genotipe ke-i pada lingkungan berbeda

Ij = indeks lingkungan yaitu rata-rata semua genotipe pada lingkungan ke-j

dikurangi rata-rata seluruh percobaan Ij =

δij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j

Parameter stabilitasnya:

1. Koefisien regresi (bi); bi = 2

2. Simpangan dari regresi δ2; δ2 = δij

2 j l−2 − Se2 r dimana: ��2

� = dugaan galat gabungan

2 = 2 2

� −

( )2

2

Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1 dan memiliki

nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah δ2 = 0. Tabel sidik ragam analisis stabilitas menurut Eberhart dan Russel (1966) disajikan pada Tabel 7.

d. Analisis AMMI

Analisis AMMI merupakan teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinier. Prinsipnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinier bagi pengaruh interaksi (Mattjik dan Sumertajaya 2006). AMMI sangat efektif menjelaskan

interaksi genotipe dengan lingkungan. Biplot digunakan untuk memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007).

Tabel 7 Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel

Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah

Galur (G) g – 1 2.. − � Interaksi G x L g (L – 1) 2− 2 Lingkungan (linier) L . 2 �� 2 Interaksi G x L (linier) g – 1 2 2 − � . ( ��) Simpangan gabungan g (L – 2) 2 Galur 1 L – 2 2 2 − 2 2 Galur 2 L – 2 ⋮ Galur 12 L – 2 2 � 2 − � 2 2 Galat gabungan L (g – 1) (r – 1) Total g L – 1 Yij2FK j i

Keterangan: L (jumlah lokasi), r (jumlah ulangan), g (jumlah genotipe)

Pemodelan bilinier pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan sebagai berikut:

 Menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks genotipe (baris)* lingkungan (kolom) sehingga matriks berukuran a x b:

=

11 … 1

… … …

1 …

 Menguraikan bilinier terhadap matriks pengaruh interaksi �� =

=1

�� �� + ��

Model AMMI secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut dan model analisis ragam AMMI (Tabel 8):

Yger = µ + g + βe + ����+���+ ger dimana:

Yger = nilai pengamatan pada genotipe ke -g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r

µ = rataan umum

g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g

βe = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e

= nilai singular untuk komponen bilinier ke-n

�� = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinier ke-n �� = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinier ke-n

�� = simpangan dari pemodelan linier

ger = pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r

Tabel 8 Model analisis ragam AMMI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat

Tengah Nilai F

Lingkungan (L) L-1 KTL KTL/ KTGalat

Ulangan /Lingkungan L(r-1) KTr/L KTr/L/KTGalat

Genotipe (G) G-1 KTG KTG/KTGalat

G x L (L-1)(G-1) KTG*L KTG*L/KTGalat

IAKU1 G+L-1-(2x1) KTIAKU1 KTIAKU1/ KTGalat

IAKU2 G+L-1-(2x2) KTIAKU KTIAKU2/ KTGalat

IAKUn g+L-1-(2xn) KTIAKUn KTIAKU1n/ KTGalat

Galat L(r-1)(G-1) KTGalat -

Total G L r-1

Keterangan: L (lingkungan), G (genotipe), r (ulangan), IAKU (Interaksi Analisis Komponen Utama)

Kondisi Umum Penelitian

Kondisi umum penelitian cukup baik. Karakteristik lingkungan pengujian berbeda-beda antar lokasi. Kondisi tanah di Taman Bogo pada musim uji pertama memiliki kejenuhan Al agak tinggi pada ulangan I sehingga tanaman kurang tumbuh secara optimal (Sulaeman 2012). Kondisi tanah di Taman Bogo pada musim kedua lebih baik dibanding musim pertama. Lingkungan tumbuh di Natar musim pertama dan kedua merupakan lahan kering tegalan. Karakteristik lahan lingkungan Indramayu pada musim pertama merupakan lahan di bawah tegakan pohon jati. Lingkungan penanaman Indramayu pada musim kedua merupakan lahan kering dengan kondisi tidak rata. Lokasi Sukabumi musim pertama dan kedua merupakan lahan sawah yang dikeringkan. Lokasi Purworejo musim pertama dan kedua merupakan lahan kering di dataran rendah dengan tekstur tanah sedikit berpasir. Lokasi pengujian Wonosari merupakan lahan kering berteras dataran rendah dan sedikit berbatu. Lokasi Malang musim pertama merupakan lahan kering dikelilingi pohon dan musim kedua merupakan lahan sawah dikeringkan dan terletak di dataran agak tinggi. Karakteristik umum lingkungan pengujian disajikan pada Lampiran 4.

Pengujian musim pertama dilaksanakan selama bulan Oktober 2010 hingga April 2011 (Sulaeman 2012). Pengujian musim kedua dilaksanakan bulan November 2011 hingga Maret 2012 kecuali lokasi Malang yang dilaksanakan bulan Maret hingga Juli 2011. Pertumbuhan awal tanaman secara umum baik di semua lokasi karena ketersediaan air yang cukup. Curah hujan yang cukup mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman di semua lokasi penanaman. Data klimatologi lingkungan pengujian disajikan pada Lampiran 5.

Hama mentul (Phillophaga helleri) muncul di Wonosari pada musim pertama maupun kedua, tetapi penyebarannya dapat dicegah sehingga tidak sampai menyebabkan kerusakan tanaman pada fase pertumbuhannya. Serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) dan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) terjadi di Sukabumi musim pertama dan kedua, Indramayu, Purworejo, Taman Bogo dan Natar dengan tingkat serangan berbeda-beda.

Sukabumi merupakan daerah endemik blas daun. Serangan ini masih dapat ditanggulangi dengan pengendalian penyakit secara intensif sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang parah.

Serangan walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi pada saat muncul malai sampai bulir padi matang susu. Bulir padi yang dihisap cairannya oleh walang sangit menyebabkan gabah menjadi hampa dan berubah warna. Serangan walang sangit terjadi di Natar, Indramayu dan Sukabumi dengan tingkat serangan rendah. Pengendalian intensif dengan aplikasi insektisida efektif mengendalikan serangan walang sangit.

Serangan burung terjadi pada fase generatif sampai menjelang panen. Lokasi Sukabumi, Purworejo, dan Malang musim pertama menunjukkan serangan burung sejak awal pengisian biji. Hal ini disebabkan karena ketidaksamaan waktu tanam dengan areal pertanaman sekitar dan umur genotipe yang diuji lebih genjah, sehingga serangan burung terkonsentrasi pada satu tempat tertentu. Rata-rata kehilangan hasil akibat serangan burung di lingkungan Malang musim pertama mencapai 30% untuk varietas berumur panjang (Sulaeman 2012). Serangan burung hampir tidak terjadi di semua lokasi pengujian musim kedua. Serangan burung yang cukup terlihat hanya pada lokasi Malang dengan tingkat serangan rendah.

Analisis Stabilitas Hasil Selama Dua Musim Tanam

Penelitian stabilitas musim tanam pertama sudah dilakukan oleh Sulaeman (2012). Data produktivitas GKG musim pertama dan musim kedua dikompilasi untuk kemudian dilakukan analisis stabilitas hasil. Sidik ragam gabungan karakter produktivitas GKG dari tujuh lokasi pengujian musim pertama dan kedua akan ditampilkan dengan asumsi perbedaan musim tanam dianggap sebagai lingkungan yang berbeda. Hal tersebut menjadikan lingkungan pengujian menjadi 14 lingkungan. Sidik ragam gabungan 14 lingkungan diperlihatkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sidik ragam gabungan produktivitas gabah kering giling dari 14 lingkungan (7 lokasi selama dua musim pengujian)

Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Kontribusi terhadap keragaman (%) Lokasi (E) 13 553.98 42.61 93.37** 34.88 Ulangan/Lokasi 42 100.26 2.39 5.23** 6.31 Genotipe (G) 11 270.74 24.61 53.59** 17.05 G × E 143 452.51 3.16 6.93** 28.49 Galat 462 210.85 0.46 Total 671 1588.34

Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %.

Sidik ragam gabungan dari 14 lingkungan menunjukkan semua sumber keragaman sangat nyata terhadap hasil gabah kering giling (Tabel 8). Interaksi genotipe dan lingkungan (G × E) juga berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas gabah kering giling. Interaksi genotipe lingkungan yang sangat nyata menunjukkan setiap genotipe memberikan respon yang berbeda terhadap 14 lingkungan pengujian.

Lokasi mempunyai peran 34.88% terhadap keragaman produktivitas GKG dan merupakan penyumbang keragaman paling besar diantara sumber keragaman yang lain. Hal ini mengindikasikan produktivitas GKG pada tiap lokasi pengujian sangat dipengaruhi keberagaman lokasi pengujian. Genotipe hanya menyumbang 17.05% dari keragaman yang ada. Interaksi genotipe dan lingkungan yang nyata berkontribusi pada keragaman sebesar 28.49% (Tabel 9).

Galur yang diterima dalam pengujian daya produktivitas karena penampilannya sangat baik pada suatu daerah tertentu, tetapi pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan di daerah tersebut mempunyai peranan sangat besar dalam memunculkan keragaman. Stratifikasi lingkungan dapat digunakan untuk mengurangi interaksi genotipe lingkungan. Stratifikasi tersebut didasarkan pada perbedaan lingkungan makro antara lain perbedaan temperatur, penyebaran hujan dan tipe tanah. Dengan metode stratifikasi ini dapat ditemukan suatu pengurangan nilai interaksi genotipe dan lingkungan sampai sebesar 30% (Eberhart and Russel, 1966). Meskipun demikian metode stratifikasi memiliki kelemahan karena nilai interaksi antara genotipe dan lingkungan masih terlalu besar.

Kompilasi data produktivitas GKG selama dua musim menunjukkan bahwa genotipe WI-44 merupakan galur dengan produktivitas GKG terbaik (4.88 ton ha-1) dibanding sembilan galur lainnya. Produktivitas GKG rata-rata WI-44 masih lebih tinggi dibanding varietas pembanding Batutegi dan berdasarkan uji Duncan produktivitas GKG WI-44 tidak berbeda nyata dengan Way Rarem (Tabel 10). Rata-rata produktivitas GKG varietas pembanding yang digunakan, yaitu Batutegi dan Way Rarem masing-masing adalah 4.60 dan 4.98 ton ha-1 (Tabel 10).

Perbandingan produktivitas GKG tiap genotipe dengan varietas pembanding Batutegi dan Way Rarem diperlihatkan pada Gambar 4. Genotipe IW-44 unggul 0.28 ton ha-1 dibanding Batutegi dan menjadi satu-satunya genotipe diantara sepuluh genotipe yang lebih unggul dibandingkan dengan Batutegi. Galur IW-67 merupakan galur dengan peringkat kedua tertinggi rata-rata produktivitas GKG. Rata-rata produktivitas GKG galur IW-67 (4.53 ton ha-1) tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan varietas Batutegi (Tabel 10).

Potensi produktivitas GKG tertinggi dimiliki galur WI-44 yang mencapai 10.28 ton ha-1 pada lingkungan Malang musim kedua. Galur IW-67 memiliki potensi produktivitas GKG 9.09 ton ha-1 pada lingkungan yang sama. Kondisi lingkungan Malang musim kedua merupakan kondisi lingkungan terbaik yang mampu menunjukkan potensi produktivitas kedua galur tersebut.

Gambar 4 Rata-rata kekurangan dan kelebihan produktivitas galur-galur yang diuji terhadap pembanding. (A) Batutegi (B) Way Rarem.

Fluktuasi produktivitas GKG yang tinggi ditunjukkan pada lingkungan Malang musim kedua. Kisaran GKG pada lingkungan tersebut antara 2.19 ton ha-1

3. 24 4. 05 4. 88 3. 49 2. 95 4. 53 3. 38 3. 50 4.10 3.87 4. 60 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 III3 -4- 6- 1 I5 -10- 1- 1 WI -44 GI -7 O 18 -b -1 IW -67 IG -19 IG -38 IW -56 B 13 -2e B at ut egi to n h a -1

A

3. 24 4. 05 4. 88 3. 49 2. 95 4. 53 3. 38 3. 50 4.10 3.87 4. 98 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 III3 -4- 6 -1 I5 -10- 1- 1 WI -44 GI -7 O 18 -b -1 IW -67 IG -19 IG -38 IW -56 B 13 -2e W ay ra re m to n h a -1

B

hingga 10.28 ton ha-1. Perbedaan lingkungan Malang musim pertama dan kedua sangat berbeda. Lingkungan dengan fluktuasi rendah ditunjukkan oleh lingkungan Wonosari musim kedua (Gambar 5). Suatu genotipe atau varietas sekalipun, tidak akan selalu memberikan produktivitas yang sama besar jika ditanam pada lingkungan yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman lingkungan makro geofisik yang sangat besar yang akan memberikan keragaman lingkungan tumbuh yang sangat besar pula (Satoto et al. 2009). Pola interaksi genotipe lingkungan yang ditunjukkan pada Gambar 5 merupakan interaksi genotipe lingkungan kualitatif. Interaksi genotipe lingkungan kualitatif karakter produktivitas merupakan perbedaan peringkat produktivitas genotipe di suatu lokasi dengan lokasi lain. Pola interaksi genotipe lingkungan kualitatif dicontohkan oleh genotipe WI-44 dengan produktivitas 5.55 ton ha-1 unggul di lingkungan Purworejo musim pertama dibanding Way Rarem (4.35 ton ha-1). Di lingkungan Purworejo musim kedua Way Rarem (4.38 ton ha-1) unggul dibanding WI-44 (3.99 ton ha-1). Interaksi genotipe lingkungan kualitatif berpotensi menyulitkan pemulia untuk memilih genotipe-genotipe yang akan dilepas. Kondisi tersebut menyebabkan perlunya pengujian lebih lanjut berupa analisis stabilitas untuk menentukan genotipe, galur, atau varietas yang lebih tepat ditanam di suatu lingkungan (Cooper et al. 1996). Pola interaksi genotipe lingkungan kualitatif juga ditemukan pada penelitian Sulaeman (2012).

Gambar 5 Fluktuasi produktivitas gabah kering giling (GKG) di 7 lokasi selama dua musim. 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 SKB1 SKB2 IND1 IND2 PWJ1 PWJ2 WNS1 WNS2 TBG1 TBG2 MLG1 MLG2 NTR1 NTR2 to n h a -1

III3-4-6-1 I5-10-1-1 WI-44 GI-7

O18-b-1 IW-67 IG-19 IG-38

Rata-rata produktivitas GKG galur WI-44 dibanding galur uji lain unggul di tujuh lingkungan pengujian: lingkungan Sukabumi, Indramayu, Malang dan Natar pada musim pengujian pertama serta Indramayu, Purworejo dan Malang pada musim pengujian kedua. Produktivitas WI-44 dipengaruhi lingkungan tumbuh yang baik di lokasi tersebut. Lingkungan Malang musim kedua dan Sukabumi merupakan lingkungan sawah yang dikeringkan dengan tingkat curah hujan tinggi. Galur WI-44 memiliki produktivitas tinggi di lingkungan Indramayu musim pertama (dikelilingi tegakan pohon jati muda) dan Malang musim kedua (sawah dikeringkan). Galur WI-44 teridentifikasi sebagai galur toleran naungan (Sasmita 2006). Galur WI-44 memiliki kemampuan efisiensi fotosintesis sehingga mampu mempertahankan hasilnya pada lingkungan dengan intensitas cahaya rendah. Produktivitas WI-44 tertinggi pada lingkungan Malang sesuai dengan pengujian Sulaeman (2012) pada musim pertama (Tabel 10).

Galur I5-10-1-1 unggul di empat lingkungan pengujian: lingkungan Sukabumi dan Wonosari musim pengujian kedua serta lokasi Taman Bogo baik musim pengujian pertama maupun kedua. Galur I5-10-1-1 merupakan galur dengan kemampuan toleransi terhadap aluminium (Herawati et al. 2008). Galur I5-10-1-1 mampu beradaptasi pada lingkungan dengan cekaman Al seperti pada lingkungan Taman Bogo. Produktivitas I5-10-1-1 pada pengujian musim kedua unggul dibanding galur uji lain seperti hasil yang ditunjukkan pada pengujian musim pertama pada penelitian Sulaeman (2012). Rata-rata produktivitas galur I5- 10-1-1 (4.04 ton ha-1) menempati peringkat ke empat dari galur uji lain.

Produktivitas galur IW-67 (4.53 ton ha-1) menempati peringkat ke dua diantara galur uji lain setelah WI-44. Galur IW-67 unggul di lingkungan Purworejo musim pengujian pertama. Galur IW-67 merupakan galur hasil kultur antera persilangan ITA-247 dengan Way Rarem yang memiliki kemampuan toleran naungan (Sasmita 2006). Produktivitas galur IW-56 (4.10 ton ha-1) menempati peringkat ke tiga diantara galur uji lain dan unggul di Wonosari musim pengujian pertama (Tabel 10).

Rata-rata produktivitas GKG tertinggi ditunjukkan oleh lokasi Malang pada musim kedua dengan nilai (6.29 ton ha-1). Kondisi lingkungan yang berbeda ditunjukkan oleh nilai indeks lingkungan yang berbeda (Tabel 10). Lokasi dengan

nilai indeks lingkungan tinggi akan mempunyai rata-rata produktivitas tinggi (Harsanti et al. 2003). Indeks lingkungan tertinggi (2.33) dimiliki oleh lingkungan Malang musim kedua. Indeks lingkungan terendah (-1.02) ditunjukkan oleh lingkungan Indramayu musim pengujian pertama. Rata-rata produktivitas di lokasi Indramayu musim pertama 2.77 ton ha-1 merupakan rata-rata produktivitas terendah dibanding lingkungan uji lain.

Rata-rata produktivitas di lingkungan Taman Bogo musim pertama dan kedua tidak berbeda nyata secara statistik. Indeks lingkungan Taman Bogo musim pertama dan kedua adalah 0.03 dan -0.03. Secara indeks lingkungan, kondisi Taman Bogo musim pertama lebih baik dibanding musim kedua. Lokasi Malang dan Sukabumi pada musim pertama dengan rata-rata produktivitas 4.46 ton ha-1 dan 4.30 ton ha-1 tidak berbeda nyata. Indeks lingkungan Malang musim pertama (0.49) masih lebih baik dibanding lingkungan Sukabumi musim pertama (0.34). Rata-rata produktivitas lingkungan Natar musim pertama dan Wonosari musim kedua tidak berbeda secara statistik. Indeks lingkungan Natar musim pertama dan Wonosari musim kedua -0.57 dan -0.52 (Tabel 10).

Koefisien keragaman tertinggi terdapat pada lokasi Taman Bogo musim ke satu yaitu sebesar 25.66%. Lokasi Malang musim kedua memiliki koefisien keragaman paling rendah yaitu 8.70%. Keragaman hasil di masing-masing lingkungan menunjukkan adanya respon yang berbeda-beda dari tiap galur, baik terhadap lokasi dan musim pengujian. Interaksi yang nyata antara genotipe lingkungan (G x E) membuat pemeringkatan galur-galur di setiap lokasi pengujian berbeda-beda. Interaksi genotipe dan lingkungan dalam penelitian ini tergolong interaksi kualitatif. Interaksi kualitatif menyulitkan pemulia di dalam memilih genotipe stabil dengan produktivitas tinggi. Interaksi genotipe lingkungan kuantitatif lebih disukai karena interaksi tersebut menunjukkan pemeringkatan galur yang sama walaupun terjadi penurunan atau kenaikan produktivitas di lingkungan yang berbeda.

lingkungan IL (%) III3-4-6-1 I5-10-1-1 WI-44 GI-7 O18-b-1 IW-67 IG-19 IG-38 IW-56 B13-2e Batutegi

Rarem

_____________________________________________________________ton ha-1_____________________________________________________________________

SKB1 2.59 f 4.70 bcd 5.69 b 3.73 de 3.45 ef 5.08 bc 3.40 ef 3.70 de 4.14 cde 4.07 cde 4.16 cde 6.95 a 4.30 CD 0.34 15.55

SKB2 4.27 bcde 5.40 a 4.91 ab 3.57 def 3.66 cdef 4.57 abc 3.51 ef 3.33 ef 4.49 abcd 3.08 f 4.13 bcde 4.96 ab 4.16 DE 0.19 14.42

IND1 2.95 abcd 2.88 abcd 3.24 ab 2.72 abcd 2.17 bcd 3.14 abc 1.86 d 2.06 cd 2.51 bcd 2.91 abcd 3.01 abc 3.79 a 2.77 I -1.20 24.03

IND2 2.28 d 3.27 bc 3.82 ab 2.43 d 2.76 cd 3.75 ab 2.28 d 2.33 d 3.17 bc 3.12 bc 3.41 abc 4.09 a 3.06 GH -0.91 14.25

PWJ1 4.88 bcd 4.62 bcde 5.55 abc 2.53 f 3.19 ef 6.94 a 2.66 f 3.28 ef 6.81 a 3.54 def 5.89 ab 4.35 cde 4.52 C 0.56 20.64

PWJ2 1.39 f 2.69 cde 3.99 ab 1.79 def 1.66 ef 3.74 abc 2.33 def 2.22 def 2.89 bcd 3.55 abc 3.82 abc 4.38 a 2.87 HI -1.09 25.27

WNS1 2.39 d 3.44 abc 3.74 ab 2.60 bc 2.41 d 4.35 a 3.61 abc 3.38 abc 4.39 a 2.52 bc 3.14 abc 3.87 a 3.32 FG -0.65 23.17

WNS2 2.59 b 4.14 a 4.08 a 3.25 ab 2.97 ab 3.14 ab 3.20 ab 3.28 ab 3.35 ab 3.94 a 3.27 ab 4.10 a 3.44 F -0.52 22.62

TBG1 3.36 bc 4.51 ab 4.02 abc 3.69 bc 2.52 c 3.85 abc 4.48 ab 4.13 abc 3.21 bc 4.41 ab 5.54 a 4.24 ab 4.00 E 0.03 25.66

TBG2 2.87 d 4.94 a 3.87 bc 4.88 a 3.84 bc 3.13 cd 3.99 bc 4.43 ab 2.76 d 3.95 bc 4.58 ab 3.93 bc 3.93 E -0.03 13.68

MLG1 3.11 h 4.11 def 5.98 a 5.10 bc 3.58 fgh 3.90 efg 4.32 de 4.51 cde 3.25 gh 4.66 bcd 4.28 def 5.33 ab 4.46 CD 0.49 10.61

MLG2 5.89 d 4.29 f 10.28 a 4.50 ef 2.19 g 9.09 b 4.05 f 4.52 ef 8.72 b 5.31 de 7.41 c 9.29 b 6.29 A 2.33 8.70

NTR1 2.79 ef 2.99 de 4.15 bc 2.68 ef 2.68 ef 3.76 c 2.26 f 2.31 ef 3.53 dc 4.00 c 4.66 ab 4.99 a 3.40 F -0.57 12.60

NTR2 4.04 d 4.76 bcd 4.96 abc 5.42 ab 4.22 cd 4.94 abc 5.45 ab 5.60 ab 4.16 cd 5.08 abc 5.79 a 5.47 ab 4.99 B 1.02 11.30

Rata-rata

galur 3.24 d 4.05 c 4.88 a 3.49 d 2.95 e 4.53 b 3.38 d 3.50 d 4.10 c 3.87 c 4.60 b 4.98 a 3.96

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. SKB (Sukabumi), IND (Indramayu), PWJ (Purworejo), WNS (Wonosari), TBG (Taman Bogo), MLG (Malang), NTR (Natar); Angka 1 dibelakang inisial lokasi merujuk pada pengujian musim hujan tahun 2010/2011 dan angka 2 merujuk pada pengujian musim 2011/2012. IL = Indeks lingkungan.

Analisis Stabilitas Francis dan Kannenberg

Pengujian stabilitas selama dua musim tanam menggunakan konsep stabilitas yang dikemukakan Lin et al. (1986). Suatu genotipe dikatakan stabil jika (1) keragaman dalam lingkungannya kecil; (2) respon terhadap lingkungannya sebanding dengan respon rata-rata seluruh genotipe yang diujikan; (3) kuadrat tengah sisa dari indeks regresi lingkungannya kecil. Analisis stabilitas Francis dan Kannenberg merupakan uji stabilitas yang mewakili konsep stabil pertama dimana genotipe stabil merupakan genotipe dengan keragaman dalam lingkungannya kecil. Rekapitulasi parameter pengujian stabilitas yang didasarkan pada masing- masing metode uji stabilitas disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Parameter stabilitas hasil gabah kering giling dari 14 lingkungan (7 lokasi selama dua musim pengujian)

Galur Rata-rata (ton ha-1) CVi (%) bi δ 2 Ri2 Yi pada 2 ton ha-1 Yi pada 6 ton ha-1 III3-4-6-1 3.24 36.05 1.059tn 0.453 0.002 1.16 5.40 I5-10-1-1 4.05 21.04 0.574* 0.231 0.224 2.92 5.22 WI-44 4.88 36.12 1.664* 1.748 0.127 1.61 8.26 GI-7 3.49 32.20 0.812* 0.581 0.025 1.90 5.14 O18-b-1 2.95 24.98 0.276* 0.321 0.865 2.41 3.51 IW-67 4.53 36.58 1.462* 1.550 0.070 1.65 7.50 IG-19 3.38 30.29 0.712* 0.449 0.071 1.99 4.83 IG-38 3.50 30.04 0.855* 0.372 0.017 1.83 5.24 IW-56 4.10 41.69 1.448* 1.759 0.061 1.25 7.05 B13-2e 3.87 21.12 0.656* 0.086 0.159 2.58 5.20 Batutegi 4.60 28.15 1.178* 0.677 0.017 2.29 7.00 Way Rarem 4.98 30.24 1.305* 1.191 0.037 2.42 7.64 Rata-rata 3.96

Keterangan: CVi = koefisien keragaman genotipe; bi = koefisien regresi genotipe, nilai bi *

(berbeda nyata dengan 1), tn (tidak berbeda nyata dengan 1); δ2=deviasi dari regresi kuadrat tengah; Ri2=koefisien determinasi; Yi=perkiraan hasil pada indeks

lingkungan tertentu pada uji stabilitas Finlay&Wilkinson.

Uji stabilitas Francis dan Kannenberg (1978) yang mendasarkan pengujian berdasarkan koefisien keragaman (CVi) setiap genotipe yang diuji pada beberapa

lingkungan. Genotipe I5-10-1-1, O18-b-1 dan B13-2e merupakan genotipe dengan nilai koefisien keragaman < 25%, dengan nilai berturut-turut 21.04%, 24.98% dan 21.12%. Hubungan produktivitas galur uji dengan nilai koefisien keragaman

genotipe ditunjukkan Gambar 6. Galur I5-10-1-1 merupakan galur yang terkategori stabil statis dan memiliki produktivitas (4.05 ton ha-1) lebih tinggi dibanding galur stabil statis lain (B13-2e dan O18-b-1).

Gambar 6 Hubungan koefisien keragaman genotipe dengan rata-rata produktivitas

Keragaman genotipe yang timbul akibat respon genotipe terhadap pengaruh lingkungan pengujian menjadi dasar konsep stabilitas Francis dan Kannenberg. Konsep stabilitas Francis dan Kannenberg bersifat statis karena hanya melihat respon masing-masing genotipe terhadap lingkungannya, tidak ada pembandingan langsung antar genotipe. Konsep stabilitas Francis dan Kannenberg dikategorikan sebagai stabilitas biologi yang berbeda jauh dengan konsep stabil secara agronomi (Becker dan Léon 1988). Jumlah wilayah dan lokasi pengujian sangat mempengaruhi konsep stabilitas ini. Semakin luas wilayah dan lokasi pengujian menyebabkan kondisi lokasi pengujian semakin beragam, sehingga konsep stabilitas ini menjadi tidak berarti.

Stabil secara biologi tetap memperhatikan produktivitas dari genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil dan memiliki produktivitas lebih tinggi dibanding rata- rata seluruh genotipe merupakan genotipe yang akan dipilih dan diproduksi lebih lanjut. Genotipe stabil biologis yang dapat direkomendasikan untuk dilepas sebagai varietas ialah genotipe I5-10-1-1 (4.05 ton ha-1) karena rata-rata

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 ra ta -ra ta pr o dukt iv it as (t o n h a -1)

(CVi) Koefisien keragaman genotipe (%)

III3-4-6-1 I5-10-1-1 WI-44 GI-7 O18-b-1 IW-67 IG-19 IG-38 IW-56 B13-2e Batutegi

produktivitas GKG nya masih lebih tinggi dibanding rata-rata total produktivitas GKG dari seluruh genotipe uji.

Analisis Stabilitas Finlay dan Wilkinson

Uji stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963) merupakan metode analisis stabilitas yang didasarkan pada koefisien regresi (bi) antara produktivitas rata-rata

suatu genotipe dengan rata-rata umum semua genotipe yang diuji di semua lingkungan pengujian. Pengujian ini mewakili konsep kedua yang dikemukakan oleh Lin et al. (1986). Konsep adaptabilitas dan stabilitas dapat dijelaskan dengan metode ini. Pengelompokan nilai koefisien regresi bi berdasarkan Finlay dan Wilkinson sebagai standar stabilitas dalam tiga kelompok, yaitu (1) stabilitas di

Dokumen terkait