• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Makroekonomi Terhadap Harga Saham

Dalam dokumen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 35-42)

Dalam nota keuangan 2010 yang dibacakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah memprioritaskan 7 kebijakan ekonomi nasional untuk membalikkan dampak krisis global di Indonesia ke arah pertumbuhan positif. Ketujuh prioritas kebijakan itu di antaranya adalah menjaga sektor riil tetap bergerak dengan salah satunya mengeluarkan kebijakan insentif fiskal untuk mendorong sektor riil tumbuh cepat, kedua mencegah terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja seiring upaya menurunkan angka pengangguran. Ketiga, menjaga stabilitas harga, terutama bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat dengan tetap menjaga angka inflasi dapat dipertahankan serendah mungkin. Keempat, menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat melalui berbagai instrumen.

Kelima, pemerintah akan memberikan perlindungan pada masyarakat miskin, melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat, Program Keluarga Harapan (PKH), beras bersubsidi, dan Bantuan Langsung Tunai bersyarat. keenam, menjaga ketahanan pangan dan energi, dan pemerintah akan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi sekitar 4 - 4,5 persen.

Hasilnya terlihat dari pertumbuhan PDB yang mencapai 5,1 persen pada triwulan I 2010 terhadap triwulan IV 2009 dan meningkat menjadi 6,1 persen pada akhir tahun 2010. tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan pada 2010 menjadi 7,14 persen pada Agustus 2010. Pemerintah juga berhasil menahan laju inflasi pada tahun 2010 di level 6,96 persen dengan mempertahankan BI rate di level 6,5 persen.

Semua informasi positif tersebut membuat pelaku pasar optimis sehingga membuat harga saham perbankan mengalami kondisi uptrend sampai dengan triwulan III, meskipun ada saham yang mengalami tren mendatar atau sideways trend pada triwulan II seperti saham BBNI yang lebih disebabkan oleh demand pasar.

Kenaikan harga bahan pangan di Asia menimbulkan masalah inflasi yang membuat inflasi beberapa negara menembus target yang ditetapkan bank sentral seperti China (4,6% vs 4%), India (8,3% vs 7%), dan juga Indonesia (7% vs 6%). Menanggapi hal ini bank sentral China dan India melakukan pengetatan moneter berupa kenaikan suku bunga pinjaman.

Hal inilah yang tidak dilakukan oleh Bank Indonesia sehingga investor menganggap bahwa BI bakal terlambat untuk meredam inflasi pada tahun 2011 yang berimbas pada penjualan saham yang sensitif terhadap suku bunga salah satunya adalah perbankan. Penjualan saham perbankan akhirnya membuat harga saham lima bank dalam penelitian ini terkoreksi yang dapat dilihat

pada trend triwulan IV yang menunjukkan downtrend (www.trimegah-am.com, Tinjauan pasar bulanan. Desember 2010).

Gambar 28. Trend Harga saham BBCA Triwulan I dan II 2011

Gambar 29. Trend Harga saham BBNI Triwulan I dan II 2011

Gambar 30. Trend Harga saham BDMN Triwulan I dan II 2011

Gambar 31. Trend Harga saham BBRI periode Februari 2010-Januari 2011

Gambar 32. Trend Harga saham BMRI periode Februari 2010-Januari 2011

4.3.2 Analisis Industri

Gejolak perekonomian dunia yang dimulai dari tahun 2007 tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat Indonesia hal itu dikarenakan peran perbankan untuk menjaga stabilitas perekonomian sudah sangat baik. Pada krisis 2008 fungsi intermediasi yang dijalankan oleh bank meningkat, hal ini terbukti dalam peningkatan pemberian kredit dari 995 triliun rupiah pada tahun 2007 menjadi 1.300 triliun rupiah pada akhir 2008. Peningkatan kredit yang terjadi pada tahun 2008 diikuti oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang jauh lebih lambat sehingga memicu terjadinya terjadi keketatan likuiditas (Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2008).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah dengan melakukan kebijakan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 55 triliun rupiah. Melalui kebijakan ini pemerintah berharap agar likuiditas bank-bank kecil tetap lancar.

Selama tahun 2008 perbankan Indonesia berhasil membukukan laba bersih sebesar 31 triliun rupiah menurun sebesar 11 persen dibandingkan dengan tahun 2007. Penurunan laba bersih perbankan disebabkan oleh kenaikan biaya operasional. Meningkatnya inflasi memaksa BI menaikkan kembali suku bunga BI ratenya. Bank Indonesia telah dua kali menaikkan suku bunganya masing-masing sebesar 25 basis poin dalam dua bulan terakhir, dari 8,0 persen menjadi 8,25 persen pada tanggal 9 Mei 2008 dan pada bulan Juni sebesar 25 basis poin sehingga mencapai 8,5 persen. Kenaikan BI rate ini mengindikasikan kenaikan suku bunga deposito yang berimbas pada naiknya biaya operasional. Tingkat kecukupan modal (CAR) perbankan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan sebesar 2,5 persen. Sementara itu Net Interest Margin mengalami kenaikan sebesar 0,1 persen menjadi 5,8 persen.

Sektor perbankan Indonesia masih mengalami tekanan akibat krisis ekonomi global pada semester pertama 2009. Bank Indonesia merespon dengan mengeluarkan kebijakan dengan menurunkan BI rate sampai sejauh 225 basis poin selama tahun 2009. Kebijakan yang dikeluarkan BI tersebut bertujuan untuk meningkatkan kredit pada sektor riil, akan tetapi penurunan tingkat suku bunga BI tidak diikuti oleh penurunan tingkat bunga bank umum, selain karena persepsi perbankan terhadap tingginya risiko sektor riil yang masih terimbas krisis keuangan global, perbankan Indonesia menerapkan strategi suku bunga yang tinggi untuk dapat mempertahankan tingkat keuntungan. Selama tahun 2009 perbankan Indonesia membukukan laba bersih sebesar 42,215 triliun rupiah.

Pertumbuhan ekonomi dan iklim usaha yang kondusif pada tahun 2010 membuat kinerja perbankan mengalami peningkatan, tercatat

dalam Statistik Perbankan Indonesia laba perbankan mencapai 57 triliun rupiah meningkat sekitar 26,75 persen dari laba bersih 2009 yang mencapai 45,215 triliun rupiah, sementara itu pendapatan operasional perbankan 2010 mencapai 350,873 triliun rupiah atau meningkat 17,67 persen dari pendapatan operasional 2009 yaitu sebesar 298,18 triliun rupiah.

Peningkatan kinerja perbankan tahun 2010 membuat bank asing ikut turun dalam persaingan industri perbankan dan mulai mengambil alih kepemilikkan bank lokal salah satu contohnya adalah dari Singapura seperti Temasek Holding dengan 68 persen kepemilikan saham di Bank BDMN, OCBC Bank dengan kepemilikan saham sebesar 70 persen di Bank NISP, CIMB Niaga dengan komposisi kepemilikan saham 60 persen Khazanah Nasional Bhd dan 20 persen CIMB Bank. Salah satu faktor yang membuat bank asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia adalah tingginya net interest margin (NIM) di Indonesia dengan rata-rata sebesar 6,0 persen sedangkan di negara asal mereka hanya sekitar 2-3 persen. Contohnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) sudah berhasil meraup NIM sebesar 9,1 persen pada tahun 2009, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) 6,1 persen, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 5,2 persen sedangkan bank yang termasuk dalam peringkat sepuluh besar di Indonesia seperti PT Bank Danamon Tbk. dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memperoleh NIM sebesar 8,2 persen dan 6,6 persen.

4.3.3 Analisis Perusahaan

Investor harus mengetahui kinerja perusahaan yang sahamnya akan dibeli dengan melihat pertumbuhan perusahaan tersebut, salah satu metodenya adalah dengan menggunakan model pertumbuhan dividend yield. Capital Asset Pricing Model digunakan oleh peneliti untuk menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor. Tingkat bunga bebas risiko (Rf) diperoleh dari rata-rata BI rate dari 2008-2010 yaitu sebesar 7,75 persen sedangkan return pasar (Rm) diperoleh dari tingkat rata-rata return IHSG selama 3 tahun

sebesar 38,2 persen. Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan pertumbuhan perusahaan dan tingkat pengembalian perusahaan

Tabel 4. Hasil perhitungan pertumbuhan dan tingkat pengembalian perusahaan Kode saham K (%) D0 P0 G(%) BBCA 29,7 70 5914 28,19 BBNI 56,8 56,92 2978,714 53,86 BDMN 43,7 91,12 5586,992 41,4 BBRI 43,1 132,08 9166,092 41,1 BMRI 48,3 88,8954 5872,866 46,1

Sumber : Data diolah

Peneliti menggunakan Dividend Discounted Model dengan pertumbuhan konstan (constant growth) dalam menganalisis nilai intrinsik kelima saham perbankan pada penelitian ini. Constant growth model berasumsi bahwa pertumbuhan perusahan konstan setiap tahunnya dan model ini sangat sesuai digunakan untuk menganalisis perusahaan yang telah dewasa bukan perusahaan yang sedang berkembang (James L. Farrell, Jr.,The Dividend Discount Model: A Primer).

Nilai growth (G) didapatkan melalui perhitungan dengan menggunakan metode dividend yield. Berikut merupakan tabel hasil perhitungan nilai intrinsik kelima saham perbankan

Tabel 5. Perhitungan nilai intrinsik saham biasa

Kode Saham Dt 1/(k-g) Vo Vaktual BBCA 70(1+0,2819) 66,225 5942,58 5914 BBNI 56,92(1+0,5386) 34,014 2978,81 2978,714 BDMN 91,12(1+0,414) 43,478 5601,65 5586,992 BBRI 132,08(1+0,411) 50 9318,244 9166,092 BMRI 88,8954(1+0,461) 45,454 5903,436 5872,866 Sumber : Data diolah

Dividen yang digunakan adalah dividen terakhir yang dibagikan oleh perusahaan yaitu dividen tahun 2009. Dividen ini akan digunakan untuk mengestimasi harga saham kelima emiten agar dapat diketahui

apakah harga saham overvalued atau undervalued melalui analisis DDM.

Dalam dokumen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 35-42)

Dokumen terkait