• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.2. Pengaruh Nilai Budaya Terhadap Perawatan Ibu Bersalin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik dengan uji regresi berganda variabel nilai budaya (kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pengetahuan dan sikap) berpengaruh yang bermakna terhadap perawatan selama persalinan (p<0,05). Hasil ini didukung dari persentase responden ibu bersalin yang memiliki kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pengetahuan dan sikap yang baik umumnya melakukan perawatan persalinan yang baik pula.

Demikian juga dengan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap beberapa ibu bersalin yang menjadi informan bahwa hal yang negatif dimana ibu bersalin berpendapat bahwa melahirkan merupakan hal yang biasa saja bagi perempuan dimana melahirkan adalah kodrat apapun yang terjadi sudah merupakan takdir dari Yang Maha Kuasa kita hanya menjalani saja semua sudah ditentukan, disamping itu tidak perlu direncanakan berlebihan dan persiapan cukup dengan kain panjang dan alat-alat untuk anak yang akan dilahirkan serta kebutuhan ibu seperti minyak selusuh, ramuan-ramuan atau rempah-rempahan sebagai bahan diminum dalam masa edah (masa nifas).

Menurut infroman sebaiknya melahirkan dirumah agar tidak diketahui oleh orang-orang lain yang dapat mengganggu proses persalinan pada prinsipnya infroman mengetahui tanda–tanda akan melahirkan seperti adanya rasa mulas, keluarnya darah dari kemaluan dan keinginan untuk mengedan dan apabila tanda-tanda seperti diatas sudah ada maka orang pertama kali diberitahu oleh informan adalah orang tua

perempuan untuk memanggil dukun kampung, satu orang tenaga penolong dan satu orang penyambut anak yang akan dilahirkan.

Proses persalinan dimulai dari adanya tanda-tanda persalinan yaitu adanya rasa sakit, adanya keinginan untuk mengedan dan keluarnya darah bercampur rasa nyeri sampai keluarnya anak dan placenta dengan lengkap.

Kebiasaan negatif yang dilakukan selama proses bersalin minum minyak selusuh untuk menimbulkan rasa ingin mengedan dan sebahagian minyak dimasukkan kedalam jalan lahir untuk melicin jalan lahir dan mempercepat proses persalinan, kemudian apabila anak lahir tali pusat dipotong setelah kakak (placenta) anak lahir dengan lengkap. Karena apabila tali pusat dipotong kakak anak (placenta) dapat masuk kedalam atau keatas bahagian perut yang dapat mengakibatkan kematian ibu. Kemudian talipusat dipotong bekas potongan diberi ramu-ramuan seperti kunyit bercampur kapur dan anak langsung dimandikan dengan air dingin, serta dipisahkan dari ibunya agar ibu dapat istirahat dan anak dirawat oleh orang tuanya.

Kebiasaan-kebiasaan negatif diatas seperti anak dibiarkan tidak terbungkus sebelum placenta lahir dapat terjadinya penguapan suhu tubuh anak secara berlebihan yang akan mengakibatkan terjadinya hipotermi serta anak dalam keadaan sianosis atau kekurangan oksigen. Memberikan ramuan pada potongan tali pusat yang tidak bersih dan steril merupakan media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya Tetanus neonatorum yang bisa mengakibatkan kejang dan pada akhirnya bisa meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak.

Selesai bersalin ibu tidak boleh bergerak selama selama 40 hari ibu hanya diatas tempat tidur tidak melakukan kegiatan, selama tiga hari tidak mandi hal ini dapat menyebabkan penumpukan cairan-cairan lochea yang merupakan media pertumbuhan kuman sehingga dapat menyebabkan infeksi nifas.

Pantangan terhadap makanan daging, ikan yang bersirif, sayur-sayuran dan buahan-buahan, pantangan ini menyebabkan penyembuhan luka jalan lahir yang lama dan kesehatan ibu tidak optimal, anemis, lemah, pusing, yang merupakan gejala kekurangan nutrisi yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan ibu pada masa nifas dan menurunnya kuantitas maupun kwalitas ASI.

Menurut informan ASI pertama (jolong) adalah minuman tidak baik atau kurang sehat bagi anak karena menurut informan ASI jolong masih bercampur darah, sehingga ASI tersebut berwarna kekuning-kuningan, ASI jolong ini tidak diberikan kepada anak kecuali setelah 3 hari ASI jolong akan berubah menjadi ASI yang baik bagi kesehatan anak dan ASI ini baru boleh diminum oleh anak, ASI jolong dipompa dan dibuang agar tidak terjadi pembengkakan pada payudara ibu. Tindakan ini sangat bertentangan dengan konsep inisiasi dini dan ASI eksklusif, bawah ASI jolong adalah ASI yang banyak mengandung zat nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan anak serta mengandung anti bodi yang dapat menghindari anak dari penyakit-penyakit infeksi tertentu terhadap anak.

Kebiasaan yang positif dalam perawatan pada ibu bersalin adalah pada dasarnya informan mengetahui tanda-tanda akan bersalin, disamping tenaga penolong dukun kampung untuk merasa nyaman karena dukun kampung mau menunggu si ibu

sampai dengan selesai dan datang kembali selama masa edah. Mereka juga memanggil bidan desa untuk mendapatkan obat-obat tambah darah dan kain kasa untuk membungkus bekas potongan tali pusat.

Kebiasaan ibu bersalin yang tidak baik, sebagian besar ibu yang mau bersalin sebaiknya tidak mengetahui diluar keluarga sehingga tidak mengkomunikasikan kepada orang lain (seperti tenaga kesehatan) karena kehamilan dirahasiakan, hal ini disebabkan karena takut adanya orang-orang yang menganggu proses persalinan. Yang mengetahui hanya dukun kampung. Apabila persalinan tidak mengalami faktor penyulit, maka persalinan langsung ditolong dukun kampung. Apabila terjadi penyulit (persalinan macet) ibu baru minta bantuan ke bidan desa atau tenaga kesehatan lainnya untuk mendapat suntikan angin (merangsang uterus) untuk mempercepat persalinan..

Sebagian besar ibu bersalin selalu minta didampingi oleh dukun kampung, karena memberikan rasa nyaman, mendampingi sampai selesainya persalinan, serta melakukan pekerjaan rumah diselesaikan oleh dukun sampai masa edah berakhir, sedangkan petugas kesehatan hanya memberikan obat dan pulang dan datang kembali sampai 40 hari (masa edah selesai).

Mendukung penelitian Martha dkk (2006) tentang hambatan dan pendukung penyediaan dan pemanfaatan pelayanan bidan di desa di Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten, menyimpulkan bahwa masih terdapat persepsi masyarakat terhadap kematian ibu disebabkan oleh faktor non medis seperti: agama, kepercayaan dan faktor supranatural. Persepsi tersebut menyebabkan perhatian terhadap kesehatan ibu menjadi lebih rendah.

Dokumen terkait