• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

HASIL PENELITIAN

6.1 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

Paparan asap rokok pada ibu hamil merupakan asap rokok yang berasal dari orang lain yang dihirup oleh ibu hamil. Ibu hamil yang terpapar asap rokok dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan selama kehamilan, hal ini dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki berat lahir rendah. Berdasarkan analisis multivariat pada variabel paparan asap rokok suami pada ibu hamil di rumah tangga yang dikontrol variabel karakteristik ibu menunjukkan bahwa paparan asap rokok suami merupakan faktor penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar (OR: 7,479; 95% CI: 2,058-27,175;).

Hasil uji statistik telah menunjukkan nilai Adjusted OR paparan asap rokok suami sebesar 7,479 berarti bahwa paparan asap rokok suami pada ibu hamil memiliki pengaruh murni sebesar 7,479 kali sebagai penyebab lahirnya bayi berat lahir rendah dan hubungan ini signifikan secara statistik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Indah (2010) bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 7,36 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Besarnya pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil sebagai penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah dalam penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah batang rokok yang dihisap, waktu mulai terpapar, dan lamanya paparan asap rokok dari suami yang dihirup oleh ibu hamil.

56

Kebiasaan merokok baik aktif maupun pasif merupakan perilaku berisiko yang patut dihindari. Rokok dapat membahayakan kesehatan terutama ibu hamil karena zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam rokok seperti tar, nikotin, karbon monoksida (CO), dan timah hitam (Pb) dapat mengganggu pertumbuhan janin di dalam kandungan. Dampak dari kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, komplikasi kehamilan, penurunan fungsi paru pada bayi, bayi berat lahir rendah, bahkan kematian bayi pada saat dilahirkan (Hindmarsh, 2008).

Penelitian Khattar (2011) di India yang menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok memiliki peluang lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Semakin banyak jumlah paparan asap rokok dari batang rokok yang dihisap maka semakin tinggi pula risiko ibu melahirkan bayi berat lahir rendah. Bila ibu hamil terpapar asap rokok dari suami yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang setiap hari berisiko 4,06 kali menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan yang tidak sama sekali menghisap rokok, bahkan meningkat 17,62 kali lebih berisiko bila terpapar terpapar asap rokok dari suami yang mengkonsumsi rokok > 20 batang setiap harinya.

Kandungan timah hitam (Pb) dalam rokok mampu menghasilkan polutan sebanyak 0,5 mikro gram, maka dapat diperkirakan bila seseorang mengkonsumsi satu bungkus (20 batang) rokok dalam satu hari polutan yang dihasilkan adalah 10 mikro gram. Batas ukuran timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 mikro gram per hari. Bila 40 batang rokok rata-rata dikonsumai oleh perokok berat setiap harinya, maka jumlah polutan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh

57

adalah dua kali lipat dari 20 batang rokok. Bila senyawa timah hitam ini dihirup oleh ibu hamil yang selanjutnya beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dapat mengganggu proses sirkulasi oksigen dan asupan gizi dari ibu untuk bayi menjadi terhambat (Manuaba, 2012).

Penelitian Abusalah (2011) di Kota Gaza menunjukkaan bahwa ibu yang selama kehamilan terpapar asap rokok di dalam lingkungan berisiko 3,4 kali lebih besar melahirkan bayi dalam keadaan berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok selama kehamilan. Karbon monoksida adalah gas beracun yang berpengaruh kuat terhadap kerja hemoglobin pada darah. Ikatan karbon monoksida dengan haemoglobin menyebabkan fungsi haemoglobin menjadi terganggu. Ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan memiliki peluang lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah karena kandungan karbon monoksida dalam rokok dapat mengurangi kerja haemoglobin dalam mengikat oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh, sehingga janin di dalam kandungan mengalami kekurangan oksigen dan gizi.

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada variabel paparan asap rokok anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah yang juga dikontrol variabel karakteristik ibu, menggambarkan bahwa paparan asap rokok anggota keluarga merupakan faktor risiko yang berpengaruh murni sebagai penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar (OR: 9,002; 95% CI: 2,434-33,286). Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa paparan asap rokok suami maupun paparan asap rokok anggota keluarga sama-sama memberi pengaruh signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

58

Sejalan dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang terpapar asap rokok berisiko 5,516 kali lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, termasuk nikotin di dalamnya (Bustan, 2000). Nikotin adalah senyawa alkaloid toksik bersifat adiktif sehingga menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Efek dari penggunaan nikotin dapat merusak sistem syaraf, mempersempit pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh tergantung dari jumlah tembakau yang terkandung di dalam rokok, kualitas rokok, menggunakan filter, lama dan dalamnya isapan (Manuaba, 2012). Kandungan nikotin pada rokok dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pembuluh darah yang berakibat terhambatnya aliran darah dan suplai makanan ke janin sehingga menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah.

Penelitian Rasyid (2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok selama kehamilan berpengaruh signifikan sebesar 4,2 kali lebih berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Pengaruh buruk dari asap rokok adalah menyebabkan gangguan pada plasenta. Plasenta memperluas wilayah di dalam rahim untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada janin. Hal ini mengakibatkan lapisan plasenta semakin menipis dan kemungkinan letak plasenta menjadi lebih rendah atau plasenta previa (plasenta ada pada mulut rahim). Ibu hamil yang terpapar asap rokok mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami keguguran dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena berkurangnya

59

kadar hormon kehamilan akibat terpapar asap rokok, padahal hormon kehamilan sangat diperlukan untukmenjaga kehamilannya hingga masa persalinan.

Penelitian Mumbare (2009) di India menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 4,10 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dan hubungan ini signifikan secara statistik. Kandungan nikotin dari paparan asap rokok pada ibu hamil dapat mengganggu proses distribusi makanan dari ibu pada janin. Sedangkan karbon monoksida akan mengikat hemoglobin di dalam darah, akibatnya kerja hemoglobin untuk menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu dan menghambat proses penyaluran sari-sari makanan pada janin. Bila distribusi zat makanan pada janin mengalami hambatan maka dapat mempengaruhi perkembangan janin di dalam kandungan dan berdampak pada berat badan lahir bayi pada saat persalinan.

Berdasarkan hasil analisis paparan asap rokok suami dan anggota keluarga pada ibu hamil di rumah tangga menggambarkan bahwa ada kecenderungan peningkatan risiko terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Bila di dalam suatu rumah tangga tidak ada sama sekali anggota keluarga yang merokok maka tidak ada risiko untuk menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Namun bila di dalam rumah tangga ada salah satu saja anggota keluarga yang merokok, baik itu suami maupun anggota keluarga maka risiko yang ditimbulkan untuk kejadian bayi berat lahir rendah adalah 6,370 kali berisiko dibandingan dengan rumah tangga yang anggota keluarganya sama sekali tidak ada yang merokok (OR: 6,370; 95% CI: 2,643-15,562).

60

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Krstev (2008) di Kota Serbia yang menemukan bahwa ibu hamil yang secara teratur terpapar asap rokok berisiko 2,68 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Ibu hamil yang setiap hari berada dekat suami, anggota keluarga, dan orang lain yang sedang merokok menyebabkan risiko untuk mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan semakin meningkat. Kandungan zat-zat berbahaya pada paparan asap rokok setiap hari secara signifikan dapat mempengaruhi panjang bayi, lingkar kepala bayi, dan mengurangi berat badan bayi sehingga bayi yang lahir memiliki berat lebih rendah dibandingkan berat badan lahir bayi pada umumnya.

Penelitian Amiruddin (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 3,7 kali lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, dan kadar nikotin dalam rokok. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin panjang waktu yang dihabiskan untuk merokok, dan semakin tinggi kadar nikotin dalam rokok yang dihisap maka bahaya yang ditimbulkan dari paparan asap rokok pada ibu hamil semakin meningkat. Kandungan nikotin dalam rokok yang dihirup oleh ibu hamil dapat meningkatkan tekanan darah dan adrenalin sehingga nafsu makan dari ibu hamil menjadi menurun. Bila nafsu makan menurun maka asupan makanan bergizi pada ibu hamil menjadi berkurang, begitu juga untuk bayinya. Bila asupan gizi untuk bayi tidak tercukupi maka dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi di dalam kandungan.

61

Risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah lebih meningkat lagi bila dalam suatu rumah tangga semua anggota keluarganya merokok, baik suami maupun anggota keluarga yang lain. Pada penelitian ini ditemukan bahwa di dalam rumah tangga yang suami dan anggota keluarganya merokok meningkatkan risiko ibu hamil untuk melahirkan bayi berat lahir rendah menjadi 9,333 kali lebih berisiko dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya salah satu anggota keluarganya merokok dan rumah tangga yang sama sekali anggota keluarganya tidak ada yang merokok (OR: 9,333; 95% CI: 3,417-26,201). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari BMA Tobacco Control Resource Centre bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok selama kehamilan berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah sebesar 1,5 kali hingga 9,9 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok (Kartono, 2013). Hal ini telah menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga yang merokok maka semakin banyak paparan asap rokok yang diterima oleh ibu hamil, sehingga risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah juga semakin meningkat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok yang berasal dari jumlah anggota keluarga perokok di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

Paparan asap rokok di rumah tangga secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil yang berdampak pada rendahnya kecukupan gizi janin di dalam kandungan. Selain kandungan zat-zat berbahaya di dalam rokok, biaya yang dikeluarkan untuk keperluan merokok juga ikut mempengaruhi pemenuhan gizi pada ibu hamil. Seringkali kecukupan gizi ibu hamil di dalam

62

rumah tangga tidak terpenuhi karena anggaran belanja di dalam rumah tangga selalu terbagi dengan anggaran belanja rokok pada anggota keluarga. Selain berdampak pada perkembangan janin, gizi kurang juga dapat memberi dampak buruk bagi kesehatan ibu, yaitu dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi, anemia zat besi, osteomalasia, gangguan kesehatan gigi, turunnya daya tahan tubuh, dan penyulit dalam persalinan.

Selain status gizi ibu yang kurang, analisis multivariat telah menunjukkan bahwa masih ada beberapa variabel dari karekteristik ibu yang ikut memberi pengaruh signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Variabel tersebut adalah ibu yang bekerja, status gizi, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi. Menurut Notoatmojdo (2007) ibu yang sibuk bekerja, terutama melakukan pekerjaan fisik memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kondisi kesehatan. Bahkan ibu hamil yang mengambil pekerjaan berat dan melelahkan dapat mengganggu kondisi kesehatan dirinya dan kandungannya, sehingga berdampak pada perkembangan janin yang menyebabkan terjadinya lahirnya bayi berat lahir rendah (Proverawati, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widiyastuti (2008) bahwa ibu yang sibuk bekerja berisiko 3,47 kali lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

Jarak kehamilan juga merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah di dalam penelitian ini. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan kondisi rahim menjadi lemah karena kesehatan ibu yang belum pulih sepenuhnya. Hal ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam kandungan Keadaan seperti ini perlu

Dokumen terkait