• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Hubungan Reduksi Kebisingan dengan Bentuk dan Struktur Vegetasi

5.3.1 Pengaruh parameter vegetasi

Parameter vegetasi yang meliputi indeks luas daun (Leaf Area Index/LAI), jumlah strata dan kerapatan tanaman diduga dapat mempengaruhi besarnya nilai reduksi kebisingan. Seperti yang dijelaskan oleh Irwan (2008), bahwa besarnya tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh (1) vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, (2) faktor iklim yaitu angin, suhu, dan kelembaban udara, (3) properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara.

8,66 9,98 8,40 10,54 9,58 9,94 8,60 0 2 4 6 8 10 12 Tegakan Akasia Hutan Kota 1 Jalur Trembesi

Jalur Pinus Hutan Kota 2 Tegakan Pinus Jalur Mahoni Nil ai Re d u k si K eb isin g an (d B)

Jenis Hutan Kota/Lokasi Sampel

Reduksi Kebisingan oleh Hutan Kota

Tabel 4 Kemampuan reduksi kebisingan dan parameter vegetasi

No. Jenis Hutan Kota NRV (dB) LAI K per plot

(individu) Keterangan 1 Tegakan A. mangium 8,66 1,70 15 Menyebar – strata 2 2 Hutan Kota 1 9,98 1,75 32 Gerombol – strata banyak 3 Jalur hijau Trembesi 8,40 0,89 12 Jalur – strata banyak 4 Jalur hijau Pinus 10,54 1,44 20 Jalur – strata banyak 5 Hutan Kota 2 9,58 2,23 29 Gerombol – strata banyak 6 Tegakan Pinus 9,94 1,85 22 Menyebar – strata 2 7 Jalur hijau Mahoni 8,60 1,25 4 Jalur – strata 2

Keterangan: NRV = nilai reduksi kebisingan (dB) LAI = Leaf area index

K = Kerapatan tanaman (individu/plot)

Kerapatan tanaman dalam plot sampel (0,04 Ha) digunakan untuk melihat hubungannya dengan reduksi kebisingan, meski demikian nilai kerapatan tidak selalu berbanding lurus dengan nilai reduksi kebisingan (Tabel 4). Karakteristik tanaman yang berbeda-beda dalam suatu plot (misal: Hutan Kota 1) akan menghasilkan nilai reduksi yang berbeda dengan karakteristik tanaman tegakan sejenis (misal: Tegakan Akasia). Reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus (JB). Jalur hijau pinus ini terdiri dari empat lapis tanaman yang ditanam cukup rapat, dengan pinus (konifer) sebagai vegetasi utama (2 lapis) semak dan palem sebagai vegetasi pendukung. Hasil penelitian Kim et al. (1989) yang diacu dalam Widagdo (1998), menunjukkan bahwa tanaman Thuja

orientalis (konifer) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Nilai kerapatan jenis tanaman pada setiap lokasi

sampel dapat dilihat pada Lampiran 3.

Nilai LAI yang dapat menggambarkan kerindangan (kerapatan daun) suatu jenis tanaman merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi besar-kecilnya nilai reduksi kebisingan. Dari Tabel 4 dapat dilihat hubungan antara kemampuan reduksi kebisingan pada jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi dengan nilai LAI-nya. Nilai LAI yang digunakan merupakan hasil kalkulasi

Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software. Dapat dilihat bahwa Jalur Hijau

Trembesi yang termasuk dalam kelas “tidak rindang” juga memiliki kemampuan reduksi yang rendah. Namun, kemampuan tertinggi yaitu pada hutan kota jenis Jalur Hijau Pinus tidak diimbangi dengan besarnya nilai LAI. Nilai LAI tertinggi justru pada Hutan Kota 2, bentuk hutan kota yang bergerombol dan memiliki

strata yang banyak mendukung besarnya nilai LAI tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bahwa nilai LAI tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya reduksi kebisingan.

Kemampuan reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus (lokasi sektor I.3), merupakan hutan kota berbentuk jalur hijau dan berstrata banyak. Jalur hijau pinus ini terdiri dari empat lapis/baris tanaman yang ditanam cukup rapat. Melihat hasil analisis parameter vegetasi pada hutan kota tersebut, dapat diketahui bahwa faktor yang paling mendukung reduksi kebisingan yaitu kerapatan pada daerah dekat sumber kebisingan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cook dan Haverbeke (1971) diacu dalam Irwan (2008) yang menyebutkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimum, jajaran semak dan pohon sebaiknya ditanam dekat pusat kebisingan. Artinya, kerapatan tanaman yang tinggi akan sangat berpengaruh pada reduksi kebisingan jika ditanam dekat dengan sumber kebisingan, seperti pada jalur hijau pinus.

Fang dan Ling (2003) yang mengutip penjelasan Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kerapatan, tinggi, panjang dan lebar sabuk hijau mendifusi kebisingan, sedangkan ukuran daun dan karakteristik percabangan mengabsorpsi resonansi (Aylor 1972 diacu dalam Fang & Ling 2003). Kerapatan tanaman tertinggi dimiliki oleh Hutan Kota 1, merupakan jenis hutan kota dengan bentuk mengelompok atau gerombol dan berstrata banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor kerapatan tanaman berpengaruh terhadap reduksi kebisingan.

Kemampuan hutan kota dalam mereduksi kebisingan yang bersumber dari aktivitas lalu lintas, akan lebih berpengaruh pada jenis hutan kota yang memiliki jarak dekat dengan sumber kebisingan tersebut, seperti halnya jalur hijau. Berdasarkan hasil penelitian ini, jalur hijau sebagai barrier kebisingan akan efektif bila memiliki kerapatan yang tinggi dan memiliki banyak strata. Sesuai dengan yang dikemukakan Irwan (1994) bahwa kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman dalam mereduksi kebisingan. Keberadaan semak yang merupakan bagian dari struktur hutan kota juga sangat penting dalam membantu

vegetasi utama hutan kota mereduksi kebisingan. Meski hasil yang diperoleh berbeda dengan hasil penelitian Irwan (1994) yang menyatakan bahwa hutan kota bentuk mengelompok strata banyak lebih efektif mereduksi kebisingan, Namun ada pernyataan yang mendukung hasil penelitian ini, yaitu tentang besarnya pengaruh strata. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua (Irwan 1994).

Bentuk hutan kota yang memiliki reduksi kebisingan tertinggi pada penelitian ini yaitu bentuk jalur hijau, diimbangi dengan struktur hutan kota berstrata banyak. Namun tidak selalu dapat dikatakan lebih baik mereduksi kebisingan dibandingkan lokasi lainnya. Hal tersebut dikarenakan setiap jenis hutan kota yang diteliti memiliki karakteristik berbeda satu sama lain. Hubungan antara LAI dan kerapatan tanaman dengan nilai reduksi kebisingan yang tidak selalu berbanding lurus juga mengindikasikan bahwa adanya faktor lain di luar pengukuran yang lebih mempengaruhi reduksi kebisingan. Faktor lain yang diduga mempengaruhi reduksi kebisingan yaitu umur tanaman. Misalnya, kerapatan tanaman yang tinggi namun umur tanaman yang masih muda, maka LAI vegetasi rendah. Tanaman yang umurnya cukup tua (tinggi dan diameter besar) memiliki tajuk yang juga cukup lebar dan berdaun lebat (terkecuali tanaman sakit/rusak) sehingga memungkinkan meredam kesisingan lebih baik.

Meilani (2002) mengemukakan bahwa kemampuan suatu jenis tanaman dalam mereduksi kebisingan juga dipengaruhi oleh tinggi, ketebalan, bentuk kanopi, dan model arsitekturnya. Tegakan pinus yang memiliki tinggi, ketebalan, bentuk tajuk dan model arsitektur seragam pada Jalur Hijau Pinus diduga mempengaruhi besarnya reduksi kebisingan dibanding tegakan tidak seragam pada Hutan Kota 1 dan 2. Tinggi pohon dan ketebalan jalur hijau memiliki hubungan positif dengan redaman relatif (Fang & Ling 2005). Tinggi tanaman rata-rata pada tegakan utama Jalur Hijau Pinus yaitu sekitar 10 meter dengan tinggi bebas cabang sekitar 2 meter memungkinkan mereduksi kebisingan lebih tinggi pada tegakan seragam ini, terlebih dengan adanya semak yang ditanam rapat sejajar dengan tegakan utama. Kepadatan, tinggi tanaman, panjang dan lebar jalur hijau merupakan faktor yang lebih efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan ukuran daun dan karakteristik percabangan (Cook & Haverbeke

1974 diacu dalam Fang & Ling 2003). Menurut Grey dan Deneke (1986), secara umum lebar jalur hijau dengan pohon yang tinggi akan lebih efektif dibandingkan dengan jenis tanaman dalam mereduksi tingkat kebisingan. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986).

Tinggi tanaman pada Hutan Kota 1 yang cukup tinggi memungkinkan reduksi pada perambatan suara dengan tinggi daerah bayang-bayang bising yang juga tinggi, tetapi tidak dapat mereduksi suara yang lewat pada daerah bayang-bayang bising yang rendah karena tidak terhalang oleh semak yang tidak ditanam rapat dan tinggi bebas cabang yang cukup tinggi pula. Suara yang merambat melauli udara dan melewati celah antara batang-batang pohon akan terus lewat tanpa redaman dari ranting dan daun sampai kekuatan suara melemah karena faktor jarak. Begitu pula halnya dengan tegakan pada Hutan Kota 2 dimana beberapa tanaman yang cukup tinggi tersebar tidak merata dengan tanaman muda (tinggi cukup rendah) dan semak yang juga tidak ditanam rapat dan sejajar dengan jalan raya (sumber kebisingan).

Dokumen terkait