• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemarkahan Verba Pasif Bahasa Jawa

BAB IV ANALISIS : PEMARKAH VERBA PASIF BAHASA INDONESIA

C. Perbedaan Pemarkah Verba Pasif Bahasa Indonesia dan Bahasa

2. Pengaruh Pemarkahan Verba Pasif Bahasa Jawa

a. Hadirnya Prefiks {kok-}dan {ke-an}dan Masalah Subjek dan Objek Kalimat

Imbuhan yang membentuk kata kerja pasif dalam bahasa Jawa, baik {-in-}, {ke-}, {dak-}, {kok-}, dan {di-} memuliki beberapa aspek perbedaan meliputi:referen, kesengajaan, ragam, macam pelaku, aspek dan tingkat tutur. Hal ini dipaparkan karena diperlukan untuk memperjelas hubungan posisi afiks {di-}, {dak-}, {kok-}dengan pemarkah pasif lain dalam bahasa

Referen merupakan hal yang ditunjuk oleh kata kerja, yang meliputi tindakan atau keadaan. Kesengajaan yaitu berlangsungnya tindakan yang dinyatakan oleh kata kerja itu disengaja atau tidak disengaja. Ragam yaitu ragam bahasa yang dinyatakan oleh kata kerja termasuk ragam sastra atau nonsastra. Macam pelaku meliputi pelaku orang I, pelaku orang II atau pelaku orang III. Aspek meliputi aspek terminatif atau aspek nonterminatif. Tingkat tutur meliputi tingkat tutur ngoko atau tingkat tutur krama.

Adapun perbandingannya dapat dilihat pada bagan

Konteks referen Kesengaja

an

Ragam Pelaku Aspek Tindak

Tutur Referen Td Kd Dsg Tsg St Nst 1 2 3 Tm Ntm Ng Krm {di-} + + + + + + {-in-} + + + + + {ke-} + + + + + {dak-} + + + + + + + {kok-} + + + + + + + {ke-an} + + + {di-pun} + + + + +

Sumber Maryono Dwiraharjo, 2004:72

Td = Tindakan St = Sastra Tm = Terminatif 3 = Orang ketiga Kd = Keadaan Nst = Non sastra Ntm = nonterminatif Dsg = Disengaja 1 = Orang I Ng = ngoko

Tsj = Tak disengaja 2 = Orang II Krm = krama

Berdasarkan bagan tersebut tampak jelas bahwa pemasif

{kok-} memiliki enam ciri yang dapat membedakan dengan pemasif-pemasif lain. Keenam ciri yang dimiliki oleh afiks {kok-}

dan {ke-an}yaitu:

1. Berdasarkan referen menyatakan keadaan {ke-an} dan tindakan

{kok-}.

2. Berdasarkan ragamnya menyatakan non-sastra {kok-}, demikian pula dengan afiks {ke-an}

3. Berdasarkan macam pelakunya menyatakan pelaku orang ke-II dan pelaku orang ke-III

4. Bedasarkan aspeknya menyatakan aspek nonterminatif, sedangkan untuk {ke-}dan {ke-an}menyatakan aspek terminatif 5. Berdasarkan tingkat tuturnya menyatakan tingkat tutur ngoko

demikian pula dengan {ke-}

Verba berafiks {kok-}dan alternannya memiliki dasar dari berbagai jenis kata, salah satunya kata sifat. Apabila afiks ini dibubuhkan pada dasar kata sifat akan membentuk verba intransitif, karena tidak berobjek. Dari segi referennya menyatakan makna tindakan yang disengaja/tak disengaja, pelakunya adalah orang kedua (kalimat 77). Subjek Anake koncoku (77) yang menerima tindakan tersebut berada diluar kontrolnya . Misalnya dalam kalimat:

(77) Anake koncoku kunduran pite pake

S P O

*Anaknya temenku terkena mobilnya ayahnya yang mundur

Dalam kalimat di atas, baik subjek (anake) sebagai subjek yang bisa mengontrol keadaan mengalami kejadian (kunduran pite pake) yang tidak disengaja (berdasarkan tabel 1.1). Umumnya pemakaian kalimat pasif dengan afiks ini dipakai dalam percakapan sehari-hari atau situasi informal.

Posisi objek ( pite pake) disini juga tidak mungkin melakukan tindakan dengan sengaja menabrak anaknya. Bentuk kalimat pasif dengan verba bermarkah {ke-an} di atas juga tidak ditemui padanan dalam bahasa Indonesianya dan secara pragmatik tidak berterima.

Hal ini hampir sama dengan subjek yang berasal dari jenis subjek yang tidak bisa mengontrol keadaan, kejadian yang dialamipun tidak disengaja. Misalnya:

(78) Sepedaku kepanasen(52. Lsn Shr2/10/20-03-2010) S P Sepedaku kepanasan (79) Sepedaku kodanan (53. Lsn Shr2/10/21-03-2010) S P Sepedaku kehujanan

Peristiwa yang membuat subjek mengalami keadaan itu adalah si pemilik dari subjek itu sendiri. Apakah si pemilik dengan sengaja membuat sepedanya kehujanan dan kepanasan atau tidak. Berarti subjek disini menerima tindakan yang dilakukan oleh pemiliknya, namun secara eksplisit pemilik (yang secara tidak langsung menjadi objek dalam kalimat itu) tidak tertera dalam kalimat. Perbedaannya dengan subjek yang bisa mengontrol keadaan Anake koncoku (77) (nomina tidak bernyawa) di atas adalah subjek sepedaku (78 dan 79) tidak

bisa mengekspresikan apa yang dirasakan sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh verba. Perbedaannya subjek

anake koncoku (77) sebagai verba yang bisa mengontrol keadaan (nomina insan bernyawa), ia bisa mengekspresikan tindakan yang dilakukan oleh objek tersebut (menangis karena tangannya terlindas mobil).

b. Hadirnya Prefiks {di-}dan Masalah Subjek dan Objek Kalimat Kata kerja pasif yang dibentuk dengan pemarkah afiks

{ke-an} dan {kok-} berdasarkan referennya di atas menyatakan

kata kerja pasif bermarkah {di-} yang menyatakan pasif tindakan. Lebih tepatnya kata kerja bentuk {di-i} memiliki perbedaan yang tampak jelas dengan kata kerja pasif bentuk {ke-an}, akan tetapi afiks-afiks tersebut sebagian menyatakan makna yang sama, seperti pada contoh berikut:

a) Kearanan , diarani

b) Kepethukan dipethuki

c) Keselingan diselingi

d) Katitipake dititipake

e) Kacelupake dicelupake

f) Katumpanage dile ditumpangake

h) Kaaranake diaraanake

i) Katogake, ditogake

Kesembilan (a-i) contoh di atas dapat dilengkapi dalam bentuk kalimat, seperti pada kalimat berikut:

(80) Yen wis dipasang telung dina adate gedang diarani

K S P

pasren legi jalaran wis mateng alias legi lan siap

O K sbb

diganyang (1. Pybr Smgt 17/16/3)

Kalau sudah dipasang tiga hari biasanya pisang

siap dimakan

(81) Sing luwih wigati para peziarah sawise dipethuki

K syrt S (jmk) prep P{*kepethukan}K

kang sumare, ummume bakal kabul panjalukke

K hasil (2 pybr Smgt 27/87/28)

Yang perlu diperhatikan para peziarah setelah ditemui yang menjaga, umumnya akan terkabul permintaannya.

(82) Acara diselingi maca geguritan dening Bambang Nur

Singgih, S. Sni.,Dyah Manggala Ratna, Timah Laksana, lan macapat dening Jamal.(3. Pybr Smgt 17/40/11)

Acara diselingi membaca puisi oleh Bambang Nur Singgih, S. Sni., Dyah Manggala Ratna, Triman Laksana, dan macapat oleh Jamal.

Kalimat pasif bermarkah {di-} sebagai imbuhan tunggal dalam kalimat 80-82 berbeda dengan verba pasif bermarkah {di-}

sebagai imbuhan gabung (83-87). Baik dengan akhiran {-ake}

menjadi {di-ake} ataupun juga dengan akhiran {-i}yang bergabung secara bersama-sama membentuk konfiks {di-i}. Di bawah ini disajikan beberapa contoh:

(83) Kanggo njogo asma prawiradirjan kene, nak Yayah

K sbb S

dititipake ana Rumah Sakit Panti Rapih.

K {katitipake} K tmpt (4. Trjms/65/30)

Untuk menjaga nama Prawiradirjan, nak Yayah dititipkan di Rumah Sakit Panti Rapih.

(84) Mundhut kapas resik dicelupake banyu adhem utawa

K cr P1 {kacelupake} O1

banyu es, diperes banjur ditumpangake tlapukan mripat

P2 prep P3 {katumpangake} O2 (5. Jy By 13/53/14)

Ambil kapas bersih dicelupkan air dingin atau air es, diperas, lalu diletakkan di atas kelopak mata.

(85) Pranyata kuburane ki Ageng Saleh wiwit ndhisik mula,

K sbb

isih dikeramatake nganti tekan saiki

P{kakeramatake} K wkt

kanggo papan peziarahan

K fgs

(6. Pybr Smgt 27/76/27)

Nyatanya makam Ki Ageng Saleh sejak dulu, masih dikeramatkan dan sampai sekarang dipakai sebagai tempat peziarahan.

(86) Kabeh barang bukti mau saiki

S jmk K wkt

diamanake ing Polsek Saradan

P {kaamanake} K tmp (7. Pybr Smgt 17/45/13)

Semua barang bukti tadi diamankan di Polsek Saradan (87) Sateruse babon siji endhil ditogake bae ing kandhang

prep S P{katogake} K tmp

Seterusnya hanya satu ayam betina dibiarkan saja di kandang

Dari kalimat-kalimat pasif bahasa Jawa berprefiks

{di-ake} verbanya dapat disubstitusikan dengan bentuk pasif berprefiks {ka-ake}, substitusi di atas tidak mengubah makna dan berterima secara gramatikal. Hal ini dikarenakan kedua jenis afiks{di-ake} dan {ka-ake}memiliki ciri-ciri yang hampir sama , yaitu:

1. Berdasarkan referen {di-ake} dan {ka-ake} menyatakan tindakan dan alternannya

2. Berdasarkan kesengajaannya afiks {di-ake} dan {ka-ake}

menyatakan tindakan yang disengaja.

3. Berdasarkan macam pelakunya menyatakan pelaku orang ke-III

4. Bedasarkan aspeknya menyatakan aspek terminatif

Perbedaannya hanya terletak pada pelaku. Kalimat pasif bahasa Jawa berafiks {kok-} termasuk alternannya, yakni afiks {ka-ake} menyatakan pelaku orang II dan orang III. Sedangkan afiks {di-}, termasuk alternannya, yakni afiks {di-ake}menyatakan pelaku hanya orang III saja.

Masing-masing verba berprefiks {di-ake} di atas

yakni (83),

(84) (85), diamanake

(86), (87), ditogaek

berturut-turut Nak yayah (83), (84),

kuburan kuburannya (85),

(86) (87).

Subjek-subjek tersebut berasal dari kategori nomina (kapas resik, barang bukti, dan babon), persona (Nak Yayah), kata ganti milik (Kuburane Ki Ageng Saleh). Sebagian besar kalimat pasif berkonfiks {di-ake} di atas merupakan kata kerja pasif intransitif, artinya kehadiran verba tersebut tidak menghendaki adanya panduan pengisi fungsi objek. Kecuali, pada kalimat Mundhut kapas resik dicelupake banyu adhem utawa diperes, ditumpangake tlapukan mripat (84). Pada kalimat ini verba dicelupake dan ditumpangake adalah jenis verba pasif transitif. Kehadiran verba itu menghendaki adanya panduan pengisi objek, yakni banyu adhem atau tlapukan mripat, berasal dari kata benda yang menerima tindakan yang disebutkan dalam verba. Akan tetapi subjek dari masing-masing verba itu (Kapas) tidak berperan sebagai pelaku murni. Subjek kapas di sini sebagai alat yang dipakai oleh si pemilik mata itu. Sehingga dikatakan sebagai pelaku secara tidak langsung atau tidak murni, selain itu juga subjek kapas ini berasal dari kategori nomina tak bernyawa (unimate).

Selain membentuk verba pasif transitif, dari contoh di atas juga ditemukan kalimat pasif berverba intransitif. Kalimat pasif ini tidak menghendaki panduan pengisi objek. Unsur yang terletak di sebelah kanan verba adalah pengisi fungsi keterangan. Misalnya ana Rumah Sakit Panti Rapih untuk verba dititipake, nganti tekan saiki untuk verba dikeramatake,

dan Ing Polsek Saradanuntuk verba diamanake.

Subjek dari verba dititpake, yakni Nak Yayah di sini berperan sebagai peneriman tindakan dari verba. Subjek yang berperan sebagai pelaku secara implisit adalah Keluarga dari Prawiradijan yang menitipkan subjek tersebut ke panti asuhan. Untuk subjek Kuburane ki Ageng Saleh dari verba

dikeramatake sebagai penerima tindakan, hanya kategori subjek ini berasal dari nomina tak bernyawa. Subjek Babon siji endhil berasal dari kategori nomina bernyawa, bisa merasakan akibat dari tindakan yang disebutkan dalam verba dan bisa mengekspresikan

Dalam kalimat pasif berkonfiks {di-i} umumnya penambahan konfiks tersebut pada akar akan membentuk verba pasif transitif. Seperti tampak pada contoh berikut:

(88) Esok iki uga, aku diparani sadulure kang ketaman

utawa kuwalat kabeh dicritaake apa anane

K cr

(21. Pybr Smgt 27/80/28)

Pagi itu juga, saya dijemput saudaranya yang tertimpa musibah, bercerita apa adanya

(89) Mesthi bae jabang bayi kasebut diopeni lan saben dina

K pgt S P1 prep K wkt

diwenehi ASI saka mbah Pateh, kang jenenge asli Saleh.

P2 O2 O2 dan Otl K

Sudah pasti anak bayi tersebut dirawat dan setiap hai diberi ASI dari mbah Pateh, yang nama aslinya Saleh

(22. Pybr Smgt 27/82/28)

(90) Aku wis kebacut ditresnani priya kasebut, sanadyan ta

S K sbb P O K pgt

liya bangsa(23. Trjms/53/05)

Aku sudah terlanjur dicintai pria tersebut, walaupun beda bangsa

(91) Mensos cuwa dene korban busung lapar sing wis

S1 P1 K sb

ngancik angka 20 mau malah dipolitisasi LSM kanggo

P2 O K tjn

Mensos kecewa karena korban busung lapar yang sudah mencapai 20 itu malah dipolitisasi LSM untuk mencari keuntungan yang besar.

Kalimat pasif 88-91 semuanya membentuk verba kalimat pasif transitif atau berobjek. Objeknya adalah:sedulure

(88), ASI (89), priya kasebut (90), LSM (91).Untuk subjeknya sendiri masing-masing adalah:Aku (88 dan 90), jabang bayi

(89), korban busung lapar (91) berperan sebagai penerima tindakan. Jenis subjek yang mengisi posisi di depan verba bermarkah {di-i} bisa berasal dari berbagai kategori, misalnya nomina, persona I, II, III baik jamak maupun tunggal.

Berbeda dengan bahasa Indonesia, kepastian unsur pengisi fungsi subjek dalam kata kerja pasif bahasa Jawa berprefiks {di-} tidak dimiliki oleh kata kerja pasif berprefiks {di-} dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jawa dikatakan bahwa subjek dalam kalimat pasif berprefiks {di-} adalah orang ketiga, sehingga disebut tanggap pratama purusa. Sedangkan subjek dari verba pasif bahasa Indonesia berprefiks

{di-}bisa orang pertama, kedua dan ketiga. Misalnya:

(92) (a) Aku dipukuli ibu(67. Lsn Shr2/27/14-1-2010)

(b) Dia dipukuli ibu (c) Nanda dipukuli ibu

Perbedaan pengisi fungsi subjek dalam kalimat pasif bahasa Indonesia dan bahasa Jawa tampaknya terletak pada penggolongan kalimat

pasif dalam bahasa Jawa dilihat dari sisi pelaku dan penerima tindakan, dalam artian melihat dari hubungan peran. Bahasa Indonesia lebih cenderung kepada fungsi kata tersebut dalam kalimat pasif. Tampaknya masing-masing verba, khususnya verba pasif memiliki aturan-aturan sintaksis sendiri ketika pemakaiannya dalam bentuk kalimat. Pemakaian verba pasif berawalan {di-} di dalam kalimat berbeda dengan verba pasif

yang tidak berawalan {di-}. Verba pasif ini berperan sebagai predikat bersama-sama dengan pronomina persona yang bertindak sebagai subjek pada kalimat aktif sebelumnya. Di bawah ini dipaparkan contoh-contoh kalimat pasif bahasa Jawa berafiks {di-}:

(93) Kabeh-kabeh supaya resik sakdurunge aku dipundhut kang Maha Kuwasa.(25. Trjms/68/31)

dipanggil Yang Maha

(94) Sirahe maling dikepruk kompa, pingsan(56.Jy By 13/154/51)

dipukul pompa, pingsan

(95) Saiki Nemoto, diopname, dijaga kanca-kanca (26. Trjms/103/44)

diopname, dijaga

kanca-Pemakainnya dalam kalimat, verba pasif bermarkah {dak-} dan

{kok-} dalam bahasa Jawa juga sudah memiliki subjek dengan kategori tertentu. Yakni subjek bentuk pertama untuk verba pasif bermarkah {dak-}

dan subjek bentuk persona kedua untuk {kok-}. Apabila kategori yang menduduki fungsi sebagai subjek tersebut diganti dengan bentuk yang berbeda maka tidak akan berterima secara gramatikal. Contohnya:

(96) Akibate, wektu seminggu iku dakrasakake

*Kowe dakrasakake *Dheweke dakrasaake *Panjenengane dakrasaake

* Kabeh wong dakrasaake suwe lumaku (12. Jy By 34/77/15)

Akibatya, waktu satu minggu itu kurasakan *kamu kurasakan

*diakurasakan

*Semua orang kurasakan

Apabila jenis verba yang mengisi fungsi subjek pada verba pasif bermarkah {dak-} diatas (89) diganti, maka akan mengubah bentuk verba itu supaya kalimat tersebut menjadi berterima (90).

(97) Akibate, wektu seminggu iku dakrasakake

kowe ngrasakke dheweke ngrasakke/kokrasakake

Ratih ngrasakke

kabeh wong ngrasakake banget suwe lumaku.

Akibatnya, waktu satu minggu itu kurasakan

kamu merasakan dia merasakan

Semua orang merasakan Ratih merasakan

Tiap-tiap orang merasakan lama sekali berjalan

Dalam pemakaiannya awalan {kok-} bervariasi dengan {bok-} /{tok-}. oleh karena itu, ketiga awalan yang bentuknya berbeda itu sebenarnya merupakan sebuah awalan yang sama. Fungsi awalan {kok-}

adalah membentuk verba pasif persona kedua. Pemakaian awalan ini tidak berbeda dengan awalan {di-}. Perbedaannya hanya terletak pada pelaku tindakannya. Pada verba pasif bentuk {kok-} adalah persona kedua, sedangkan pelaku tindakan pada verba pasif {di-} adalah persona ketiga. Apabila dibandingkan dengan imbuhan dalam bahasa Indonesia, awalan {kok-}dapat disamakan dengan klitika persona {kau-}.

Verba pasif bermarkah {kok-} jika subjeknya diganti maka akan mengubah bentuk verba itu supaya kalimat tersebut menjadi berterima secara gramatikal. Sehingga kalimat diatas menjadi:

(98) Rotine ojo kokpangan Ci(37. Lsn Shr2/6/13-09-2010)

kowe pangan

dheweke pangan

Rotinya jangan kaumakan Ci

Kamu makan

Dia makan

c. Hadirnya Prefiks {Dak-}/{tak-} dan Masalah Subjek dan Objek Kalimat

Dalam pengelompokkan verba, verba yang berprefiks { dak-}/{-tak-} termasuk ke dalam bentuk verba transitif, berobjek. Subjek untuk kata yang berprefiks {dak-}/{tak-}memiliki subjek persona ketiga tunggal. Misalnya:

(99) Nuli ngracik unjukan kopi,dakcaosake ana meja ndalem tengah

Prep P1/V1 O P2/V2 K tmp (10. Trjms/28/51)

(100) Layang dakbeber malih ana ngarep candhela,dakwaca kanthi

S P1/V1 K tmp P2/V2

Tandhes ngadhang soroting srengenge sing wis ana kulon

K wkt

(9. Trjms/10/20)

Surat kubuka lagi di depan jendela, kubaca sampai matahari berada di sebelah barat

(101) Tas gedetakbrugake nganggur(13. Jy By 34/61/15)

S P K Cr

Tas besar kulemparkan begitu saja

Makna yang dibentuk dengan afiks ini adalah melakukan perbuatan yang terdapat di dalam bentuk dasar <pangkal> dakcaosake

berposisi sebagai O, yang menghaturkan adalah ku- yang melekat pada verba caoske , berkedudukan sebagai S. Sedangkan untuk verba takbrugake , yang menerima tindakan adalah Tas Besaryang berfungsi sebagai O dan yang melakukan tindakan sama, yakni

ku- ku-/aku. Demikian pula dengan verba dakwaca dakbeber

Selain itu juga ditemukan kalimat-kalimat pasif dari hasil pengumpulan data yang memiliki keunikan apabila kalimat-kalimat tersebut diperhatikan. Contoh:

(102) Gelas neng ngarep lawang kesampar sikile adiku

S K tmp P O (39. Lsn Shr2/8/24-09-2010)

a) Gelas didepan pintu tersenggol kaki adiku yang sedang berjalan. b) *Kaki adikku tidak sengaja menyenggol gelas di depan pintu (103) Klambiku kecanthol cagak(40. Lsn Shr2/09/12-02-2010)

S P O

a) Bajuku tersangkut tiang b) Klambiku nyanthol cagak

(104) Sirahe maling dikepruk kompa klenger. (56. Jy By 13/154/51)

S P O K hsl

a) Kepala pencuri dipukul pompa pingsan. b) *Pompa memukul kepala pencuri, pingsan.

Secara fungsi dalam kalimat, kata yang masing-masing menduduki sebagai subjek adalah:gelas (93), klambi (94), sirah (95),

Yang menduduki fungsi objek adalah sikile adikku (93) cagak (94) dan

kompa (95). Apabila kita perhatikan lebih lanjut terdapat kalimat yang rancu dan kurang berterima secara pragmatik, yaitu:(95). Sirahe maling

dikepruk kompa klenger. Apabila kalimat tersebut dibahasaindonesikan dan diberikan padanannya, maka hasilnya sebagai berikut:

a) Kepala pencuri dipukul pompa pingsan. b) *Pompa memukul kepala pencuri, pingsan.

Pompa yang menduduki fungsi sebagai subjek nampaknya kurang tepat,

pompa yang adalah benda mati maka dia tidak akan melakukan tindakan

memukul kepala pencuti. Pasti ada orang yang memakai pompa tersebut

s pompa

inilah yang bertindak sebagai agen murni atau sebagai subjek, pelaku tindakan itu.

2. Persamaan dan Perbedaan Pemarkah Verba Pasif Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa

Persamaan dalam pemarkahan verba pasif bahasa Jawa dan bahasa Indonesia terdapat di dalam bagaimana kedua bahasa tersebut memarkahi verba untuk bentuk persona, jumlah dan jenis. Pemarkahan ini sesuai dengan subjek, objek, atau frasa nominalnya. Dalam bahasa Jawa, pemarkahan itu ditandai dengan pemakaian ater-ater {dak-/tak-}

merupakan ater-ater yang menandakan bahwa pelaku dalam persona tersebut adalah persona pertama. Ater-ater {kok-} merupakan ater-ater yang menandakan bahwa pelaku dalam kalimat tersebut adalah persona II. Ater-ater {di-} merupakan ater-ater yang menandakan bahwa pelaku dalam kalimat tersebut adalah persona III.

Berbeda dengan bahasa Indonesia kalimat pasif bermarkah {di-},

{ke-an} dan {ter-} pelakunya bisa dari persona I, II, III. Afiks {di-} (96) dan (97) dalam bahasa Indonesia berpadanan dengan ater-ater {di-}

dalam bahasa Jawa (96a) dan (97a), contohnya:

(105) Kakakku diperistri orang Jakarta (67. Lsn Shr2/6/18-01-2009)

a). Mbakku dipekbojo wong Jakarta b). Orang Jakarta memperistri kakakku

(106)*Kakakku dipersuami orang Jakarta (68. Lsn Shr2/7/18-01-2009)

a). Masku dipekbojo wong Jakarta b). Orang Jakarta mempersuami kakakku

Verba dalam bahasa Jawa ditresnaniatau dicintai menghendaki argument 1 dengan kategori nomina, persona, insan. Demikian pula dengan verba diperistri dan dipersuami menghendaki argumen dengan kategori nomina, persona insan, jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Akan tetapi, secara budaya tidak umum apabila perempuan yang mempersuami laki-laki. Lazimnya, secara budaya adalah laki-laki yang mempersuami seorang perempuan. Kalimat Kakakku dipersuami orang Jakartaberterima secara aturan bahasa, baik leksikal maupun gramatikal. Namun secara budaya di Indonesia kalimat tersebut tidak lazim digunakan. Demikian pula dalam kalimat-kalimat pasif-pasif di bawah ini terdapat persesuaian argumen dengan makna leksikal verba. Makna

digaru (98) menghendaki argumen yang sesuai untuk mengisi fungsi subjek yakni . Verba dipatuni

disiangi

subjek yakni

(107) Sawahe diluku/digaru(55. Lsn Shr2/5/17-12-2009)

Sawahnya dibajak

(108) Sukete neng sawah dipatuni (56. Lsn Shr2/4/17-12-2009)

Rumput di sawah disiangi

Perbedaan lainnya adalah apabila kalimat pasif bahasa Jawa dicari padanan dalam bentuk pasifnya yang berbahasa Indonesia, belum tentu akan membentuk kalimat pasif dengan pemarkah yang sama (misalnya kalimat pasif bermarkah {di-} apabila diubah dalam bentuk pasif bahasa Indonesia belum tentu bermarkah {di-} pula). Kalimat 100 memiliki verba kapimpin yang berpadanan dengan verba dipimpin dalam bahasa Indonesia (100a). Kalimat 101, memiliki verba kesangsang dan

kebuncang (101), yang berpadanan dengan verba tersangkut dan

tergoncang dalam bahasa Indonesia (101a). Kalimat 102 kepidak dan

kejepit berpadanan dengan terinjak dan terjepit(102a).

(109) Prosesi iring-iringan saka lapangan desa menyang papan penjamasan kapimpin juru kunci pusaka, Muraji (70). (16. Jy By 34/48/8)

a). Upacara iring-iringan dari lapangan desa ke tempat penyucian dipimpin juru kunci pusaka, Muraji (70)

b). Muraji (70), juru kunci pusaka mimpin prosesi iring-iringan saka lapangan desa menyang papan penjamasan

(110) Rembulan kaya bola-bola kesangsang mega, kebuncang angin

(34. Jy By 17/58/15)

a). Rembulan seperti bilak-balik tersangkut awan, tergoncang angin

b). *Mega kaya bola-bali nyangsang rembulan lan angin mbuncang rembulan

(111) Kalapurake 118 wong tiwa kepidak lan kejepit nalika maewu-ewu jemaah haji dhesek-dhesekan mbalangake watu ing jumrah ula.

(32. Jy By 34/45/6)

a). Dilaporkan 118 orang mati terinjak dan terjepit beribu-ribu jemaah haji berdesak-desakkan melempar batu di jumrah ula. b). (..S..) nglapurake 118 wong mati kepidak lan kejepit nalika

maewu-ewu jemaah haji dhesek-dhesekan mbalangake watu ing jumrah ula.

(112) Sirahe maling dikepruk kompa, klenger(53.Jy By 13/154/51)

a). Kepalanya pencuri dipukul pompa, pingsan b). *Kompa ngepruk sirahe maling, klenger

(113). Adat mangkene isih akeh kantidakake bangsa kita, mligine wangsa Jawa(18. Jy By 34/47/8)

a). Adat seperti itu masih banyak dilakukan bangsa kita, terutama bangsa Jawa

b). Bangsa kita, mligine bangsa Jawa isih akeh nindakake adat mangkene

(114). Dek semana Pairini kecekel lagi nyolong kayu jati rong lonjor kang dawane 115 meter lan garis tengahe 75 cm (15. Jy By 13/162/54)

a). Dahulu, Parini tertangkap sedang mencuri kayu jati dua batang yang panjangnya 115 meter dan garis tengahnya 75 cm

b). *Dek semana, (S) nyekel Parini lagi nyolong kayu jati rong lonjor kang dawane 115 meter lan garis tengahe 75 cm

Sehingga dari hasil uraian perbedaan dan persamaan di atas didapatkan bentuk kalimat pasif bermarkah {ka-} bahasa Jawa sejajar dengan bentuk kalimat pasif bahasa Indonesia bermarkah {di-}. Bentuk kalimat pasif bermarkah {ke-} sejajar dengan kalimat pasif bahasa Indonesia bermakah {ter-}. Kesejajaran tersebut disebabkan makna leksikal verbanya sama.

Bentuk pasif bhs Jawa Bentuk pasif bhs Ind Contoh {dak-} {kok-} {ku-} {kau-} Dakpangan-kumakan

{di-} {ke-} {ka-} {ko-an} {di-} {ter-} {di-} {ke-an} Kokpikir-kaupikir Didol-dijual Kecekel-tertangkap Kapimpin-dipimpin Kodanan-kehujanan

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dokumen terkait