• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Asam Salisilat terhadap Induksi Ketahanan Fenotipe ketahanan terinduksi tanaman anggrek terhadap inokulas

ORSV. Inokulasi ORSV pada tanaman anggrek yang diberi perlakuan SA menunjukkan bahwa semua tanaman uji menunjukkan gejala yang lebih cepat dibandingkan tanaman kontrol. Tanaman kontrol menunjukkan gejala pada 10 hari setelah inokulasi. Gejala pada tanaman kontrol yaitu berupa gejala mosaik sistemik dan/atau bercak cincin pada daun-daun yang tidak diinokulasi dan daun yang diinokulasi. Pada tanaman-tanaman yang diberi perlakuan SA dengan konsentrasi 1 dan 2 ppm, gejala pada daun yang diinokulasi tidak tampak, tetapi pada daun sistemik gejala muncul dengan masa inkubasi yang hampir sama dengan tanaman kontrol (Tabel 5.1). Perbedaan yang signifikan terjadi pada tanaman-tanaman yang diberi perlakuan SA pada konsentrasi antara 4-16 ppm. Pada semua tanaman ini tidak menunjukkan gejala sistemik, atau gejala mosaik maupun bercak cincin baik pada daun-daun muda yang tidak diinokulasi maupun pada daun yang diinokulasi. Tanaman yang diberi perlakuan SA pada konsentrasi 4-16 ppm ini hanya menunjukkan gejala lesio lokal pada daun yang diinokulasi (Gambar 5.3 dan Tabel 5.1). Pada beberapa daun yang diinokulasi, selain lesio lokal, juga muncul gejala klorosis. Munculnya gejala lesio lokal pada daun yang diinokulasi ini terjadi pada 4-5 hari setelah inokulasi.

Gambar 5.3 Gejala yang muncul pada tanaman anggrek hasil perlakuan SA setelah diinokulasi ORSV, (A) klorosis dan permukaan daun tidak rata; (B) bercak cincin; (C) lesio lokal; (D) permukaan daun mengering.

A

C D B

Tabel 5.1 Respon anggrek terhadap berbagai perlakuan SA dan infeksi ORSV Perlakuan SA (ppm) Masa inkubasi (hari) Kejadian penyakit * NAE** Gejala pada daun yang diinokulasi*** Gejala pada daun yang tidak

diinokulasi*** 0 10 16/16 0,264/+ M, Bc M, Bc, PDG 1 7-11 12/16 0,274/+ - M, klo, Bc 2 7-11 10/16 0,209/+ - Ll, klo, PDG 4 5-10 6/16 0,236/+ Ll, Klo,K - 8 4 2/16 0,144/+ Ll, Klo,K - 16 4 1/16 0,105/- Ll, Klo,K -

*Kejadian penyakit = Jumlah tanaman bergejala/Jumlah tanaman uji, dikonfirmasi dengan ELISA

**NAE Kontrol negatif 0,092. Uji positif jika NAE sampel 1,5 x NAE kontrol negatif, NAE adalah hasil ELISA dari 8 tanaman sampel komposit

***M= Mosaik, Bc = Bercak cincin, PDG = Permukaan daun bergelombang, Klo = Klorosis,

Ll = Lesio lokal, Klo = Mengering pada daun inokulasi, - = tanpa gejala.

Kejadian penyakit menunjukkan semakin rendah seiring dengan meningkatnya konsentrasi SA yang diberikan pada tanaman, terutama pada konsentrasi di atas 4 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa SA yang diberikan meningkatkan ketahanan anggrek terhadap infeksi ORSV. Perlakuan terbaik yang mampu secara drastis menurunkan kejadian penyakit sampai 6,25% adalah pada konsentrasi 16 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA pada konsentrasi 16 ppm dapat meningkatkan ketahanan tanaman anggrek terhadap infeksi ORSV hingga 93,75%.

Berdasarkan rata-rata NAE, terlihat juga bahwa perlakuan SA pada konsentrasi 8 ppm dan 16 ppm, akumulasi ORSV sangat rendah pada jaringan tanaman. Selain itu pada kedua perlakuan menunjukkan masa inkubasi yang cepat disertai hanya gejala lesio lokal pada daun yang diinokulasi saja tanpa menunjukkan adanya gejala sistemik (Tabel 5.1). Pada perlakuan 16 ppm hanya ada satu tanaman saja yang bergejala lesio lokal disertai mosaik ringan disekitar titik lesio. Hasil deteksi serologi yang dilakukan tunggal (tidak secara komposit) pada tanaman bergejala tersebut menunjukkan positif bereaksi dengan antiserum ORSV.

Analisa kandungan asam salisilat dalam jaringan daun anggrek. Hasil pengukuran SA pada jaringan tanaman yang diberi perlakuan SA menunjukkan akumulasi SA yang lebih tinggi dibanding tanpa pemberian SA dan perlakuan 1 ppm pada 6 jam setelah inokulasi ORSV.

Akumulasi SA pada 6 jam setelah inokulasi ORSV, pada pemberian SA 8- 16 ppm mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Gambar 5.4 a). Tingginya SA dalam tanaman berhubungan dengan hasil pengukuran NAE yang rendah pada tanaman yang diberi SA pada konsentrasi 8 dan 16 ppm dibanding perlakuan tanpa SA (Tabel 5.1).

Aktivitas enzim Phenylalanine ammonialyase (PAL). PAL merupakan enzim kunci untuk membentuk senyawa SA. Pengamatan aktivitas enzim PAL menunjukkan hasil yang mendukung hasil akumulasi SA. Aktivitas enzim PAL tidak menunjukkan perbedaan pada awal infeksi (6 jam setelah inokulasi ORSV). Pada tanaman yang diber perlakuan SA menunjukkan aktivitas enzim PAL yang tinggi dibanding tanaman tanpa perlakuan pada 48 dan 144 jam setelah inokulasi (Gambar 5.4 b). Pada 96 jam setelah inokulasi hanya perlakuan SA 16 ppm saja yang menunjukkan aktivitas enzim PAL lebih tinggi dibandingkan kontrol atau perlakuan lain, dan perlakuan lainnya menunjukkan aktivitas enzim PAL yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Namun pada 144 jam hampir semua perlakuan menunjukkan penurunan aktivitas enzim PAL terkecuali perlakuan 4 ppm yang terus mengalami kenaikan sejak awal infeksi.

Gambar 5.4 Akumulasi SA (a) dan Aktivitas enzim PAL (b) pada jaringan tanaman anggrek yang diberi perlakuan SA setelah beberapa jam diinokulasi ORSV.

Pembahasan

Berbagai metode penyediaan eksplan dan komposisi media serta perlakuan lainnya diteliti untuk mendapatkan tanaman yang bebas virus (Urban &

Fajerska 2006). Pemberian SA pada media perakaran secara keseluruhan tidak

menghambat pertumbuhan tanaman dibanding kontrol. 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 2.75 6 24 72 120 168 o ppm 1 ppm 2 ppm 4 ppm   8 ppm 16 ppm 0 0.5 1 1.5 2 2.5

6 jam 48 jam 96 jam 144 jam

0 ppm L 1 ppm  L 2 ppm L 4 ppm L 8 ppm L 16 ppm L Waktu setelah inokulasi (jam)

Akumul asi asa m salisil at (mg/g) a) Aktivita s enzim P A L (µ kat/mg prot )

Waktu setelah inokulasi (jam) b)

Berdasarkan hasil pengamatan secara kualitatif menunjukkan bahwa pemberian SA pada media kultur jaringan anggrek menyebabkan pertumbuhan anggrek lebih baik. Tidak ditemukan plantlet yang mati ataupun mengalami pencoklatan (browning) akibat pemberian SA. Hal yang menarik, pada botolan kultur anggrek yang diberikan SA dan terkontaminasi cendawan menunjukkan pertumbuhan plantlet tetap baik. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA menjadikan plantlet tumbuh lebih baik sehingga mampu bertahan hidup walaupun media tumbuhnya terkontaminasi cendawan, dibandingkan tanaman tanpa pemberian SA dan terkontaminasi cendawan (data tidak diperlihatkan).

Tanaman yang diberi perlakuan SA pada media tumbuh dan diinokulasi dengan ORSV menunjukkan peningkatan ketahanan yang berhubungan dengan konsentrasi SA yang digunakan. Pengaruh pemberian SA terlihat signifikan terhadap fenotipe gejala, masa inkubasi dan kejadian penyakit dibandingkan perlakuan kontrol.

Lopez-Delgado et al. (2004) melaporkan bahwa penambahan SA pada kultur jaringan kentang dengan konsentrasi 10-5 M yang dikombinasikan dengan thermotherapy (tanaman ditumbuhkan pada suhu 42 oC) dapat memperbesar peluang keberlangsungan hidup (survival) plantlet sampai 63-100% hingga 30 hari setelah perlakuan serta mengeliminasi PVX. Sedangkan pada plantlet tanpa SA dan termoterapi mengalami kematian.

Pada penelitian ini, akumulasi SA juga teramati terjadi pada tanaman anggrek yang ditumbuhkan pada media yang mengandung SA 0–4 ppm. Namun demikian, akumulasinya sampai dengan 168 jam setelah inokulasi ORSV terlihat belum mencapai tingkat yang mengganggu proses infeksi virus. Hal ini ditunjukkan dari gejala sistemik yang ditimbulkan dan akumulasi virus yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan 4-16 ppm. Pada perlakuan 1 dan 2 ppm akumulasi SA yang rendah dan diduga belum menganggu proses infeksi virus menyebabkan virus bisa bereplikasi dan melakukan long distance movement sehingga gejala yang muncul berupa gejala sistemik (Gambar 5.4).

Kandungan SA pada tanaman anggrek hasil perlakuan dan inokulasi mekanis dengan ORSV menunjukkan adanya perbedaan antara kontrol (tanpa SA) dan perlakuan SA. Kandungan SA sudah terlihat meningkat enam jam setelah inokulasi pada perlakuan diatas 4 ppm SA. Hasil Pengukuran pada tanaman yang tidak diberi SA pada 24 jam setelah inokulasi meningkat pesat dan berfluktuasi setelah itu. Hal ini hampir sejalan dengan hasil penelitian Smith-

Becker et al. (1998), yang mengamati tanaman mentimun yang diinokulasi Pseudomonas syringae pv syringae menunjukkan puncak akumulasi SA pada 15 jam setelah inokulasi dan menurun hingga akhir pengamatan pada 35 jam setelah inokulasi. Setelah 120 jam umumnya terjadi penurunan akumulasi SA kecuali perlakuan 1 ppm yang sejak awal inokulasi rendah dan mencapai maksimum pada titik ini. Akumulasi SA pada tanaman tembakau dengan konsentrasi nanogram mengalami peningkatan 1 µg g-1 pada 72 jam setelah diinokulasi TMV dan penurunan akumulasi setelah 120 jam diduga karena prekusor SA yaitu phenylalanine juga dirombak menjadi senyawa lain untuk kebutuhan metabolisme tanaman (Malamy et al. 1990).

Akumulasi SA pada awal infeksi diduga merupakan akumulasi SA secara eksogen dan endogen dari tanaman itu sendiri. Hal ini terlihat bahwa pada 6 jam setelah infeksi, aktivitas enzim PAL untuk merombak Phenylalanine menjadi SA tidak berbeda untuk semua perlakuan. Namun, perlakuan SA dengan konsentrasi 4-16 ppm menunjukkan dapat menghambat replikasi virus pada jaringan tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan hanya munculnya gejala lesio lokal (reaksi hipersensitif) tanpa gejala sistemik dan waktu inkubasi yang singkat. Reaksihipersensitif ini terjadi sesaat setelah inokulasi, namun kematian sejumlah sel (jaringan) tersebut baru dapat terlihat mata setelah beberapa hari (4 hari, pada penelitian ini). Waktu inkubasi yang singkat ini menunjukkan tanaman memberikan respon yang cepat untuk bereaksi terhadap infeksi virus.

Reaksi hipersensitif sebagai bentuk pertahanan tanaman terutama terhadap patogen yang obligat seperti virus dan nematoda adalah suatu hal yang umum terjadi. Jaringan yang mengalami nekrosis mengisolasi patogen obligat dari substansi hidup di sekitarnya sehingga patogen tersebut akhirnya mati. Semakin cepat sel-sel mati setelah infeksi, maka semakin efektif proses isolasi tersebut dan tanaman tersebut semakin tahan. Kematian beberapa sel disekitar lokasi masuknya virus dapat mencegah menyebarnya virus (Agrios 2005). Asam salisilat berperan menghambat enzim katalase yang merombak hydrogen peroksida (H202) menjadi molekul air (H2O) dan oksigen (O2). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya konsentrasi H202 pada bagian daun tembakau yang bukan diinfeksi meningkat selama aktivasi SAR (Huang 2001). Hidrogen peroksida dan reactive oxygen species (ROS) serta derivatnya adalah sebagai senyawa second messenger yang mengaktivasi gen ketahanan (Conarth et al. 1995).

Fluktuasi SA pada perlakuan 16 ppm cenderung stabil mengalami kenaikan sejak awal infeksi dan sampai akhir pengamatan akumulasinya lebih tinggi dibandingkan kontrol atau perlakuan lainnya. Pada akhir pengamatan (168 jam setelah inokulasi) semua perlakuan cenderung mengalami penurunan akumulasi SA bahkan lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol. Dinamika akumulasi SA ini diduga karena phenylalanine dirombak oleh enzim PAL menjadi senyawa metabolit sekunder lainnya yang dibutuhkan tanaman. Akumulasi yang proporsional tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak terganggu karena tanaman juga melakukan aktivitas metabolisme senyawa primer dan sekunder lainnya (Bilgin et al. 2010).

Ekspresi SAR sangat tergantung dari adanya akumulasi SA dan berasosiasi dengan pathogenesis-related protein (PR protein) yang mempunyai aktivitas sebagai anti patogen (van Loon 2000). Aktivitas gen yang berperan dalam SAR yaitu PR-1 dapat dideteksi dengan analisis RNA. Pada penelitain, aktivitas PR protein juga dianalisis menggunakan RT-PCR untuk mengetahui ekspresi gen PR-1 namun belum berhasil dilakukan (data tidak ditampilkan). Analisis gen PR yang terlibat dalam SAR telah dilakukan oleh Devadas & Raina (2002) dan Yasuda et al. (2003) pada tanaman arabidopsis dan tembakau menggunakan teknik RT-PCR.

Kandungan SA pada tanaman anggrek yang terbentuk pada penelitian ini berhubungan erat dengan aktivitas enzim PAL. Enzim PAL merupakan kunci dalam sintesis SA dan pembentukan SAR (Smith-Becker et al.1998). Pada tanaman Arabidopsis, aktivitas enzim PAL penting untuk akumulasi SA dan ekspresi reaksi hipersensitif (Mauch-Mani & Slusarenko 1996). Akumulasi SA ternyata didukung pula oleh peningkatkan aktivitas enzim PAL pada batang dan petiol tanaman mentimun yang terinduksi oleh inokulasi P. syringae pv. syringae (Smith-Becker et al. 1998). Manitto (1981) menyatakan bahwa perubahan L- phenilalanine menjadi trans-sinamat dalam semua jenis tumbuhan berpembuluh dikatalis oleh enzim PAL yang berperan penting karena mengontrol langkah biosintesis penting dalam jalur pembentukan senyawa golongan besar produk alami penting seperti senyawa-senyawa lignin dan flavonoid.

KESIMPULAN

1. SA yang diberikan pada media perakaran kultur jaringan tidak memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan plantlet anggrek dan tidak bersifat toksik sampai konsentrasi 16 ppm.

2. D. nindii, jenis anggrek yang rentan terhadap infeksi ORSV, dapat ditingkatkan ketahanannya terhadap ORSV dengan pemberian SA pada media perakaran kultur jaringan. Penambahan SA 16 ppm mampu meningkatkan ketahanan tanaman anggrek terhadap ORSV tertinggi yaitu mencapai 93,75% .

DAFTAR PUSTAKA

Agrios. 2005. Plant Pathology. 5th Edition. New York: Elsevier Academic Press. Bilgin DD, Zavala JA, Zhu J, Cloughg SJ, Ort DR, DeLucia EH. 2010. Biotic

stress globally downregulates photosynthesis genes. Plant, Cell and Environ 33: 1597–1613

Conarth U, Chen Z, Ricigliano J, Klessig DF. 1995. Two inducers of plant defense responses 2,6-dichloroisonicotinic acid and salicylic acid, inhibit catalase activity in tobaco. Proc Natl Acad Sci 92: 7143-7147.

Chang C, Chen CY, Hsu YH, Wu JT, Hu CC, Chang WC, Lin NS. 2005. Transgenic resistance to Cymbidium mosaic virus in Dendrobium expressing the viral capsid protein gene. Transgen Res 14: 41–46

Chung BN, Yoon J-Y, Kim MS. 2010. Viral infection of tissue cultured orchids and evaluation of damages. Plant Pathol J 26: 194-197.

Devadas SK, Raina R. 2002. Preexisting systemic acquired resistance suppresses hypersensitive response-associated cell death in Arabidopsis hrl1 mutant. Plant Physiol 128 : 1234-1244.

Edwards R, Kessmann H. 1992. Isoflavonoid phytoalexins and their biosynthetic enzyme. Di dalam: Gurr SJ, McPherson MJ, Bowles DJ, editor. Molecular Plant Pathology Vol. II a Practical Approach. New York: Oirl Press Oxford University Press. hlm 45-62

Eun-AJC, Huang L, Chew FT, Yau Li-SF, Man Wong S. 2002. Detection of two orchid viruses using quartz crystal microbalance-based DNA biosensors. Phytopathology 92: 654-658.

Francki RIB, Milne RG, Hatta T. 1985. Atlas of plant viruses, Vol. II . Boca Raton: CRC Press.

Grisoni M, Davidson F, Hyrondelle C, Farreyrol K, Caruana ML. Pearson M. 2004. Nature, incidence, and symptomatology of viruses infecting Vanilla tahitensis in French Polynesia. Plant Dis 88: 199-124.

Huang JS. 2001. Plant Pathogenesis and Resistance: Biochemistry and Physiology of Plant-microbe Interactions. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Klarzynski O, Descamps V, Plesse B, Yvin JC, Kloareg B, Fritig B. 2003. Sulfated fucan oligosacharides elicit defense responses in tobacco and local and systemic resistance against Tobacco mosaic virus. MPPI (16): 115-121.

Lakani I, Suastika G, Mattjik N, Damayanti TA. 2010. Identification and molecular characterization of odontoglossum ringspot virus (ORSV) from bogor, Indonesia. Hayati J Biosci 17: 101-104

Lopez-Delgado H, Mora-Herrera ME, Zavaleta-Mancera HA, Cadena-Hinojosa M, Scott IM. 2004. Salicylic acid enhances heat tolerance and Potato virus X (PVX) elimination during thermotherapy of potato microplants. Am J Pot Res 81: 171-176.

Malamy J, Carr J, Kessig D, Raskin I. 1990. Salicylic acid: a likely endogenous signal in the resistance response of tobacco to viral infection. Science 250: 1002–1004.

Manitto P. 1981. Biosintesis of Natural Products. England: Elis Horwood Ltd. Mauch-Mani B, Slusarenko A. 1996. Production of salicylic acid precursors is a

major function of phenylalanine ammonialyase in the resistance of Arabidopsis to Peronospora parasitica. Plant Cell 8: 203–212.

Murphy AM, Carr JP. 2002. Salicylic acid has cell-specific effects on Tobacco mosaic virus replication and cell-to-cell movement. Plant Physiol 128: 552-563

Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M. 2005. Viral diseases of flower plants. Identification of viruses affecting orchids (Cymbidium Sw). Biologija 2: 29–34

Ryals JA, Neuenschwander UH, Willits MG, Molina A, Steiner HY, Hunt MD. 1996. Systemic acquired resistance. Plant Cell 8: 1809-1819.

Sherpa AR, Hallan V, Zaidi AA. 2004. Cloning and sequencing of coat protein gene of an Indian Odontoglossum ringspot virus isolate. Acta Virol. 48: 267–269

Smith-Becker J, Marois E, Huguet EJ, Midland SL, Sims JJ, Keent NT. 1998. Accumulation of salicylic acid and 4-hydroxybenzoic acid in phloem fluids of cucumber during sistemic acquired resistance is preceded by a transient increase in phenylalanine ammonia-lyase activity in petiols and stem. Plant Physiol 116:231-238.

Srivastava PS, Iqbal M, Mughal MH. 1999. Role of tissue culture in plant disease control. Di dalam : Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK, Editor. Biotechnological Approaches in Biocontrol of Plant Pathogens. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. hlm 197-245

Stomberg A. 1994. Induced Systemic Resistance in Potato to Late Blight [Dissertation]. Sweden : Swedish University of Agricultural Science.

Urban TC, Fajerska EH. 2006. Therapeutic effect of cytokinin sequence application on virus-infected cattleya tissue cultures. Acta Biol Cracov Series Bot 48: 27–32.

van Loon LC, Baker PAHM, Pieterss CMJ. 1998. Sytemic resistance induced by rhizosphere bacteria. Ann Rev Phytopathol 36: 453-483.

van Loon LC. 2000. Sytemic induced resistance. Di dalam : Slusarenko A, Fraser RSS, Van Lonn LC, Editor. Mechanism of Resistance to Plant Diseases. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.hlm 521-574.

Wisler GC. 1989. How to Control Orchid Viruses. The Complete Guidebook. Gainesville: Maupin House Publ.

Wright KM, Duncan GH, Pradel KS, Carr F, Wood S, Oparka KJ, Cruz SS. 2000. Analysis of the N gene hypersensitive response induced by a fluorescently tagged Tobacco mosaic virus. Plant Physiol 123: 1375– 1385.

Yasuda M, Nishioka M, Nakashita H, Yamaguchi I, Yoshida S. 2003. Pyrazolecarboxylic acid derivative induces systemic acquired resistance in tobacco. Biosci Biotech Biochem 67: 2614-2620

Yasuda M, Kusajima M, Nakajima M, Akutsu K, Kudo T, Yoshida S, Nakashita H. 2006. Thiadiazole carboxylic acid moiety of tiadinil, SV-03, induces systemic acquired resistance in tobacco without salicylic acid accumulation. J Pestic Sci 31: 329–334.

Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliot MS, Wong SM. 1990. Viruses of orchids and their control. Plant Dis 74: 621–626

Lampiran 1.1 Hasil Alignment nukleotida antara genom CymMV isolat Pulau Jawa dengan nukleotida isolat CymMV yang terdapat pada database GeneBank. Huruf dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, huruf dengan latar belakang abu-abu menunjukkan ketidaksamaan runutan dengan isolat sesama isolat. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver. 2.7.000 (www.psc.edu/ biomed /genedoc).

 

Lampiran 1.2 Hasil Alignment asam amino antara genom CymMV isolat Pulau Jawa dengan asam amino CymMV yang terdapat pada database GeneBank.

Huruf dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, huruf dengan latar belakang abu-abu menunjukkan ketidaksamaan runutan dengan isolat sesama isolat. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver. 2.7.000 (www.psc.edu/biomed /genedoc).

       

 

Lampiran 2.1 Hasil Alignment nukleotida isolat ORSV Pulau Jawa dengan nukleotida ORSV yang terdapat pada database Genbank. Basa dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, latar belakang abu- abu/putih menunjukkan adanya mutasi. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver. 2.7.000 (www.psc.edu/biomed/ genedoc).

   

Lanjutan Lampiran 2.1          

Lanjutan Lampiran 2.1                  

 

Lampiran 2.2 Hasil Alignment asam amino ORSV isolat Pulau Jawa dengan nukleotida ORSV yang terdapat pada database Genbank. Basa dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, latar belakang abu- abu/putih menunjukkan adanya mutasi. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver. 2.7.000 (www.psc.edu/biomed/ genedoc).

Lampiran 3 Data pengamatan dan anova kultur jaringan anggrek

Tabel lampiran 1 Tinggi tanaman plantlet anggrek hasil perlakuan pemberian SA pada media kultur jaringan

Perlakuan  SA (ppm)  Ulangan  Jumlah  Rerata  1  2  3  4  5  6  0  8,27 6,43  6,73 7,70 6,48 9,00 44,61  7,44  1  5,30 6,07  7,23 8,13 9,88 9,00 45,61  7,60  2  6,20 6,93  5,30 8,08 9,25 8,75 44,51  7,42  4  6,70 8,63  7,57 8,88 7,67 7,88 47,33  7,89  8  6,67 6,00  6,07 9,75 9,63 9,10 47,22  7,87  16  6,47 6,10  6,50 10,00 7,88 9,40 46,35  7,73  Jumlah  39,61 40,16  39,40 52,54 50,79 53,13 275,63  Rerata                       7,66   

Anova  tinggi tanaman 

SK  db JK  KT  F. Hitung     FT 0,05  FT 0,01  Kelompok  5 39,171  7,834  3,57 **  Perlakuan   5 1,277  0,255  0,12 tn  2,53  3,70  Galat  30 65,757  2,192  Total  35 67,034                 KK =  19,34  

Tabel lampiran 2 Jumlah tunas plantlet anggrek hasil perlakuan pemberian SA pada media kultur jaringan

Perlakuan  SA (ppm)  Ulangan  Jumlah  Rerata  1  2  3  4  5  6  0  2,50 1,75  2,25  2,75 2,25 1,40 12,90  2,15  1  2,00 1,50  2,75  2,00 1,50 2,00 11,75  1,96  2  3,25 2,25  2,50  1,25 3,25 2,50 15,00  2,50  4  2,00 1,75  2,00  2,00 1,50 2,00 11,25  1,88  8  2,75 2,00  2,00  1,50 1,00 1,20 10,45  1,74  16  3,00 1,75  3,00  1,40 1,40 1,00 11,55  1,93  Jumlah  15,50 11,00  14,50  10,90 10,90 10,10 72,90  Rerata                       2,03   

Anova  jumlah tunas 

SK  db  JK  KT  F. Hitung     FT 0,05  FT 0,01  Kelompok  5  4,233  0,847 2,30 tn  Perlakuan   5  2,151  0,430 1,17 tn  2,53  3,70  Galat    30  11,047  0,368 Total    35  13,198                 KK =  29,97 

Tabel lampiran 3 Pertambahan jumlah daun plantlet anggrek hasil perlakuan pemberian SA pada media kultur jaringan

Perlakuan  SA (ppm)  Ulangan  Jumlah  Rerata  1  2  3  4  5  6  0  5,00  2,75 4,75 4,75 5,25 3,00  25,50  4,25  1  5,00  2,00 6,25 3,75 2,00 5,25  24,25  4,04  2  6,00  3,25 3,75 3,00 6,00 6,00  28,00  4,67  4  4,75  2,75 2,75 3,50 3,75 3,50  21,00  3,50  8  3,50  3,75 3,00 2,75 2,25 2,50  17,75  2,96  16  3,50  2,50 6,00 3,00 1,50 1,00  17,50  2,92  Jumlah  27,75  17,00 26,50 20,75 20,75 21,25  134,00  Rerata                       3,72   

Anova pertambahan jumlah daun 

SK  db  JK  KT  F. Hitung     FT 0,05  FT 0,01  Kelompok  5  13,556 2,711 1,54  tn  Perlakuan  5  15,326 3,065 1,75  tn  2,53 3,7  Galat  30  52,646 1,755 Total  35  67,972                KK =  35,59 

Tabel lampiran 4 Lebar daun plantlet anggrek hasil perlakuan pemberian SA pada media kultur jaringan

Perlakuan SA  (ppm)  Ulangan  Jumlah  Rerata  1  2  3  4  5  6  0  1,30  0,87 1,20 1,33 1,50 1,18  7,38  1,23  1  0,90  0,70 1,03 1,28 1,50 1,18  6,59  1,10  2  0,80  1,07 1,03 1,28 1,50 1,18  6,86  1,14  4  0,87  1,33 1,13 1,25 0,78 1,18  6,54  1,09  8  1,00  1,07 0,80 1,30 1,13 1,08  6,38  1,06  16  0,97  0,90 1,00 1,15 1,03 1,00  6,05  1,01  Jumlah  5,84  5,94 6,19 7,59 7,44 6,80  39,80  Rerata                       1,11   

Anova lebar daun 

SK  db  JK  KT  F. Hitung     FT 0,05  FT 0,01  Kelompok  5  0,483  0,097 2,21 tn  Perlakuan   5  0,171  0,034 0,78 tn  2,53 3,70  Galat  30  1,313  0,044 Total  35  1,484                 KK =  18,92 

Tabel lampiran 5 Jumlah akar plantlet anggrek hasil perlakuan pemberian SA pada media kultur jaringan 

Perlakuan  SA (ppm)  Ulangan  Jumlah  Rerata  1  2  3  4  5  6  0  6,67  14,25  17,75  11,50 9,25 11,00 70,42 11,74  1  7,00  18,00  10,00  8,25 9,75 11,00 64,00 10,67  2  9,00  16,20  11,50  11,75 8,75 11,50 68,70 11,45  4  5,75  13,75  16,50  12,35 8,33 11,50 68,18 11,36  8  5,75  18,25  11,00  14,25 8,75 9,25 67,25 11,21  16  4,00  13,00  10,25  11,80 9,25 6,60 54,90 9,15  Jumlah  38,17  93,45  77,00  69,90 54,08 60,85 393,45 Rerata                       10,93   

Anova jumlah akar 

SK  db  JK  KT  F. Hitung     FT 0,05  FT 0,01  Kelompok  5  305,291  61,058 4,43 **  Perlakuan   5  26,545  5,309 0,38 tn  2,53 3,70  Galat  30  413,765  13,792 Total  35  440,310                 KK =  33,98   

Tabel lampiran 6 Panjang akar plantlet anggrek hasil perlakuan pemberian SA pada media kultur jaringan

Perlakuan  SA (ppm)  Ulangan Jumlah Rerata  1 2 3 4 5 6 0  6,67 6,25 7,25 5,88 3,38 4,40 33,83 5,64 1  5,67 6,50 3,50 3,88 7,63 4,75 31,93 5,32 2  5,50 5,70 3,63 6,63 4,50 6,50 32,46 5,41 4  5,00 4,00 3,13 6,50 6,83 6,13 31,59 5,27 8  2,13 6,75 6,13 6,75 7,63 5,20 34,59 5,77 16  2,88 5,38 3,63 4,30 4,50 7,50 28,19 4,70 Jumlah  27,85 34,58 27,27 33,94 34,47 34,48 192,59 Rerata  5,35  

Anova panjang akar

SK db JK KT F. Hitung FT 0,05 FT 0,01 Kelompok 5 10,368 2,074 0,85 tn Perlakuan 5 4,150 0,830 0,34 tn 2,53 3,70 Galat 30 73,050 2,435 Total 35 77,200 KK = 29,17  

Dokumen terkait