• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Tepung Daging Teripang Terhadap Panjang Setiap Fase Pada Siklus Estrus

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.2. Pengaruh Pemberian Tepung Daging Teripang Terhadap Panjang Setiap Fase Pada Siklus Estrus

Perbandingan panjang setiap fase pada siklus estrus masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Panjang rataan setiap fase pada siklus estrus tikus (jam)

Kelompok Fase Proestrus Fase Estrus Fase Metestrus Fase Diestrus K 12±0,00ab 12±0,00b 24±0,00a 60±0,00bc OK 10±2,83a 0,00±0,00a 28±0,00b 36±0,00a EST 16±0,00abc 22±2,83d 24±0,00a 60±5,66bc TD 30 18±2,83bcd 18±2,83cd 24±0,00a 68±5,66c TD 40 20±5,66cd 16±0,00c 26±2,83ab 58±2,83b TD 50 24±0,00d 20±0,00cd 28±0,00b 60±0,00bc

Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

K: kelompok kontrol, OK: kelompok hewan yang diovariektomi, EST: kelompok hewan ovariektomi yang diberi estrogen murni, TD 30: kelompok hewan ovariektomi yang diberi tepung daging teripang dengan dosis 30 µg/100 g BB, TD 40: kelompok hewan ovariektomi yang diberi tepung daging teripang dengan dosis 40 µg/100 g BB, dan TD 50: kelompok hewan ovariektomi yang diberi tepung daging teripang dengan dosis 50 µg/100 g BB.

Fase Proestrus

Pada fase proestrus, kelompok K mempunyai panjang waktu yang tidak berbeda nyata dengan kelompok OK, EST, dan TD 30. Berbeda dengan kelompok diatas, kelompok TD 40 dan TD 50 mempunyai perbedaan panjang waktu yang nyata dengan kelompok K. Sedangkan pada kelompok OK, menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok TD 30, TD 40 dan TD 50 (p<0,05). Hal

25

ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daging teripang pasir menyebabkan perpanjangan waktu pada fase proestrus. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Toelihere (1985) yang menyatakan pada fase proestrus terjadi peningkatan vaskularisasi epitel vagina dan kornifikasi yang terjadi pada beberapa spesies. Peningkatan vaskularisasi ini disebabkan oleh estrogen yang semakin tinggi. Johnson & Everitt (1984) juga melaporkan bahwa fungsi utama estrogen adalah menstimulasi pertumbuhan jaringan organ kelamin serta jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi.

Pada fase proestrus ini kadar estrogen mulai meningkat dan saluran mukosa vagina mulai mendapatkan peningkatan aliran darah (vaskularisasi) yang lebih intensif sehingga sel-sel epitel saluran reproduksi mulai berproliferasi. Proliferasi yang terjadi pada sel-sel epitel endometrium uterus, epitel vagina, dan epitel duktus kelenjar ambing terjadi secara tidak langsung dibantu oleh faktor parakrin yang dihasilkan sel stroma akibat induksi estrogen (Cooke et al. 1995). Bila dibandingkan dengan kelompok K dan EST, panjang fase proestrus pada kelompok TD 50 lebih lama dan berbeda nyata secara statistik. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa selain senyawa androgenik dalam teripang, terdapat senyawa lain yang mempengaruhi panjang fase proestrus, dengan terjadinya peningkatan vaskularisasi epitel vagina dan kornifikasi (Toelihere 1985).

Fase Estrus

Pada kelompok OK fase estrus tidak terbentuk, hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Safrida (2011) yang menyatakan bahwa kadar hormon estrogen tikus ovariektomi sangat rendah sehingga tidak terjadi fase estrus pada siklus estrusnya. Panjang fase estrus kelompok EST, TD 30, TD 40 dan TD 50 terlihat lebih lama dan memberikan beda nyata dengan kelompok K (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa tikus ovariektomi yang diberi EST dan tepung daging teripang masih bisa kembali mengalami fase estrus. Pemberian tepung daging teripang berpengaruh terhadap fase estrus tikus, karena senyawa androgenik yang terdapat pada tepung daging teripang tersebut mempunyai efek seperti yang dihasilkan oleh estrogen. Riani et al. (2008) melaporkan bahwa teripang sudah diteliti mengandung testosteron. Teripang segar mengandung testosteron lebih banyak dari pada teripang yang sudah dikeringkan (Riani et al. 2008), sedangkan bagian tubuh teripang yang paling banyak mengandung testosteron adalah daging

26

teripang dibandingkan testis dan jeroan. Testosteron adalah hormon yang dapat berfungsi sebagai pembentuk estrogen pada sel teka dan sel granulosa dari ovarium hewan betina (Johnson & Everitt 1984).

Fase estrus adalah fase dimana tikus betina dapat atau mau didekati pejantan karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat. Pada fase estrus yang dapat dideteksi dari gambaran sel epitel vagina, ovarium berada dalam fase folikuler. Fase folikuler merupakan fase siklus yang singkat dimulai dari awal pembentukan folikel sampai pecahnya folikel de Graaf saat ovulasi. Seiring dengan peningkatan ukuran folikel, sintesis estrogen didalamnya akan meningkat. Sedangkan fase luteal terjadi ketika sudah terbentuk korpus luteum hasil dari folikel yang kolaps. Korpus luteum akan mensekresikan progesteron (Johnson & Everitt 1984). Fase estrus memiliki kadar estrogen tinggi dan suplai darah ke vagina bertambah sehingga epitel vagina mengalami kornifikasi dengan cepat (Toelihere 1985).

Pemanjangan lama fase estrus memberikan peluang lebih banyak folikel matang dan mensekresi estrogen sehingga betina dapat menerima perkawinan yang lebih frekuen dari hewan jantan. Salisbury & Van Demark (1985) menyatakan bahwa pemanjangan lama fase estrus mengindikasikan adanya peningkatan pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium karena secara normal aktivitas estrus tidak akan terjadi sebelum folikel yang bertumbuh dan matang terlihat di dalam ovaria. Sedangkan menurut Tou et al. (2003) perpanjangan fase estrus pada tikus mempunyai implikasi yang penting pada reproduksi karena berpotensi dalam hal fertilitas karena mempunyai waktu kawin yang panjang. Perpanjangan waktu estrus pada semua kelompok TD dan EST dibandingkan kelompok K adalah menguntungkan dan potensial dalam segi fertilisasi. Tetapi hal ini berdampak pada total waktu keseluruhan siklus estrus menjadi panjang, sehingga satu siklus harus menunggu lama untuk estrus kembali.

Fase Metestrus

Pada fase metestrus kelompok EST, TD 30 dan TD 40 tidak memberikan beda nyata dengan kelompok K. Namun demikian semua kelompok diatas berbeda nyata dengan kelompok OK yang memiliki waktu lebih panjang. Pada fase metestrus, kadar estrogen menurun dan vaskularisasi berkurang sehingga

27

terjadi pelepasan sel epitel vagina dan penyusunan leukosit. Pada fase ini umumnya tidak terjadi perkawinan. Menurut Baker et al. (1980) fase metestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel tanduk dan sel-sel leukosit jika dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Selama metestrus, uterus menjadi agak lunak karena terjadi pengendoran otot serta melakukan persiapan untuk menerima dan memberi makan embrio.

Fase Diestrus

Pada fase diestrus, semua kelompok perlakuan (EST, TD 30, TD 40 dan TD 50) tidak memberikan beda nyata bila dibandingkan dengan kelompok K. Namun demikian semua kelompok memiliki beda nyata bila dibandingkan dengan kelompok OK yang memiliki waktu lebih pendek. Hal ini disebabkan pada fase diestrus, kadar estrogen pada level rendah lebih lama untuk menuju ke fase berikutnya. Pada fase ini kontraksi uterus menurun, endometrium menebal dan kelenjar-kelenjar mengalami hipertropi, serta mukosa vagina menipis, warna lebih pucat dan leukosit yang bermigrasi semakin banyak.

Respon biologis dari suatu organ target terhadap suatu hormon ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi hormon, konsentrasi reseptor dan afinitas dari interaksi hormon reseptor. Zat yang memiliki aktivitas seperti estrogen disebut estrogenik. Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut xenoestrogen. Teripang telah terbukti dapat diekstrak steroidnya dan mengandung testosteron (Kustiariyah 2006). Testosteron pada hewan betina akan mengalami aromatase menjadi estradiol 17β seperti yang tertuang pada Gambar 4 (Johnson & Everitt 1984). Pemberian ekstrak steroid tubuh teripang pada tikus betina, mempengaruhi kinerja reproduksinya, termasuk dalam pemulihan fase estrus pada tikus yang diovariektomi. Dengan mekanisme yang sama, diduga bahwa tepung daging teripang akan berfungsi atau berperan dalam proses reproduksi melalui reseptor-reseptor yang ada. Fungsi dari reseptor adalah untuk mengenal suatu hormon tertentu diantara banyak molekul yang ditemukan dalam waktu tertentu dan setelah berikatan dengan hormonnya akan memberikan tanda-tanda yang dihasilkan oleh suatu respon biologis (Schunack et al. 1990).

BAB V

Dokumen terkait