• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerimaan Diri terhadap Subjective Well Being pada Penderita Pasca Stroke

Dalam dokumen Ika Fajriyati BAB II (Halaman 36-40)

Stroke mengakibatkan berbagai perubahan di dalam diri penderitanya. Selain

dampak secara fisik yang sangat menonjol, stroke akan berdampak pada kondisi

sosial dan ekonominya. Selain itu, penderita juga akan mengalami perubahan

secara psikologis. Perubahan secara psikologis pada penderita pasca stroke

disebabkan oleh perubahan aktifitas keseharian dari penderita.

Penderita pasca stroke tetap harus menjalani kehidupannya dan bisa

berdampingan dengan penyakit yang dideritanya. Penderitaan yang dialami oleh

penderita pasca stroke bukan berarti penderita tidak bisa merasakan kesejahteraan

dan kebahagiaan. Karena rasa bahagia akan mampu membawa dampak positif bagi kesembuhan penderita pasca stroke. Hal ini dijelaskan oleh Myers (2015) bahwa keadaan jasmani individu yang bahagia lebih sehat, cepat sembuh dari penyakit dan lebih tahan menghadapi penyakit dibandingkan individu yang tidak bahagia. Kebahagiaan dapat ditemukan ketika seseorang individu memiliki

subjective well-being.

Individu dengan level subjective well-being yang tinggi, pada umumnya

memiliki sejumlah kualitas yang mengagumkan (Diener, 2000). Individu ini akan lebih mampu mengontrol emosinya dan menghadapi berbagai peristiwa dalam

hidup dengan lebih baik. Sedangkan individu yang dikatakan memiliki subjective well-being rendah individu merasa tidak puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kebahagiaan dan kasih sayang serta lebih sering merasakan emosi yang negatif seperti kemarahan atau kecemasan (Diener dkk, dalam Eid & Lanrsen,

2008). Penderita pasca stroke yang memiliki subjective well-being akan

senantiasa merasakan emosi yang positif dan mampu mengontrol emosinya serta mampu menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya meskipun pada kenyataannya peristiwa yang dialami adalah hal yang tidak menyenangkan. Akan tetapi jika penderita pasca stroke tersebut memiliki subjective well-being rendah, maka penderita akan memandang bahwa peristiwa yang dialaminya adalah hal yang tidak menyenangkan sehingga individu merasakan lebih banyak emosi-emosi yang negatif.

Stroke adalah salah satu peristiwa yang tidak menyenangkan yang dialami

oleh penderitanya. Hal ini dikarenakan stroke dapat membuat perubahan yang

besar dalam kehidupan penderita. Perubahan tersebut membuat penderita pasca

stroke harus menjalani kehidupannya dalam kondisi yang tidak menyenangkan

setelah mengalami serangan stroke. Kondisi yang tidak menyenangkan ini akan

mempengaruhi subjective well-being penderita pasca stroke. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh Wyller, dkk (1998) yang menunjukkan bahwa kondisi

subjective well-being pada penderita stroke lebih rendah dibandingkan penderita

Tidak menutup kemungkinan bahwa dengan kondisi kehidupan yang

dialaminya, penderita pasca stroke dapat bangkit dari ketidakberdayaannya

dengan menerima kenyataan yang terjadi sehingga akan mendapatkan subjective

well-being. Penderita pasca stroke akan memandang kehidupannya lebih positif, memiliki kepuasan hidup, kepuasan domain, seringkali merasakan emosi positif dan jarang mengalami emosi negatif.

Menerima kenyataan yang dialami dalam kehidupan individu akan membuat individu merasakan kenyamanan dalam hidupnya sehingga akan merasakan emosi

yang lebih positif. Hal ini dijelaskan dalam penelitian mengenai subjective

well-being dan penerimaan diri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Nayana (2013) yang menjelaskan walaupun individu memiliki kondisi diri yang tidak stabil namun bila individu tersebut memiliki penerimaan diri, penyesuaian diri atau adaptasi yang baik dengan lingkungannya juga akan membuatnya menjadi nyaman dengan kondisi dirinya. Selain itu, Noviyanti (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ketika individu mampu berpikir positif dengan melihat kelebihan dibalik kekurangannya, maka pada saat itu pula muncul usaha untuk menyesuaikan diri. Pada penyesuaian diri tersebut secara tidak langsung, individu akan mampu mengendalikan diri secara emosional. Jika individu mampu mengendalikan emosinya maka individu tersebut akan mampu merasakan emosi yang positif.

Kepuasan hidup yang dimiliki oleh individu merupakan salah satu komponen

pribadi individu sehubungan rasa senang atau tidak senang sebagai akibat dari adanya dorongan atau kebutuhan yang ada dari dalam dirinya dan dihubungkan dengan kenyataan yang dirasakan (Caplin, 2011). Rasa senang atau tidak senang

penderita pasca stroke dalam menghadapi kenyataan yang dirasakannya dapat

memperlihatkan apakah penderita memiliki subjective well-being. Penderita pacsa

stroke yang tetap merasa senang dengan kenyataan yang dialami maka sebelumnya individu tersebut sudah menerima keadaan dirinya sehingga tetap mampu merasakan perasaan senang.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi subjective well-being pada

penderita pasca stroke baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Faktor yang terdapat dari dalam diri salah satunya adalah penerimaan diri. Di dalam studi yang dilakukan mulai akhir tahun 1940-an, sebagian besar di bawah pengaruh perspektif humanistik pada penerimaan diri, telah menegaskan bahwa tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait dengan emosi positif, memuaskan hubungan sosial, prestasi, dan penyesuaian terhadap peristiwa kehidupan negatif (Szentagotai dan David dalam Bernard, 2013).

Banyak penelitian yang dilakukan mengenai dampak positif penerimaan diri bagi kondisi psikologis individu. Penerimaan diri yang positif dapat

meningkatkan kebahagiaan pada diri penderita pasca stroke. Seperti yang

disampaikan oleh Rykman (2006) bahwa penerimaan diri yang positif akan menumbuhkan perasaan bahagia dan nyaman, karena pada dasarnya salah satu komponen yang dapat menimbulkan individu merasa bahagia adalah adanya

penerimaan diri, menerima apa adanya kelebihan dan kelemahan diri. Sedangkan menurut Xu dkk (2014) telah ditemukan bukti-bukti kuat adanya hubungan antara

penerimaan diri dengan subjective well-being.

Oleh karena itu peneliti menduga penerimaan diri memberikan pengaruh positif terhadap subjective well-being pada penderita pasca stroke. Penderita

pasca stroke yang dapat menerima dirinya akan berusaha untuk berpikir positif tentang segala peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya. Penerimaan diri

akan membantu penderita pasca stroke untuk mengevaluasi dirinya secara positif,

tetap merasakan emosi yang positif dan dapat mengendalikan emosi negatif. Berdasarkan kajian yang telah diuraikan peneliti menduga adanya pengaruh positif antara penerimaan diri terhadap subjective well-being yang akan diujikan pada penderita pasca stroke.

Dalam dokumen Ika Fajriyati BAB II (Halaman 36-40)

Dokumen terkait