• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian menunjukkan pengobatan tidak teratur dapat berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki diabetik (Tabel 5.11). Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus, menurut hasil penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Misnadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika(Misnadiarly, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Lilik Rosyida, dkk (2015) menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada penggunaan obat antidiabetes di Puskesmas Kedurus masih rendah sehingga perlu adanya monitoring dari tenaga kesehatan kepada pasien diabetes melitus terhadap terapinya untuk mencegah timbulnya penyakit komplikasi.

Edukasi pasien merupakan salah satu prinsip penting dalam pengelolaan DM untuk mengoptimalkan terapi pengobatan. Jika edukasi dapat dijalankan secara efektif, dapat meningkatkan kepatuhan dan pengelolaan diri sendiri oleh pasien terhadap penyakitnya (Farsaei, dkk, 2011). WHO pada tahun 2006 menyatakan bahwa Apoteker memegang peranan yang cukup penting untuk membantu mengatasi masalah kepatuhan yang rendah terhadap terapi jangka panjang pada penyakit kronik, seperti DM. Pasien DM tipe 2 mungkin diberikan obat yang bermacam-macam sehingga Apoteker adalah posisi yang tepat untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang pengobatannya dan menjelaskan regimen pengobatan untuk meningkatkan kepatuhan. Prinsip pengobatan diabetes melitus tipe 2 tidak hanya mencakup penggunaan ADO saja tetapi juga pengaturan pola makan dan olahraga. Selain ketidakpatuhan terhadap penggunaan ADO dan penerapan diet DM, sebagian responden juga kurang patuh dalam melaksanakan olahraga sebagai salah satu rekomendasi terapi DM secara nonfarmakologi.

Peningkatan kualitas hidup pasien DM dipengaruhi oleh keberhasilan pengobatan. Kurang optimalnya hasil pengobatan pada umumnya disebabkan karena ketidakpatuhan pasien, ketidaktepatan peresepan, dan ketidaktepatan

monitoring (Hepler & Strand, 1990 dalam Puspitasari Wahyu A, 2012). Ketidakpatuhan pasien meningkatkan resiko komplikasi dan bertambah parahnya penyakit yang diderita (Pratita, 2012 dalam Puspitasari Wahyu A, 2012).

6.11 Pengaruh Perawatan Kaki Terhadap Kejadian Ulkus Kaki Diabetik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan kaki tidak rutin dapat berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki diabetik (Tabel 5.12). Hasil ini sejalan dengan Kibachio, J. M., dkk (2013) di Kenya-Afrika bahwa perawatan kaki berhubungan dengan risiko terjadi ulkus dengan p value =0,017. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Purwanti (2013), perawatan kaki tidak rutin memiliki kemungkinan 12,936 terjadi ulkus kaki jika di bandingkan yang melakukan kaki rutin. Dengan demikian bahwa perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik kaki.

Menurut Heitzman (2010), Sekitar 50-60% yang mengalami ulkus kaki akan mempengaruhi kualitas hidup buruk. Untuk itu perlu responden DM melakukan perawatan kaki secara rutin. Perawatan kaki terdiri dari memeriksa kaki setiap hari, perawatan kulit dan penggunaan alas kaki atau sepatu yang tepat. Peningkatan proporsi seseorang penderita DM dalam perawatan kaki dapat menurunkan amputasi kaki di ekstremitas bawah. Perlunya responden mengetahui cara perawatan kaki dan intervensi pencegahan terhadap injuri dapat mencegah komplikasi .

L.A. Lavery (2006) dikutip dari Kurniasari S, dkk (2008), menyebutkan bahwa perawatan kaki dapat mencegah komplikasi luka. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan ada perbedaan proporsi yang bermakna kejadian

luka kaki antara perawatan kaki dengan kejadian kaki diabetik. Penelitian ini juga didukung oleh hasil Carrington, dkk (2001), dikutip dari Kurniasari S, dkk (2008) mengatakan bahwa program perawatan kaki pada pasien DM yang mengalami amputasi pada salah satu kakinya merupakan tindakan strategi mengurangi terjadinya amputasi pada kaki lainnya karena dapat mengidentifikasi adanya Penyakit Arteri Perifer. Berdasarkan penelitian yang lain, lima dari enam responden berkembang menjadi ulkus yang memiliki riwayat ulkus sebelumnya. Setelah dilakukan program perawatan kaki tidak ada responden yang berkembang terjadi ulkus berulang (Reiber, dkk, 2002).

Berdasarkan wawancara sebagian besar responden belum mengetahui secara detail tentang perawatan kaki, yang mereka ketahui harus menggunakan alas kaki dan berhati-hati agar tidak terjadi cedera. Untuk mengubah perilaku membutuhkan waktu yang lama, dan harus di dasari ilmu pengetahun yang baik tentang perawatan kaki serta kesadaran yang tinggi untuk mencegah komplikasi terjadinya ulkus kaki yang dapat mengganggu aktivitas dan kualitas hidup seseorang, serta motivasi seseorang untuk tetap hidup sehat meski menderita diabetes.

Menurut PERKENI (2015), edukasi perawatan kaki harus di berikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer atau

peripheral arterial disease (PAD).Berikut tips-tips yang di anjurkan : 1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air

2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkeluapas, kemerahan, atau luka

3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya

4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab ke kulit yang kering

5. Potong kuku secara teratur

6. Keringkan kaki, sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi

7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki

8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur

9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus 10.Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi 11.Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk kaki.

6.12 Pengaruh Riwayat Pernah Mengalami Ulkus Sebelumnya Terhadap Kejadian Ulkus Kaki Diabetik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat pernah menderita ulkus sebelumnya dapat berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki diabetik (Tabel 5.13). Sejalan dengan penelitian oleh Abbot, dkk (2002) dikutip dari Registered Nurses’ Association of Ontario (2011) bahwa kejadian ulkus kaki pada orang dengan diabetes adalah 2,2% per tahun, dan riwayat ulkus kaki atau amputasi sangat terkait dengan risiko terjadinya ulkus kaki berulang atau amputasi pada responden DM. Urutan peristiwa ulkus kaki atau amputasi tungkai bawah merupakan proses yang kompleks yang menggabungkan beberapa faktor seperti kemungkinan terjadi cedera kaki, infeksi yang terjadi, dan penyembuhan luka yang lambat, akibat penurunan sirkulasi darah, neuropati, trauma minor, peningkatan tekanan di

kaki. Ulkus kaki diabetik berulang terjadi 50-70% paling tinggi lebih dari 3-5 tahun. Di Ontario, rerata orang yang di amputasi kaki bagian bawah 20x lebih tinggi pada responden DM dibandingkan responden bukan DM (Registered Nurses’ Association of Ontario, 2011).

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Melville, dkk (2000) hasil studi pada 1077 responden DM, menunjukkan 7,4% populasi mengalami ulkus kaki dengan riwayat ulkus sebelumnya. Sekitar 5 % dari semua pasien DM dengan komplikasi kaki diabetik pernah mengalami riwayat ulkus kaki sebelumnya (Alexiadou, K., & Doupis, J. (2012). Menurut Prompers, dkk (2007), pada studi kohort terhadap 1088 responden ulkus baru yang diikuti dalam 1 tahun, hasil menunjukkan 77% responden ulkus sembuh, 12% perawatan, 5% amputasi di atas

ankle, 6% meninggal sebelum sembuh ulkusnya. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan oleh Purwanti (2008) di RSUD Dr. Moewardi, menemukan bahwa tidak ada hubungan riwayat ulkus sebelumnya dengan kejadian ulkus kaki diabetik.

Menurut Al Kafrawy, dkk (2014), berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa riwayat ulkus dan amputasi ekstremitas bawah meningkatkan risiko ulkus lanjut. Hal ini mungkin disebabkan ulkus kaki sebelumnya dan amputasi menyebabkan hilangnya sensasi pelindung (neuropati perifer).

Hasil penelitian ini dikaitkan dengan responden baru mengalami ulkus pertama kali lebih banyak dibanding yang memiliki riwayat ulkus sebelumnya. Faktor riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya bukan faktor tunggal terjadi ulkus. Jika responden mengalami cedera dan kadar gula darah yang tidak

terkontrol, maka mikroorganisme akan mudah masuk dan dapat hidup lama, karena glukosa yang tinggi dan lemahnya pertahanan tubuh, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Apabila responden dapat mengatur penatalaksanaan diabetes secara baik melalui diet, latihan atau aktifitas, kontrol gula darah, obat diabetes dan pengetahuan yang cukup untuk meminimalkan injuri maka responden dapat terhindar dari ulkus atau luka dapat cepat sembuh, sehingga tidak terjadi ulkus.

6.13 Model Kejadian Ulkus Kaki Diabetik

Berdasarkan analisis multivariabel menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara simultan terhadap kejadian ulkus kaki diabetik di RSUD Dr. Chasan Boesoirie dan Diabetes Center adalah perawatan kaki tidak rutin, lama menderita DM ≥ 10 tahun dan hipertensi (potensial), disajikan pada Tabel 5.15. Selanjutnya diperoleh model kejadian ulkus kaki diabetik yaitu -5,539 + 2,970 (lama menderita DM ≥ 10 tahun) + -2,202 (hipertensi) + 5,793 (perawatan kaki tidak rutin) dengan probabilitas sebesar 73,5% apabila seorang penderita DM menderita DM ≥ 10 tahun, hipertensi dan perawtan kaki tidak rutin.

Faktor yang paling berpengaruh terhadap risiko kejadian ulkus kaki diabetik pada penderita DM di RSUD Dr. Chasan Boesoirie dan Diabetes Center adalah perawatan kaki tidak rutin, sehingga dapat diartikan bahwa perawatan kaki tidak rutin merupakan faktor dominan yang paling besar pengaruhnya terhadap risiko kejadian ulkus kaki diabetik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwanti (2013) menjelaskan bahwa dari 5 faktor yang menyebabkan terjadinya ulkus kaki diabetik (perawatan kaki, neuropati motorik, PAD, pengendalian kadar

gula darah dan gangguan penglihatan) yang dominan berisiko terjadinya ulkus kaki diabetik adalah perawatan kaki tidak rutin dengan OR 12,936.

6.14 Keterbatasan Penelitian

6.14.1 Bias Seleksi

Bias seleksi pada kasus dan kontrol juga mungkin terjadi, untuk mengatasi peneliti melakukan konfirmasi diagnosis ulkus kaki diabetik dan DM ulang yang dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam. Hasil konfirmasi ulang menunjukkan bahwa pemilihan subyek sebagai kasus dan kontrol adalah akurat.

6.14.2 Bias mengingat kembali (recall bias)

Desain penelitian yang digunakan case control study (retrospektif)

sehingga recall bias sangat mungkin terjadi karena keterbatasan daya ingat responden, subyek penelitian adalah penderita ulkus kaki diabetik dan DM yang merupakan penyakit kronik dimana kejadian atau perjalanan penyakit sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan sering terjadi keterlambatan menentukan diagnosis menderita DM. Peneliti mencoba meminimalkan recall bias dengan cara melakukan cek ulang data melalui catatan medik responden dan cross-cek dengan anggota keluarga.

6.14.3 Interviewer bias

Kesalahan pada saat melakukan wawancara. Kesalahan ini terjadi apabila pewawancara kurang jelas dalam memberikan pertanyaan. Cara untuk mengatasinya dengan mengulangi pertanyaan atau menjelaskan yang tidak

jelas tersebut dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh responden tanpa merubah isi pertanyaan tersebut.

6.14.4 Bias non respon

Bias non respon terjadi karena responden menolak untuk diwawancarai, untuk mengatasi hal tersebut diganti dengan responden cadangan/pengganti yaitu pasien yang lain.

BAB 7 PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis ulkus yang dominan pada penelitian ini yaitu grade III dengan

persentase sebesar 34,3%.

2. Variabel yang berpengaruh terhadap risiko kejadian ulkus kaki diabetik yaitu: lama menderita DM, obesitas, kadar gula tidak terkontrol, ketidakpatuhan diet, latihan fisik (olahraga), pengobatan tidak teratur, dan perawatan kaki serta riwayat menderita ulkus sebelumnya

3. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap risiko kejadian ulkus kaki diabetik yaitu umur, hipertensi, dan merokok

4. Variabel dominan yang paling berpengaruh terhadap risiko kejadian ulkus kaki diabetik adalah perawatan kaki tidak rutin.

5. Model kejadian ulkus kaki diabetik adalah z = -5,539 + 2,970 (lama derita DM ≥ 10 tahun) + -2,202 (hipertensi) + 5,793 (perawatan kaki tidak rutin)

7.2 Saran

a. Institusi kesehatan (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Diabetes Center) 1. Bagi Dinas Kesehatan, melakukan kegiatan pengendalian DM yaitu

dengan monitoring dan deteksi dini faktor risiko DM di Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) PTM. Posbindu PTM merupakan kegiatan peran serta masyarakat dalam pengendalian faktor risiko DM secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Bagi Rumah Sakit, berdasarkan hasil penelitian ini kebijakan rumah sakit bisa diarahkan pada pencegahan risiko ulkus kaki diabetik melalui penyuluhan, pembuatan SOP tentang penatalaksanaan pasien DM dengan komplikasi ulkus kaki diabetik baik diunit rawat jalan dan ruang rawat inap. Perawat tidak hanya mampu melakukan perawatan luka kaki diabetik, namun juga mampu mendeteksi dini risiko ulkus diabetik, dan memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya ulkus kaki diabetik.

3. Bagi Diabetes Center Kota Ternate agar lebih meningkatkan promosi kesehatan tentang DM dan lebih aktif melakukan penjaringan untuk mendeteksi dini terjadinya DM sehingga komplikasi akibat DM dapat dicegah.

b. Bagi Masyarakat :

1. Bagi pendeita DM yang telah mengalami ulkus kaki derajat III, agar melakukan perawatan kaki secara rutin dan mandiri berdasarkan tips- tips untuk mengantisipasi ulkus tidak berkembang menjadi grade IV dan V

2. Penderita DM yang lama menderita DM ≥ 10 tahun agar tetap memperhatikan kondisi tubuh. Hal tersebut dikarenakan semakin lama menderita DM maka kemungkinan terjadinya hiperglikemia kronik. Kondisi tersebut menyebabkan komplikasi DM yaitu retinopati, nefropati, PJK dan ulkus kaki diabetik.

3. Penderita DM yang obesitas dan kadar gula darahnya tidak terkontrol (≥ 200 mg/dL) perlu mengatur pola diet dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang, makan secara teratur sesuai kebutuhan gizi sehingga dapat mengontrol berat badan dan kadar gula menjadi normal.

4. Penderita DM yang tidak patuh diet perlu mengatur pola dietnya, jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalorinya.

5. Penderita DM yang kurang melakukan aktivitas fisik (olahraga) perlu melakukan aktivitas. Pengaturan aktivitas fisik dilakukan misalnya jalan kaki (karena paling murah, paling aman, mudah, membakar cukup banyak kalori dan dapat dilakukan dimana saja tanpa bantuan alat) senam setiap hari, minimal 3x/minggu, lama 30 menit).

6. Untuk penderita DM yang tidak patuh dalam mengkonsumsi obat anti diabetes agar mematuhi dalam konsumsi obatnya sesuai dengan cara dan jumlah dosisnya.

7. Penderita DM yang tidak rutin dalam melakukan perawatan kaki agar senantiasa melakukan perawatan kaki secara mandiri dan rutin. 8. Penderita DM yang memiliki riwayat pernah mengalami ulkus kaki

sebelumnya agar tetap memperhatikan faktor yang menyebabkan terjadinya ulkus, misalnya penggunaan sepatu, sendal yang tidak sesuai dengan ukuran kaki sehingga dapat menyebabkan iritasi.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2015). 2. Classification and diagnosis of diabetes. Diabetes Care, 38 (Supplement 1), S8-S16.

Alexiadou, K., & Doupis, J. (2012). Management of diabetic foot ulcers. Diabetes Therapy, 3(1), 1-15.

Al-Rubeaan, K., Al Derwish, M., Ouizi, S., Youssef, A. M., Subhani, S. N., Ibrahim, H. M., & Alamri, B. N. (2015). Diabetic foot complications and their risk factors from a large retrospective cohort study. PloS one, 10(5), e0124446.

Al Kafrawy, N. A. E. F., Mustafa, E. A. A. E. A., El-Salam, A. E. D. A., Ebaid, O. M., & Zidane, O. M. A. (2014). Study of risk factors of diabetic foot ulcers. Menoufia Medical Journal, 27(1), 28.

Al-Qazaz, H. K., Hassali, M. A., Shafie, A. A., Sulaiman, S. A., Sundram, S., & Morisky, D. E. (2010). The eight-item Morisky Medication Adherence Scale MMAS: translation and validation of the Malaysian version.

Diabetes research and clinical practice, 90(2), 216-221.

Abolfotouh, M. A., Alfaifi, S. A., & Al-Gannas, A. S. (2011). Risk factors of diabetic foot in central Saudi Arabia. Saudi medical journal, 32(7), 708- 713.

Amalia R., (2011). Gambaran Distribusi Komplikasi Kronik Gangguan Vaskuler pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Waktu 1 April 2010 – 30 Juni 2010. Skripsi.

FKM Universitas Airlangga Surabaya.

Abougalambou, S. S. I., Hassali, M. A., Sulaiman, S. A. S., & Abougalambou, A. S. (2012). Prevalence of vascular complications among type 2 diabetes mellitus outpatients at teaching hospital in Malaysia. Journal of Diabetes & Metabolism, 2011.

Articlesbase., (2009). Diabetes, Smoking, and Foot Problems : Is It All Related ?

http://www.articlesbase.com/health-articles/diabetes-smoking-and-foot problems-is-it-all-related-976255.html. (sitasi 1 Februari 2016).

Armstrong, D. G., & Lavery, L. A. (1998). Diabetic foot ulcers: prevention, diagnosis and classification. American family physician, 57(6), 1325-32.

Budiarto E., (2012). Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC, Jakarta

Boyko, E. J., Ahroni, J. H., Stensel, V.I.C.T.O.R.I.A., Forsberg, R. C., Davignon, D. R., & Smith, D. G. (1999). A prospective study of risk factors for diabetic foot ulcer. The Seattle Diabetic Foot Study. Diabetes Care, 22(7), 1036-1042.

Bril, V., Perkins, B. (2008). Neuropathy. Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines Expert Committee. 32, 1, S 140-142, September Cavanagh, P.R., Buse, J.B., Frykberg, R.B., Gibbons, G.W., Lipsky, B.A.,

Pogach, P., Reiber, G.E., Sheehan, P. (1999). Consensus Development Conference on Diabetic Foot Wound Care. DIABETES CARE, 22(8). Cahyono, B., & Suharjo, J. B. (2007). Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal

Kedokteran dan Farmasi. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi,

20, 103-05. No. 3 Vol. 20, Juli – September 2007.

Chua, S. S., Lai, P. S. M., Tan, C. H., Chan, S. P., Chung, W. W., & Morisky, D. E. (2013). The development and validation of the Malaysian medication adherence scale (MALMAS) among patients with 2 type diabetes in Malaysia. Int J Pharm Pharm Sci, 5(3), 790-794.

Clayton, W, and Elasy, T. A. (2009). A review of the Pathophysiology, Classification, and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients, Clinical Diabetes, 27, 2.

DM Center Ternate., (2016). Profil Diabetes Center Ternate Tahun 2015.

Decroli, E., Karimi, J., Manaf, A., & Syahbuddin, S. (2008). Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr M. Djamil Padang. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(1), 3-7.

Departemen Kesehatan R.I., (2009). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus, Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara., (2015). Bidang P2PL: Laporan Tahunan Penyakit Tidak Menular (PTM). Sofifi.

David G., (1998) Risk Factors Diabetic Foot Ulcers and Prevention, Diagnosis, and Classification, University of Texas Health Science Center at San Antonio and the Diabetic foot Research Group, San Antoni, Texas.

Djokomoeljanto., (1997). Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam: Djokomoeljanto dkk, editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaannya, Universitas Diponegoro, Semarang.

Driver, V. R., Fabbi, M., Lavery, L. A., & Gibbons, G. (2010). The costs of diabetic foot: the economic case for the limb salvage team. Journal of vascular surgery, 52(3), 17S-22S.

Dunn, K., (2007). Preventing amputation in patients with diabetes. WOUNDS UK,

3(1), 22.

Delmas, L., (2006). Best practice in the assessment and management of diabetic foot ulcers. Rehabilitation Nursing, 31(6), 228-234.

Dros, J., Wewerinke, A., Bindels, P. J., & van Weert, H. C. (2009). Accuracy of monofilament testing to diagnose peripheral neuropathy: a systematic review. The Annals of Family Medicine, 7(6), 555-558.

Farsaei, S., Sabzghabaee, A. M., Zargarzadeh, A. H., & Amini, M. (2010). Effect of pharmacist-led patient education on glycemic control of type 2 diabetics: a randomized controlled trial. Journal of Research in Medical Sciences, 16(1), 43-49.

Frykberb Robert G., (2002.a). Risk Factor, Pathogenesis and Management of Diabetic FootUlcers, Des Moines University, Iowa.

Frykberg, Robert G., (2002.b). Diabetic Foot Ulcers:Pathogenesis and

Management. Des Moines University, Des Moines, Iowa Am Fam

Physician. 2002 Nov 1;66(9):1655-1663.

Frykberg, R. G., Zgonis, T., Armstrong, D. G., Driver, V. R., Giurini, J. M., Kravitz, S. R., ... & Wukich, D. K. (2006). Diabetic foot disorders: a clinical practice guideline (2006 revision). The journal of foot and ankle surgery, 45(5), S1-S66.

Gibbons, G.W., Marcaccio, E.J., Habershaw, G.M. (1995). Management of diabetic foot. In : Callow, A.D., Ernst, C.B., editors.Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange. p.167-79.

Hastuti, Rini., (2008) Faktor Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Dr. Moewardi. Tesis. FKM UNDIP, Program Pasca Sarjana.

Hepler, C. D., & Strand, L. M. (1990). Opportunities and responsibilities in pharmaceutical care. Am J hosp pharm, 47(3), 533-543.

Holland-Letz, T., Endres, H. G., Biedermann, S., Mahn, M., Kunert, J., Groh, S., ... & Diehm, C. (2007). Reproducibility and reliability of the ankle— brachial index as assessed by vascular experts, family physicians and nurses. Vascular Medicine, 12(2), 105-112.

Hu, F. B., Manson, J. E., Stampfer, M. J., Colditz, G., Liu, S., Solomon, C. G., & Willett, W. C. (2001). Diet, lifestyle, and the risk of type 2 diabetes

mellitus in women. New England Journal of Medicine, 345(11), 790-797.

Huang, E.S., Basu, A., O’Grady, M., Capreta, J.C. (2009). Projecting the Future Diabetes Population Size and Related Costs for the U.S.

Diabetes Care, 32: 2225-9.

Heitzman, J., (2010). Foot care for patients with diabetes. Topics in geriatric rehabilitation, 26(3), 250-263.

International Diabetes Federation., (2015). Diabetes Atlas, Seventh Edition.(serial online). http://www.diabetesatlas.org/. (sitasi 1 Februari 2016).

International Diabetes Federation., (2013). Diabetes Atlas, Sixth Edition. (serial online) https://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf. (sitasi 4 Januari 2016).

Jain, A. K. C., & Joshi, S. (2013). Diabetic foot classifications: Review of literature. Medicine science, 2(3).

Jusnainy W., (2012). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Dengan Komplikasi Retinopaty Diabetika Pada Klinik Diabetes Center Kota Ternate Tahun 2009 – 2012. Tesis. FKM Universitas Hasanuddin, Program Studi Epidemiologi.

Kurniasari, S., Nurachmah, E., & Gayatri, D. (2008). Kejadian Kaki Diabetik Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Faktor yang Berkontribusi. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(3).

Kementerian Kesehatan, R.I., (2015). Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Kementerian Kesehatan, R.I., (2010). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM). Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Mellitus, Jakarta.

Kleinbaum, D., Sullivan, K. and Barker, N. (2007) A Pocket Guide to

Epidemiology, New York: Springer Science+Business Media, LLC.

Kementerian Kesehatan, R. I., (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta.

Kementerian Kesehatan, R.I., (2016). Pusat Data dan Informasi. Jakarta.

Kementerian Kesehatan R.I., (2012). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Jakarta.

Kumar, A., Kumar, S., Shahi, S. K., & Singh, S. K. (2012). Prevalence of Diabetic Foot Ulcer and Associated Risk Factors in Diabetic Patients From North India. Age (years), 47(8.32), 55-26.

Kibachio, J. M., Omolo, J., Muriuki, Z., Juma, R., Karugu, L., & Ng'ang'a, Z. (2013). Risk factors for diabetic foot ulcers in type 2 diabetes: A case control study, Nyeri, Kenya. African Journal of Diabetes Medicine, 21(1). Lilik Rosyida, Yuni Priyandani, Arie Sulistyarini, Yunita Nita., (2015) Kepatuhan

Pasien Pada Penggunaan Obat Antidiabetes Dengan Metode Pill Counts Dan MMAS-8 Di Puskesmas Kedurus Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 2, (2015) 39-44.

Lee, W. Y., Ahn, J., Kim, J. H., Hong, Y. P., Hong, S. K., Kim, Y. T., & Morisky, D. E. (2013). Reliability and validity of a self-reported measure of medication adherence in patients with type 2 diabetes mellitus in Korea.

Journal of International Medical Research, 41(4), 1098-1110.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical- surgical nursing: assessment and management of clinical problems, single volume. Elsevier Health Sciences.

Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1997). Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University.

Morisky, D. E., Green, L. W., & Levine, D. M. (1986). Concurrent and predictive validity of a self-reported measure of medication adherence. Medical care,

24(1), 67-74.

Misnadiarly., (2006). Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Ed 1, Pustaka Populer Obor, Jakarta.

Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P. (2007). Pola Kuman dan Korelasi Klinis Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP Sanglah Denpasar. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.

Murti B., (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Melville, A., Richardson, R., Mason, J., McIntosh, A., O'Keeffe, C., Peters, J., & Hutchinson, A. (2000). Complications of diabetes: screening for

Dokumen terkait