• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Pb, Hg, dan Cd Total dalam Beras

IR 64 dan Air Tenggulang

63 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Pb, Hg, dan Cd Total dalam Beras

Perlakuan Pb Rataan Hg Rataan Cd Rataan

Ulangan Ulangan Ulangan

1 2 3 1 2 3 1 2 3 ……….…………...(ppm)………. Kontrol - - - - EF slag 2% - - - - EF slag 4% td td td td td td td td 0.40 td td 0.13 EF slag 6% td td td td td td td td 0.30 0.20 td 0.17 EF slag 8% td td td td td td td td 0.10 0.10 0.20 0.13 BF slag 2% - - - - BF slag 4% - - - - BF slag 6% 0.40 - - 0.40 td - - td 0.10 - - 0.10 BF slag 8% - - - -

Silica gel setara EFS 2% - - - -

Silica gel setara EFS 4% - - - -

Silica gel setara EFS 6% - - - -

Silica gel setara EFS 8% - - - -

Dolomit setara EFS 2% - - - -

Dolomit setara EFS 4% - - - -

Dolomit setara EFS 6% td td - td td td - td 0.20 0.30 - 0.25 Dolomit setara EFS 8% td td td td 0.20 td td td 0.10 0.20 0.40 0.23

Lampiran 64 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Pb, Hg dan Cd Total dalam Beras Padi Air Tenggulang

Perlakuan Pb Rataan Hg Rataan Cd Rataan

Ulangan Ulangan Ulangan

1 2 3 1 2 3 1 2 3 ……….…………...(ppm) ...………. Kontrol - - - - EF slag 2% - - - - EF slag 4% td td td td td td td td 1.2 0.0 0.6 0.6 EF slag 6% td td td td td td td td 0.5 td 0.5 0.3 EF slag 8% td td td td td td td td 2.5 1.4 1.0 1.6 BF slag 2% - - - - BF slag 4% - - - td td - - td td - - td BF slag 6% - - - - BF slag 8% td - - td td - - td td - - td

Silica gel setara EFS 2% - - - -

Silica gel setara EFS 4% - - - -

Silica gel setara EFS 6% - - - td - td - - - -

Silica gel setara EFS 8% - - - -

Dolomit setara EFS 2% - - - -

Dolomit setara EFS 4% - - - -

Dolomit setara EFS 6% - td - td td td - td - 0.0 - td

Dolomit setara EFS 8% - - - -

(a)

(b)

Lampiran 65 Keadaan Tanaman umur 17 MST Padi (a) IR 64 dan (b) Air Tenggulang pada Perbandingan Perlakuan EFS - BFS.

(a)

(b)

Lampiran 66 Keadaan Tanaman umur 17 MST Padi (a) IR 64 dan (b) Air Tenggulang pada Perbandingan Perlakuan EFS - Dolomit setara EFS.

ABSTRACT

FIQOLBI NURO POHAN. Application of Steel Slag, Dolomite, Silica Gel, and Micro Fertilizer in Rice Plant on Peat Soil. Under direction of KOMARUDDIN IDRIS, SUWARNO and ATANG SUTANDI

Steel slag as a by-product formed in the process of steel manufacturing consists of iron-making slag or blast furnace slag (BFS) and steel-making slag or electric furnace slag (EFS) had been used as Si fertilizer and liming materials. Steel slag containing silicate, micro elements, and bases can be used to improve chemical properties of peat soil that are poor in nutrients. Steel slag contains a lot of silicate needed by especially Si accumulator plants such as paddy rice plant. This research aimed to compare paddy rice plant’s response of IR64 and Air Tenggulang to EF slag, BF slag, dolomite, silica gel and micro fertilizer application for improving chemical properties of peat soil, to know the reason of paddy rice plant’s response on peat soil to steel slag application and to evaluate steel slag effect in content of hazardous heavy metal in brown rice. This research consisted of an incubation and a greenhouse experiments. Both of them were single factor experiment arranged in a completely randomized design. The treatments were both EFS and BFS (0%, 2%, 4%, 6%, 8% w/w of the soil), both dolomite and silica gel equivalent EFS dosage and also micro nutrients with three replications. The results showed that application of EFS on peat soil significantly improved the availability of Fe and Mn, BFS on peat soil significantly improved the availability of Si and Mg and dolomite on peat soil significantly improved soil pH and availability of Ca. Paddy rice grown on peat soil highly responded to steel slag application. Plant height, number of tillers,weight of spikilets, SiO2 of

straw were significantly raised with EFS application and content of hazardous heavy metal in brown rice still within limit of food maximum pollution, but Pb and Hg were not detected. In general, the highest rice yield was achieved at dosage of EFS 8%. In conclusion, paddy rice grown responded to steel slag application was associated in increasing soil pH, the availability of Ca, Mg, Fe, Mn and Si on peat soil. Generally, Paddy rice grown on peat soil highly responded to EFS application better than the others. It meaned that not only silicate as the main factor in improving peat soil chemistry and rice yield, but also increasing soil pH, availability of Ca, Mg and micro nutrients.

RINGKASAN

FIQOLBI NURO POHAN. Aplikasi Steel Slag, Dolomit, Silica Gel dan Pupuk Mikro pada Tanaman Padi di Tanah Gambut. Dibimbing oleh KOMARUDDIN IDRIS, SUWARNO dan ATANG SUTANDI

Produk sampingan industri pengolahan logam sangat banyak ditemukan saat ini, beberapa di antaranya dapat dijadikan sebagai alternatif amelioran tanah. Produk sampingan seperti steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag (BFS) dan steel-making slag (converter furnace slag dan electric furnace slag). Steel slag di Indonesia masih dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menurut PP No 18 dan No 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, sehingga belum digunakan dalam bidang pertanian. Untuk merevisi peraturan tersebut perlu dilakukan penelitian mencakup evaluasi kadar logam berat beracun dalam beras yang diberi perlakuan steel slag, sehingga dapat diketahui beras masih layak konsumsi atau tidak.

Pengaruh steel slag Indonesia pada tanaman padi sawah yang ditanam di tanah gambut secara nyata lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam di tanah mineral. Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 18.3 juta ha, tetapi hanya 6 juta ha yang layak untuk pertanian. Pengoptimalan lahan gambut diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Aplikasi steel slag merupakan salah satu upaya pengoptimalan lahan gambut dengan adanya peningkatan pH tanah, Si, unsur hara makro maupun mikro, sehingga terjadi peningkatan produksi padi di lahan gambut.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk membandingkan respons padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang terhadap penggunaan EF slag, BF slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut, mengetahui penyebab terjadinya respon tanaman padi di tanah gambut terhadap aplikasi steel slag dan mengevaluasi pengaruh steel slag terhadap kandungan logam berat dalam beras.

Penelitian ini terdiri atas percobaan inkubasi dan rumah kaca yang merupakan percobaan faktor tunggal terdiri atas 18 perlakuan dan 3 ulangan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pada bahan tanah gambut dengan kedalaman 0-20 cm dan tanaman padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang. Perlakuan terdiri atas EFS (DN=66.1%; % SiO2 = 12.7%), BFS, dolomit, silica gel dan pupuk mikro. Dosis EFS dan BFSyaitu 0, 2, 4, 6, 8 % dari bobot kering mutlak tanah. Dosis dolomit dan silica gel setara EFS 0, 2, 4, 6, 8 %. Penentuan dosis dolomit berdasarkan penyetaraan % daya netralisasi (DN) EFS terhadap % DN dolomit untuk setiap taraf dosis EFS, sedangkan dosis silica gel berdasarkan penyetaraan % SiO2 EFS terhadap % SiO2silica gel untuk setiap taraf dosis EFS. Pupuk mikro dosis setara 10 kg/ha. Data pengamatan dianalisis secara statistika dengan menggunakan ANOVA, perlakuan yang nyata akan diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi EFS di tanah gambut setelah inkubasi satu bulan lebih baik dalam meningkatkan Fe dan Mn tersedia tanah gambut serta meningkatkan tinggi, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, produksi, kadar SiO2 dalam jerami padi IR 64 maupun padi Air Tenggulang daripada BFS, dolomit, silica gel serta pupuk mikro. Electric furnace

slag lebih baik dalam perbaikan sifat kimia tanah gambut serta pertumbuhan dan produksi padi, berkaitan dengan selain berperan dalam meningkatkan Si tersedia juga dapat meningkatkan pH tanah, memberikan sumbangan Ca dan Mg serta unsur mikro sehingga tercipta kondisi kesetimbangan unsur hara dalam tanah. Kadar Pb dan Hg dalam beras setelah aplikasi steel slag tidak terdeteksi dan kadar Cd masih di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan sehingga beras aman dikonsumsi.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk sampingan industri pengolahan logam sangat banyak ditemukan saat ini, beberapa di antaranya dapat dijadikan sebagai alternatif amelioran tanah. Produk sampingan seperti steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag (BFS) dan steel-making slag (converter furnace slag dan electric furnace slag). Steelslag yang biasa digunakan sebagai pupuk Si dalam budidaya padi sawah adalah BFS di Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina.

Steel slag yang diproduksi di Indonesia sebanyak 540.000 ton/tahun yaitu jenis electric furnace slag (EFS) berasal dari tanur listrik. Steel slag ini memiliki kandungan Si, Ca, Mg, Fe dan relatif tinggi hara mikro, namun belum digunakan dalam bidang pertanian (Suwarno dan Goto 1997a). Blast furnace slag (BFS) yang berasal dari tanur tinggi juga belum pernah diaplikasikan di Indonesia.

Steel slag di Indonesia masih dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menurut PP No 18 dan No 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3. Limbah B3 yaitu limbah usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasi dan jumlahnya, secara langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk merevisi peraturan tersebut perlu dilakukan penelitian mencakup evaluasi kadar logam berat beracun dalam beras yang diberi perlakuan steel slag, sehingga dapat diketahui beras masih layak konsumsi atau tidak.

Pengaruh steel slag Indonesia pada tanaman padi sawah yang ditanam di tanah gambut secara nyata lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam di tanah mineral. Percobaan pot dengan tanah gambut asal Dendang, Jambi menunjukkan bahwa aplikasi steel slag berpengaruh sangat nyata meningkatkan ketersediaan Si, pH, Ca dan Mg dapat ditukar tanah, mengurangi kandungan bahan organik, Fe, Mn, Zn tersedia tanah dan meningkatkan pertumbuhan serta produksi padi (Suwarno 2002). Penelitian lanjutan berupa percobaan lapangan oleh Hidayatuloh

(2006) di Sanggau, Kalimantan Barat menunjukkan bahwa pemberian steel slag berpengaruh sangat nyata meningkatkan pH, K, Ca dan Mg dapat ditukar, Si, Fe, Mn, Cu tersedia tanah, tinggi tanaman, bobot kering gabah total, bobot kering gabah bernas serta menurunkan persentase gabah hampa.

Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 18.3 juta ha. Namun, hanya 6 juta ha yang layak untuk pertanian (BB Litbang SDLP 2008). Pengoptimalan lahan gambut diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah, yaitu mencukupi kebutuhan beras yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Permasalahan yang terdapat di tanah gambut seperti pH tanah masam, kadar silika (Si) yang rendah, miskin unsur hara sehingga kesuburan tanah rendah serta kahat unsur hara mikro yang menyebabkan gejala defisiensi Cu, Zn dan Mo pada tanaman (Rachim 1995). Aplikasi steel slag merupakan salah satu upaya pengoptimalan lahan gambut dengan adanya peningkatan pH tanah, Si, unsur hara makro maupun mikro, sehingga terjadi peningkatan produksi padi di lahan gambut.

Berdasarkan pada paparan di atas dilaksanakan penelitian lanjutan yang membandingkan efek dari pemberian steel slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat kimia tanah serta peningkatan pertumbuhan dan produksi padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang di tanah gambut yang berasal dari Desa Arang Arang, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

- Membandingkan respons padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang terhadap penggunaan EF slag, BF slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut.

- Mengetahui penyebab terjadinya respon tanaman padi di tanah gambut terhadap aplikasi steel slag.

- Mengevaluasi pengaruh steel slag terhadap kandungan logam berat dalam beras.

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

- Aplikasi EF slag lebih baik dibandingkan dengan dengan BF slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut serta mendukung pertumbuhan dan produksi padi.

- Peningkatan pertumbuhan dan produksi padi di tanah gambut disebabkan oleh perbaikan sifat kimia tanah gambut dengan adanya sumbangan silikat, basa-basa dapat ditukar dan unsur hara mikro yang terkandung dalam steel slag.

- Kadar logam berat beracun dalam beras setelah aplikasi steel slag masih di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan sehingga beras tersebut masih aman dikonsumsi.

 

I.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Steel Slag (Terak Baja) sebagai Pupuk Si

Steel slag adalah lelehan campuran oksida logam dan silikat yang mengandung fosfat, borat, sulfat, karbon dan halida. Steel slag terjadi akibat penggumpalan mineral silika, kalium dan natrium dalam proses peleburan logam atau melelehnya mineral-mineral tersebut dari bahan wadah pelebur akibat proses panas yang tinggi (Syarif 2010).

Steel slag merupakan hasil sampingan yang terbentuk dalam proses pembuatan baja yang mengandung kalsium silikat. Steel slag terdiri atas iron- making slag atau blast furnace slag (BFS) dan steel-making slag jenis converter furnace slag dan electric furnace slag (EFS). Steel slag mengandung silika (Si) yang merupakan benefecial element untuk tanaman akumulator Si seperti padi, sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk Si.

Jenis steel slag yang diproduksi di Indonesia adalah electric furnace slag, digunakan sebagai pupuk silikat bermanfaat mengurangi persentase gabah hampa dan meningkatkan produksi padi di tanah dengan ketersediaan Si yang rendah (Suwarno dan Goto 1997b). Steel slag yang biasa digunakan sebagai pupuk Si dalam budidaya padi sawah di Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina adalah blast furnace slag (De Datta 1981; Ma dan Takahashi 1993).

Blast furnace slag memiliki komposisi yang sangat bervariasi bergantung pada proses pengolahan. Penelitian tentang BF slag di Indonesia sampai saat ini belum ada. Das et al. (2007) menunjukkan bahwa BF slag mengandung beberapa unsur hara seperti silika (30-35%), kalsium oksida (28-35%), magnesium oksida (1-6%), dan Al2O3/Fe2O3 (18-258%).

Penelitian menggunakan EF slag Indonesia terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah di tanah gambut dari Dendang, Jambi menunjukkan bahwa EFS berpengaruh sangat nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Suwarno 2002). Akan tetapi, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 dan 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), steel slag termasuk limbah B3 dari sumber yang spesifik. Untuk merevisi peraturan

tersebut, diperlukan penelitian yang mencakup evaluasi kadar logam berat beracun dalam beras dari tanaman padi yang diberi perlakuan steel slag.

Pemahaman dan penelitian tentang pupuk Si sebagai nutrisi tanaman masih sangat terbatas di Indonesia, bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada. Sejarah pemupukan tanah sawah dengan Si belum ada, sehingga metode penetapan yang digunakan juga belum berkembang. Di Jepang, Korea, dan Cina penelitian kebutuhan Si pada tanaman pangan sudah dimulai sejak tahun 1955, yang menghasilkan rekomendasi pemupukan Si pada tanah-tanah sawah di Jepang dan tebu di Cina. Selama ini dipahami bahwa ketersediaan Si sangat tinggi apabila total Si di dalam tanah juga tinggi. Pada kenyataannya tidak demikian, tingginya total kandungan Si tidak berkorelasi positif dengan ketersediaannya bagi tanaman (Husnain 2009b; Kyuma 2004).

2.2 Manfaat Silika (Si) bagi Tanaman Padi

Steel slag mengandung silika sebagai unsur benefisial yang sangat penting artinya bagi tanaman padi. Unsur ini menyebabkan daun padi menjadi lebih tegak, dapat memperbaiki pertumbuhan, memperkuat batang dan akar, mendorong pembentukan malai lebih awal, serta meningkatkan jumlah gabah per malai dan persentase gabah (De Datta 1981). Silika juga berpengaruh menurunkan laju transpirasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan ketahanan terhadap serangan jamur, serangga, dan tungau (Makarim et al. 2007), mengurangi pengaruh negatif nitrogen terhadap ketahanan rebah, penggerek batang, dan penyakit seperti blight leaf (Idris et al. 1975). Selain itu, Si juga dapat mengurangi keracunan Mn dan Fe (Horiguchi 1988).

Ketersediaan Si yang cukup dalam tanah juga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap ketidakseimbangan unsur hara seperti kelebihan N, kekurangan dan kelebihan P, dan keracunan Na, Fe, Mn, Al. Ketersediaan P dalam tanah dipengaruhi oleh konsentrasi Fe dan Mn. Ketersediaan P dalam tanah akan berkurang bila konsentrasi Fe dan Mn tinggi. Ketersediaan Si yang cukup dapat mengurangi kelarutan Fe dan Mn dalam tanah, sehingga P menjadi lebih tersedia. Selain itu, suplai Si dapat meningkatkan translokasi P ke malai, sehingga peran P lebih optimal bagi tanaman (Husnain 2009a).

Silika (Si) merupakan unsur hara penting bagi beberapa tanaman pangan seperti padi dan tebu (Epstein 1999; Matichenkov dan Calvert 2002). Silika dikenal sebagai beneficial element untuk tanaman padi (Epstein 1999). Meskipun syarat sebagai unsur hara essensial tidak terpenuhi, unsur ini diketahui diserap tanaman dalam jumlah besar pada tanaman akumulator Si.

2.3 Permasalahan dan Potensi Lahan Gambut

2.3.1 Pembentukan dan Penyebaran Gambut

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah melapuk ataupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang merupakan proses pedogenik. Tanah gambut merupakan tanah yang kaya bahan organik (C-organik >18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara (Agus dan Subiksa 2008).

Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 18.3 juta ha yang tersebar di pulau-pulau besar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Lahan gambut yang layak untuk dijadikan areal pertanian hanya sekitar 6 juta ha (BB Litbang SDLP 2008).

2.3.2 Sifat Kimia Tanah Gambut

Sifat tanah gambut berbeda dengan tanah mineral. Menurut Agus dan Subiksa (2008) gambut mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5. Semakin tebal gambut basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam. Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4.0-5.1) dibandingkan dengan gambut dalam (pH 3.1-3.9).

Nilai pH tanah yang rendah disebabkan oleh asam-asam organik dan ion hidrogen dapat ditukar (H-dd) yang tinggi terkandung dalam tanah gambut.

Menurut Buckman dan Brady (1982) kompleks koloid gambut dipengaruhi oleh hidrogen yang menyebabkan pH tanah gambut lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral. Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi mengandung gugus-gugus reaktif yang mendominasi kompleks pertukaran yang bertindak sebagai asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H+ dalam jumlah banyak, bergantung pada jumlah gugus fungsional dan derajat disosiasi.

Rachim (1995) menyatakan bahwa muatan pada bahan organik sekitar 85 sampai 95% disebabkan oleh gugus karboksil dan fenol. Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Berdasarkan pada kedalamannya gambut dibedakan menjadi: gambut dangkal (50–100 cm), gambut sedang (100–200 cm), gambut dalam (200–300 cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm). Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10-20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya.

Kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi. Muatan negatif yang menentukan KTK pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan bergantung pada pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan (Salampak 1999). Nilai KTK yang tinggi disebabkan oleh banyaknya kandungan asam-asam organik pada tanah tersebut. Asam-asam organik dengan gugus karboksil (-COOH) dan gugus fenol (-OH) memberikan kontribusi yang besar bagi tingginya nilai KTK tanah gambut. Kejenuhan basa (KB) tanah gambut sangat rendah, dikarenakan bahan dasar pembentukan gambut di Indonesia merupakan pelapukan kayu-kayuan yang mengandung lignin dalam jumlah besar dan miskin unsur hara. Lignin yang mengalami proses degradasi dalam keadaan anaerob akan terurai menjadi senyawa humat dan asam-asam fenolat. Asam-asam fenolat dan derivatnya bersifat fitotoksik (meracuni tanaman) yang menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Asam fenolat merusak sel

akar tanaman sehingga asam-asam amino dan bahan lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun mengalami klorosis yang pada akhirnya tanaman akan mati (Driessen 1978). Tanah gambut dengan ciri KTK sangat tinggi dan kejenuhan basa sangat rendah akan menyulitkan penyerapan hara terutama basa-basa yang diperlukan oleh tanaman.

Tanah gambut umumnya mempunyai C/N rasio yang tinggi. Unsur hara N yang terkandung di tanah gambut cukup tinggi, tetapi pertumbuhan tanaman sering terlihat mengalami gejala defisiensi N (Munir 1995). Driessen (1978) menyatakan bahwa pada tanah gambut, N tersedia kurang dari 3% dan selebihnya terdapat dalam bentuk bahan organik yang kompleks. Rachim (1995) menyatakan bahwa pada umumnya kandungan N total tanah organik lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Sebagian besar N total tanah ada dalam bentuk senyawa organik dan setelah mengalami proses aminisasi, amonifikasi atau nitrifikasi, terbentuk senyawa NH4-N dan NO3-N yang tersedia bagi tanaman.

Tanaman padi yang tumbuh di tanah gambut sering mengalami defisiensi Cu dan kehampaan gabah yang tinggi. Tan (1998) menyatakan bahwa pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi, ketersediaan unsur hara mikro seperti Cu,