4.8 Pembahasan Hasil Penelitian
4.6.3 Pengaruh Sikap Personal, Norma Subyektif, Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Intensi Kewirausahaan
Untuk menguji hipotesis selanjutnya dalam model intensi kewirausahaan yang menyatakan bahwa sikap personal, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Intensi memiliki arti secara bahasa yaitu niat, maksud, tujuan atau motif. Sedangkan, menurut Ajzen (1991:181) intensi sebagai faktor motivasi yang memengaruhi perilaku dan menjadi indikasi seberapa keras individu untuk mencoba, berapa banyak upaya individu untuk mengerahkan dalam mewujudkan sebuah perilaku. Almeida (2013: 120) dalam Luiz, et.al (2015: 760) menyatakan intensi sebagai predictor terbaik dari perilaku yang direncanakan, terutama saat perilaku tersebut jarang dilakukan, sulit diamati, dan terjadi dalam ruang waktu yang kontinyu. Berkaitan dengan kewirausahaan, Fini, et.al (2009: 4) menyatakan bahwa intensi kewirausahaan
individu baik yang akan membangun usaha mandiri baru atau menciptakan nilai baru dalam perusahaan yang ada. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang dengan intensi yang kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha (Indarti dan Rostiani (2008: 4). Intensi kewirausahaan selalu berkaitan dengan kuatnya motif seseorang dalam berwirausaha sehingga mempengaruhi perilakunya.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa intensi kewirausahaan termasuk dalam kategori tinggi yang artinya siswa SMK memiliki niat, motivasi, atau kesiapan berwirausaha. Adapun tinggi rendahnya intensi kewirausahaan dipengaruhi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Sementara norma subyektif menunjukkan angka yang negative (-0,04). Secara individual besarnya pengaruh sikap personal terhadap intensi kewirausahaan adalah sebesar 0,60 (36 %) memberikan pengaruh relative paling kuat, kemudian diikuti persepsi kontrol perilaku adalah sebesar 0,28 (7,84 %). Secara bersama sebesar 67 % variansi yang terjadi pada intensi kewirausahaan dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya sikap personal dan persepsi kontrol perilaku siswa SMK. Sedangkan sisanya sebesar 33 % merupakan variansi yang berasal dari variabel eksogen lain yang tidak terjelaskan dalam model.
Sedangkan, berdasarkan dekomposisi pengaruh antarvariabel meski norma subyektif memiliki pengaruh langsung yang bernilai negative, tetapi ada pengaruh tidak langsung variabel norma subyektif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Adapun besarnya pengaruh tidak langsung melalui sikap personal yaitu sebesar 0,53 atau 28%. Sedangkan melalui persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,21 atau 4,41%. Apabila dilihat dari pengaruh totalnya, norma subyektif memiliki pengaruh relative lebih kuat terhadap intensi kewirausahaan meskipun dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,70 (49 %), kemudian diikuti variabel sikap personal sebesar 0,60 (36 %), dan variabel persepsi kontrol perilaku sebesar 0,28 (7,84%).
Penelitian yang dilakukan penulis sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ajzen (1991) serta Linan dan Chen (2009) yang menemukan bahwa norma subyektif memberikan kontribusi paling lemah terhadap intensi kewirausahaan dibanding dengan variabel sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Dalam penelitian penulis, norma subyektif memiliki pengaruh langsung yang negatif terhadap intensi kewirausahaan. Artinya, lingkungan terdekat siswa baik itu dari keluarga, teman dekat maupun sekolah tidak memengaruhi siswa dalam intensi berwirausaha mereka atau dapat dikatakan bahwa didukung atau tidak didukung oleh lingkungan terdekat, mereka tetap berniat menjadi wirausahawan. Meskipun tidak memiliki pengaruh secara langsung, norma subyektif memiliki pengaruh tidak langsung terhadap intensi kewirausahaan yang dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Artinya, tekanan social atau dukungan lingkungan terdekat siswa hanya mampu memengaruhi sikap siswa dan persepsi kontrol perilaku siswa dalam berwirausaha, lalu keduanya berkontribusi terhadap pembentukan intensi berwirausaha mereka.
Kemudian, variabel yang memiliki pengaruh langsung paling kuat terhadap intensi kewirausahaan yaitu sikap personal. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Linan dan Chen (2009) serta Rijal Assidiq Mulyana (2013), dimana dalam penelitian mereka, variabel persepsi kontrol perilaku menjadi variabel yang memiliki pengaruh paling kuat dibanding dengan sikap personal. Penulis menduga adanya pengaruh dari lingkungan terdekat siswa seperti keluarga, teman dekat, atau sekolah serta pengalaman yang pernah dirasakan siswa sehingga membentuk sikap positif mengenai menjadi wirausahawan. Sikap positif berwirausaha siswa kemudian membentuk intensi kuat bagi siswa untuk berkarir sebagai wirausahawan.
Sementara, persepsi kontrol perilaku menempati urutan kedua setelah sikap personal dalam memengaruhi intensi kewirausahaan. Meskipun memiliki pengaruh terhadap intensi kewirausahaan, tetapi pengaruh yang ditimbulkan sangatlah rendah yaitu sebesar 8,41%. Artinya, sebagian besar siswa SMK mempersepsikan perilaku wirausaha sulit dilakukan, sedangkan sebagian kecil siswa SMK mempersepsikan
sulit oleh sebagian besar siswa, tetapi hal tersebut tidak memengaruhi secara signifikan terhadap motivasi, niat atau kesiapan siswa dalam berwirausaha.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi kewirausahaan (Y) dipengaruhi secara positif oleh sikap personal (X1) dan persepsi kontrol perilaku (X3). Sedangkan, norma subyektif tidak berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Oleh karena itu, hipotesis 3 yaitu sikap personal berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan secara statistic dapat diterima dan hipotesis 5 yaitu persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK secara statistic dapat diterima. Sedangkan, hipotesis 4 yaitu norma subyektif berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan secara statistic tidak dapat diterima atau ditolak. Penelitian penulis diperkuat oleh hasil penelitian Gelderen, et.al (2008) yang menunjukkan bahwa dua variabel yang paling penting untuk menjelaskan kewirausahaan adalah persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control) dan sikap (attitude). Berdasarkan hasil penelitian, penulis menduga bahwa hasil interaksi individu dengan lingkungan terdekat berkaitan dengan situasi kerja, lingkungan kerja, dan jenis pekerjaan belum dapat mempengaruhi siswa untuk memilih berkarir sebagai wirausahawan, tetapi hanya mampu mempengaruhi penilaian mengenai karir wirausaha dan sedikit merubah persepsi siswa terhadap kemudahan atau kesulitan berwirausaha. Namun, berdasarkan hasil deskripsi variabel ditemukan bahwa semua variabel dalam penelitian menunjukkan kriteria ”tinggi”. Artinya bahwa tingginya intensi kewirausahaan siswa lebih banyak dipengaruhi oleh variabel lain di luar model intensi kewirausahaan.
Dalam pembahasan bab sebelumnya, intensi merupakan faktor motivasi yang dapat memengaruhi perilaku seseorang, semakin kuat intensi yang dimiliki maka akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan. Menurut Luiz, et.al (2015: 760) lima dimensi dari intensi kewirausahaan, antara lain:
1. Latar belakang pribadi: dimensi ini meliputi unsur-unsur akademis, yaitu faktor demografi, keluarga dan lingkungan social.
2. Pengetahuan bisnis: sebagai dasar yang fundamental mengenai keterampilan yang dibutuhkan untuk kinerja pelaksanaan kegiatan usaha, dengan
mempertimbangkan pengetahuan yang berbeda mengenai manajemen perusahaan. Terutama untuk membedakan pengusaha yang memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi peluang dan mengambil keuntungan penuh dari bisnis yang muncul dari waktu ke waktu.
3. Motivasi berwirausaha: keterampilan ini berhubungan dengan motivasi untuk membuat bisnis pribadi, dengan mempertimbangkan empat faktor motivasi: kebutuhan untuk kebebasan, pengembangan pribadi, memperoleh kemakmuran dan kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan.
4. Auto efektivitas kewirausahaan: menjelaskan sejauh mana seseorang percaya pada kemampuan mereka untuk melakukan tugas yang diberikan.
5. Lingkungan pendidikan: persepsi individu mengenai pengaruh lingkungan, berkaitan dengan lembaga pendidikan tinggi dan bagaimana dapat mempengaruhi aspirasi berwirausaha mereka.
Sedangkan, Ajzen (1991) dalam teori Planned Behavior menyatakan bahwa intensi diasumsikan dapat memprediksi faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku, indikasinya yaitu seberapa keras orang bersedia untuk mencoba, berapa banyak dari upaya mereka untuk mengerahkan, dalam rangka mewujudkan perilaku tertentu. Artinya, semakin kuat intensi yang terlibat dalam perilaku, semakin besar kinerja yang dilakukan individu. Selanjutnya, perilaku intensi dapat diekspresikan jika perilaku yang dimaksud berada di bahwa kontrol kehendak, yaitu jika seseorang mampu memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut meskipun perilaku tersebut mudah dilakukan tetapi tetap bergantung pada faktor-faktor nonmotivasi seperti ketersediaan peluang, dan sumber daya (waktu, uang, keterampilan, kerja sama dengan orang lain) (Ajzen, 1991). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa intensi kewirausahaan merupakan predictor terbaik dalam mengukur kemungkinan besar siswa memilih karir sebagai wirausaha.