• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.2.1. Pengaruh Risiko Sistematis Terhadap Harga Saham

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis, dapat diketahui bahwa risiko sistematis yang dihitung dengan menggunakan beta terbukti berpengaruh signifikan dan positif terhadap harga saham pada subsektor perbankan periode 2014-2017. Sehingga, bila semakin besar risiko sistematis suatu saham maka akan semain tinggi harga sahamnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tandelilin (2001:210) bahwa pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta return yang diisyaratkan oleh investor atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh perubahan lingkungan ekonomi makro. Dengan demikian, jika kita mengestimasi aliran kas, bunga, ataupun premi risiko guna mengetahui nilai saham dari suatu sekuritas, maka kita harus mempertimbangkan analisis ekonomi makro yang salah satunya dengan menganalisis risiko ristematis.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusi (2010) yang menyatakan bahwa risiko sistematis yang diukur dengan menggunakan beta berpengaruh terhadap harga saham, hal ini karena para investor mau menanggung risiko yang lebih besar guna mendapatkan return saham yang besar pula. Penelitian ini juga didukung oleh Rahmani (2017), hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin besar risiko sistematis maka semakin banyak pula return yang disyaratkan investor, dengan

return yang tinggi membuat investor tertarik untuk melakukan investasi sehingga meningkatkan harga sahamnya.

Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2017) yang menyatakan bahwa risiko sistematis yang diukur dengan beta tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan risiko sistematis berada diluar kendali perusahaan sehingga investor tidak mempertimbaangkan risiko sistematis sebagai salah satu alasan untuk memilih investasi.

Salah satu faktor risiko sistematis mempengaruhi perubahan harga saham sub sektor perbankan adalah perekonomian Indonesia yang kurang stabil pada periode penelitian karena adanya renormalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, penurunan nilai rupiah terhadap dolar, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan masalah yang terjadi pada ekonomi makro lainnya.

Kurang stabilnya perekonomian Indonesia pada tahun 2014 menurut Lembaga Penjamin Simanan (LPS) di dalam Laporan Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan Triwulan IV 2014 dikarenakan meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi, pelemahan ekonomi global dan penurunan harga komoditas, serta tingginya peran investor asing yang membuat arus pengembalian (return) investasi keluar negeri menjadi besar. Ditahun 2015 pertumbuhan perekonomian Indonesia secara umum mengalami perbaikan meski adanya penurunan pada nilai tukar rupiah pada kuartal III. Pada tahun 2016 harga saham perbankan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, hal tersebut dikarenakan kondisi prekonomian indonesia tidak berada pada kondisi yang buruk

meski pertumbuhan perekonomian Indonesia belum optimal. Ditahun 2017 terkendalinya tingakat inflasi membuat Bank Indonesia (BI) melakukan pelonggaran moneter dan menurunkan tingkat suku bunga yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan kredit.

Harga saham dijadikan sebagai gambaran untuk mengukur kinerja perbankan. Semakin tinggi harga saham maka semakin baik pula kinerjanya dalam mengelola aset yang dimiliki untuk mendapatkan profit yang besar sehingga dapat memberikan return investasi yang besar pula kepada investor.

Bagi investor yang berani untuk mengambil risiko besar guna mendapatkan abnormal return saham dapat melakukan investasi pada perusahaan sub sektor perbankan karena dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa risiko sistematis dapat mempengaruhi perubahan harga saham secara positif maka subsektor perbankan yang mempunyai nilai beta tinggi dapat dijadikan pilihan sebagai tempat untuk berinvestasi. Sedangkan untuk investor yang bersifat netral terhadap risiko juga masih bisa untuk mempertimbangkan perbankan sebagai tempat untuk melakukan investasi karena jika dilihat selama tahun penelitian harga saham perbankan terus mengalami peningkatan. Namun bagi investor yang enggan untuk mengambil risiko besar sebaiknya menjadikan perbankan diterakhir akhir untuk dijadikan sebagai pilihan investasi karena perbankan memiliki risiko yang cukup besar.

Didalam perdagangan berbisnis akan mendapatkan dua kemungkinan dimasa yang akan datang, yaitu mendapatkan keuantungan atau malah

mendapatkan kerugian. Hal ini merupakan sunnatullah yang terdapat dalam surat Al-Luqman ayat 34 berikut:

























































“...dan tidak seseorang yang dapat mengetahui dengan pasti apa-apa yang diusahakannya besok...”(Qs. Luqman :34).

Pada tafsir Al-Jalalain bahwa seorang muslim yang sedang mencari nafkah ketika dihadapkan pada kondisi ketidak pastian terhadap apa yang terjadi, maka sebaiknya ia merencanakan suatu kegiatan usaha atau investasi. Akan tetapi, ia tidak dapat memastikan apa yang akan ia dapatkan pada masa yang akan datang dari hasil investasi tersebut (untung atau rugi). Secara umum, dalam melakukan usaha bisnis, di dunia ini tidak ada seorangpun yang menginginkan bisnis atau investasinya mengalami kerugian. Bahkan dalam tingkat makro, sebuah negara juga mengharapkan neraca perdagangan yang positif. Kaidah syariah mengenai imbal hasil serta risiko adalah Al- ghummu bil ghumi, artinya risiko akan selalu menyertai setiap ekspektasi return dan imbal hasil (www.khalifahcenter.com). 4.2.2. Pengaruh Variabel Moderasi Suku Bunga pada Hubungan Risiko

Sistematis terhadap Harga Saham.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel suku bunga merupakan variabel quasi moderasi yang dapat memoderasi hubungan risiko sistematis terhadap harga saham secara signifikan pada sub sektor perbankan

periode 2014-2017. Artinya, suku bunga dapat meningkatkan harga saham disaat risiko sistematis tinggi, dan suku bunga dapat menurunkan harga saham jika tingkat risiko sitematis rendah.

Berpengaruhnya suku bunga terhadap hubungan antara risiko sistematis dan harga saham adalah penurunan tingkat suku bunga akan membuaut biaya bunga pinjaman menurun sehingga membuat ekspansi dan kenaikan laba bersih. Dalam jangka pajang, kenaikan laba bersih dapat membuat harga pasar saham meningkat. Sementara ketika suku bunga naik maka mengakibatkan menurunnya harga saham, karena investor akan cenderung menyimpan uangnya dan mendapatkan return dari bunga bank yang di dapatkannya (Suspopranoto, 2004: 83).

Disisi lain naiknhya Suku Bunga Indonesia (SBI) akan mengakibatkan kenaikan suku bunga kredit sehingga dapat menurunkan laba bersih perbankan yang menyebabkan tingkat risiko pada perbankan naik. Meningkatnya risiko pada perbankan membuat investor mengharapkan peningkatan return saham perbankan. Return yang tinggi membuat risk seeker (investor yang berani mengambil risiko) semakin tertarik untuk berinvestasi dan apabila secara umum investor perbankan merupakan risk seeker maka tingginya risiko dapat dijadikan alasan untuk mendorong pergerakan harga saham perbankan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitaian yang dilakukan oleh Yusri (2010) dan Retnaningsih (2007) bahwa risiko sistematis dapat mempengaruhi perubahan harga saham secara signifikan dikarenakan adanya sikap investor sebagai risk

seaker yang berani untuk mengambil risiko tinggi dengan mengharapkan return

Suku bunga dapat memperkuat hubungan risiko sistematis terhadap harga saham. Sehingga suku bunga dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur untuk memutuskan investasi. Hubungan suku bunga dan harga saham adalah negatif, jadi apabila suku bunga turun maka harga saham akan naik. Bagi investor yang hendak melakukan investasi pada perbankan selain memperhatikan besarnya risiko sistematis tapi sebaiknya juga memperhatikan pergerakan suku bunga.

Menurut Salam (2013: 13) ayat yang menerangkan tentang riba terdapat pada surat Ali Imron ayat 130 :



























“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Tafsir Quraish Shihab dalam www.tafsirq.com yakni janganlah menarik piutang yang telah dipinjamkan kecuali pokoknya saja. Jangan sampai memungut bunga yang terus bertambah dari tahun ke tahun hinggan berlipat-lipat ganda, dan takutlah kepada Allah. Juga jangan mengambil atau memakan hartaorang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dari sisi ekonomi riba merupakan cara utnuk dapat pengumpulan harta yang membahayakan sebab riba termasuk cara penimbunan harta tanpa bekerja. Sebab harta dapat didapatkan hanya dengan cara memperjual belikan uang, suatu benda yang pada dasarnya diciptakan untuk alat tukar-menukar dan mendapatkan nilai untuk suatu barang.

4.2.3. Pengaruh Variabel Moderasi Kurs pada Hubuungan Rrsiko