• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengaruh Suhu Terhadap Parameter Model Fluida

Sifat reologi CPO juga dapat dijelaskan dengan menggunakan model analisis fluida. Model analisis yang digunakan pada pengukuran sifat reologi CPO adalah model power

law. Model power law merupakan model yang paling sederhana dan mudah untuk

diaplikasikan pada pengukuran sifat aliran fluida. Model power law menggunakan parameter indeks tingkah laku aliran (n) dan indeks konsistensi (K) untuk menjelaskan sifat aliran suatu fluida.

Nilai n dan K pada model power law didapatkan dengan memplotkan log shear rate sebagai absisal (x) dan log shear stress sebagai ordinat (y) sehingga didapatkan persamaan regresi linier seperti pada persamaan 12.

Log  = a + b (log ) (12) dimana log  adalah log dari shear stress, a adalah log indeks konsistensi (K), b adalah indeks tingkah laku alir (n), dan log adalah log dari shear rate. Contoh hubungan log

shear rate dan shear stress pada CPO A dapat dilihat pada Gambar 13.

Nilai n dan K pada keempat sampel CPO dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 dapat dilihat bahwa sifat aliran fluida dari CPO adalah pseudoplastik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai n CPO yang kurang dari 1 dan nilai K lebih dari 0. Selain itu, Tabel 8 dan Tabel 9 juga menunjukkan penurunan nilai n dan penurunan nilai K terhadap kenaikan suhu.

Gambar 13. Hubungan log shear rate dan log shear strees CPO A pada suhu 25 oC ulangan 1.

Peningkatan nilai n dan K pada keempat sampel CPO ini mengindikasikan adanya perubahan sifat aliran pada CPO. Semakin tinggi suhu dari CPO maka semakin menurun sifat pseudoplatik dari CPO tersebut. Hal ini terlihat dari nilai n dari CPO yang melebihi 0.9 bahkan hampir mendekati 1 yang menunjukkan sifat fluida Newtonian. Perubahan sifat fluida pada merupakan hal yang wajar terjadi bahkan beberapa bahan pangan mempunyai sifat reologi yang lebih dari satu (Bourne 2002). Menurut Valez-Ruiz (2002) sifat reologi pada suatu fluida sangat dipengaruhi oleh sifat fisik fluida tersebut, jumlah padatan, ukuran partikel penyusun fluida dan distribusi partikel tersebut di dalam fluida. Perubahan sifat aliran fluida pada CPO ini diduga dikarenakan terjadinya pemecahan kristal-kristal lemak akibat pengaruh peningkatan suhu. Pemecahan kristal lemak ini berpengaruh terhadap penurunan jumlah solid fat content (SFC) pada CPO. Menurut Liang et al. (2008) SFC mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat reologi lemak. Selain itu mikrostruktur dari lemak juga memengaruhi sifat reologinya.

Tabel 8. Indeks tingkah laku alir (n) CPO

Suhu Indeks tingkah laku alir (n)

CPO A CPO B CPO C CPO D 25 oC 0.546a 0.533a 0.781a 0.730a 30 oC 0.672b 0.557a 0.858b 0.735a 35 oC 0.730c 0.735b 0.788b,c 0.777a 40 oC 0.738c 0.760c 0.902b,c 0.788a 45 oC 0.932d 0.930c,d 0.959c 0.899b 50 oC 0.930d 0.945c,d 0.950c 0.970c 55 oC 0.993e 0.986d 0.968c 0.978c

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p <0.05).

y = 0.531x + 0.445 R² = 0.994 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 2.7 log sh ear s tr es s (P a)

Tabel 9. Indeks konsistensi (K) CPO

Suhu Indeks konsistensi (K)

CPO A CPO B CPO C CPO D 25 oC 2.452c 2.480c 0.368c 0.665d 30 oC 0.702b 1.406b 0.173d 0.450c 35 oC 0.310b 0.280a 0.103c 0.294b 40 oC 0.179a 0.141a 0.070b 0.246a,b 45 oC 0.050a 0.042a 0.038a 0.035a,b 50 oC 0.033a 0.040a 0.035a 0.030a 55 oC 0.020a 0.026a 0.027a 0.020a

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p <0.05)

Berdasarkan uji dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada masing-masing sampel CPO, nilai n dan K pada masing-masing-masing-masing sampel CPO berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (p<0.05), namun pada CPO B dan C pada suhu 45-55 oC nilai n keempat sampel CPO tidak berbeda nyata ditaraf signifikansi 0.05 (p>0.05) (Lampiran 7 dan 8). Pada aplikasi pengaliran CPO dengan moda pipa disarankan suhu pengaliran sekitar 45-50 oC karena sifat CPO yang sudah mendekati Newtonian dan nilai K yang sudah rendah (berkisar 0.05-0.02). Nilai K yang semakin rendah menunjukkan jumlah SFC CPO yang rendah pula. Sifat Newtonian dan jumlah SFC yang rendah lebih menguntungkan saat pengaliran karena lebih mudah dialirkan.

2. Pengaruh Suhu Terhadap Viskositas Minyak Sawit Kasar

Viskositas merupakan salah satu parameter rekayasa proses yang penting dalam desain peralatan pengolahan seperti pada kasus pindah panas dan pengaliran pada pipa. Selain itu viskositas juga penting untuk menentukan kualitas dan stabilitas suatu produk pangan. Selama transportasi dan penyimpanan CPO akan mengalami proses pemanasan dan pendinginan yang memengaruhi viskositasnya. Menurut Rao (1999) suhu sangat berpengaruh terhadap viskositas fluida, di mana secara umum viskositas menurun dengan meningkatnya suhu. Pengaruh suhu terhadap viskositas keempat sampel CPO pada shear

rate 100 s-1dapat dilihat pada Gambar 14.

Pada Gambar 14 terlihat bahwa terjadi penurunan viskositas CPO terhadap peningkatan suhu. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah SFC pada minyak yang disebabkan pemecahan kristal lemak. Selain itu menurut Munson et al. (2001) dan Santos et al. (2004) penurunan viskositas akibat peningkatan suhu juga disebabkan oleh perpindahan molekul-molekul pada minyak dan penurunan tegangan kohesif antar molekulnya yang menyebabkan turunnya viskositas sehingga fluida menjadi lebih mudah mengalir.

Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa pada suhu 25 oC viskositas keempat CPO berbeda-beda sedangkan pada suhu 55 oC viskositas keempat sampel CPO sudah relatif sama. Perbedaan viskositas pada suhu 25 oC diduga disebabkan perbedaan karakteristik kimia, perbedaan jumlah SFC pada keempat sampel CPO tersebut sedangkan viskositas pada suhu 55 oC yang relatif sama diduga disebabkan fraksi olein dan stearin yang sudah tercampur sempurna (homogen) dan SFC yang sudah relatif rendah.

Keterangan: Huruf yang berbeda pada setiap grafik menunjukan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (p<0.05).

Gambar 14. Hubungan suhu terhadap viskositas terukur CPO pada shear rate 100 s-1.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada masing-masing sampel CPO terlihat bahwa viskositas terukur CPO berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (p<0.05). namun pada suhu 45-55 oC viskositas terukur pada masing-masing CPO sudah berada pada subset yang sama yang berarti viskositasnya sudah tidak berbeda nyata (Lampiran 9) yang disebabkan sudah rendahnya SFC CPO. Berdasarkan data viskositasnya dapat disarankan bahwa sebaiknya CPO dialirkan pada suhu 45-55 oC karena viskositasnya sudah tidak mengalami perubahan dan SFCnya rendah sehingga CPO menjadi lebih mudah mengalir.

Pengaruh suhu terhadap viskositas CPO dapat dijelaskan dari nilai energi aktivasi (Ea) yang didapatkan melalui model persamaan Arrhenius dengan persamaan 13,

a = A exp (Ea /RT) (13) di mana  adalah viskositas terukur pada shear rate tertentu, A adalah faktor frekuensi, Ea

adalah energi aktivasi, R adalah konstanta gas ideal dengan satuan J/mol.K dan T adalah suhu dengan satuan Kelvin.

Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dipenuhi agar reaksi dapat berjalan. Energi aktivasi menggambarkan terjadinya pembentukan lubang atau beberapa ruang tambahan pada bahan pangan akibat pengaruh suhu yang menyebabkan molekul-molekul fluida mengalir. Semakin banyak lubang yang terbentuk maka semakin besar energi aktivasi yang didapatkan (Vitali dan Rao 1985). Selain itu, menurut Cuah et al. (2008) energi aktivasi yang besar menunjukkan indikasi sensitivitas viskositas terhadap suhu. Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi dari masing-masing sampel CPO dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa CPO A mempunyai energi aktivasi yang tertinggi 70.32 kJ mol -1 sedangkan CPO D memiliki energi akitivasi yang paling rendah 47.98 kJ mol -1. Hal ini berarti CPO A lebih sensitif terhadap kenaikan suhu sehingga viskositasnya lebih cepat berubah seperti yang tertera pada Tabel 10. Dalam pengaliran

e d c b a a a a b c d a a a e d c b a a a f e d c b a a 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Vis k os it as t er u k u r (P a. s) Suhu (oC) CPO A CPO B CPO C CPO D

dalam pipa diharapakan CPO yang dialirkan memiliki energi akrtivasi yang kecil agar viskositas CPO tersebut tidak mudah berubah terhadap pengaruh suhu. Perubahan viskositas CPO selama pengaliran berdampak pada besarnya energi yang diperlukan selama pengaliran dan juga berdampak pada mutu dari CPO tersebut

Tabel 10. Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D pada shear rate 100 s-1.

Perbedaan energi aktivasi pada keempat sampel CPO diduga adanya korelasi dengan parameter mutu CPO. Oleh karena itu diperlukan uji korelasi antar energi aktivasi, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan iod. Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan kotoran serta asam lemak bebas ternyata tidak berpengaruh terhadap perbedaan energi aktivasi keempat sampel CPO (Lampiran 10). Korelasi bilangan iod dan energi aktivasi keempat CPO memiliki Pearson correlation -0.94. Hal ini berarti 94% energi aktivasi dipengaruhi oleh bilangan iod CPO. Tanda negatif pada

Pearson corelation menandakan hubungan yang tidak searah antara energi aktivasi dengan

bilangan iod CPO yang berarti semakin tinggi bilangan iod maka energi aktifasi CPO semakin kecil. Bilangan iod yang tinggi menunjukkan derajat ketidakjenuhan yang tinggi dan memiliki fase yang lebih cair sehingga viskositas CPO tidak mudah berubah akibat pengaruh suhu sedangkan bilangan iod yang rendah memiliki fase padat yang viskositasnya mudah berubah akibat pengaruhi oleh suhu.. Titik Korelasi ini mempunyai persamaan regresi Ea = 387 - 6.24 (iod) di mana Ea memiliki atuan kJ mol -1 dan bilangan iod memiliki satuan g iod/100 g.

E. APLIKASI PENGALIRAN CPO PADA PIPA BERDASARKAN

Dokumen terkait