• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Perceived Behavior Control melalui Intensi terhadap Kunjungan Balita ke Posyandu di Kecamatan Sei Balai

3. Pengaruh Total ( Total Effect )

5.2 Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Perceived Behavior Control melalui Intensi terhadap Kunjungan Balita ke Posyandu di Kecamatan Sei Balai

Kabupaten Batu Bara

Berdasarkan hasil uji analisis regresi bahwa sikap ibu terhadap kunjungan balita ke posyandu diperoleh nilai p= 0,243 (p > 0,05), artinya tidak ada pengaruh antara sikap terhadap kunjungan balita ke posyandu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Sambas (2002) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara variabel sikap dengan kunjungan ibu-ibu anak balita ke posyandu dengan nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara ibu-ibu anak balita yang mempunyai sikap di atas nilai median dengan yang mempunyai sikap di bawah nilai median untuk mengunjungi posyandu.

Jadi untuk datang ke posyandu dalam melakukan penimbangan semua ibu-ibu anak balita dapat melakukannya tanpa memandang adanya perbedaan sikap diantara mereka.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) mengenai tingkatan sikap seseorang yang paling tinggi adalah responsible (bertanggungjawab) yaitu sesorang akan bertanggungjawab terhadap pilihannya dengan segala risikonya dan sesorang telah memiliki sikap konstan yaitu komponen konasi yang merupakan

kecenderungan bertingkah laku (Mar’at, 1984). Begitu pula hasil penelitian Harianto (1992) dan Hutagalung (1992) yang membuktikan adanya hubungan bermakna antara sikap dengan partisipasi masyarakat dalam menimbang anak balita ke posyandu dengan nilai p < 0,05.

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Pamungkas (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat sikap ibu balita dengan perilaku kunjungan ibu ke Posyandu di Kelurahan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang dengan nilai p-value 0,035, dan didapatkan bahwa dari responden yang mempunyai sikap terhadap posyandu baik memiliki peluang 4,800 kali untuk berkunjung ke posyandu bandingkan dengan responden yang mempunyai tingkat sikap kurang.

Pada hasil hubungan yang telah didapat frekuensi yang paling banyak adalah tingkat sikap responden yang kurang dan kuantitas kunjungan ke posyandu kurang dengan jumlah 12 responden dari total jumlah responden yang memiliki tingkat sikap kurang. Kurangnya sikap dari ibu balita ke posyandu dikarenakan oleh karena kurangnya antusiasme responden mengikuti rangkaian kegiatan posyandu yang secara klasik dikarenakan tingkat aktivitas yang berlebih.

Berdarkan hasil penelitian Pengaruh langsung sikap terhadap kunjungan ke posyandu sebesar 0,088 dan pengaruh tidak langsung sikap tehadap kunjangan ke posyandu sebesar -0,062, artinya sikap dapat memengaruhi kunjungan ke posyandu secara langsung tanpa melalui intensi. Peningkatan kunjungan secara langsung

dipengaruhi oleh peningkatan sikap sebesar 0.008 atau 8,8%. Sedangkan selebihnya 91,2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.

Hal ini tidak sesuai dengan landasan teori planned of behavior (Ajzen 2003), berdasarkan teori tersebut bahwa pengaruh sikap terhadap perilaku seseorang dapat terjadi secara tidak langsung melalui intensi. Artinya baik tidaknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh sikap melalui intensi karena jika intensi meningkat maka sikapnya baik.

Berdasarkan hasil analisis regresi norma subjektif terhadap kunjungan balita ke posyandu diperoleh nilai p= 0,317 (p > 0,05) artinya tidak ada pengaruh antara norma subjektif terhadap kunjungan balita ke posyandu. Pengaruh langsung norma subjektif terhadap kunjungan ke posyandu sebesar -0,076 dan pengaruh tidak langsung sebesar 0,053, pengaruh tidak langsung lebih besar dari pengaruh langsung posyandu, artinya secara tidak langsung norma subjektif memengaruhi kunjungan ke posyandu sebesar 5,3%. Sedangkan selebihnya 94,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Sambas (2002) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel dorongan dari tokoh masyarakat dengan kunjungan ibu-ibu anak balita ke Posyandu dengan nilai p > 0,05. Artinya tidak ada perbedaan antara ibu-ibu anak balita yang mendapatkan dorongan dengan yang tidak mendapatkan dorongan untuk mengunjungi Posyandu.

Jadi untuk datang ke Posyandu dalam melakukan penimbangan semua ibu-ibu anak balita dapat melakukannya tanpa memandang adanya perbedaan baik yang pernah

mendapat dorongan dengan yang tidak mendapat dorongan maupun yang tidak pernah mendapat dorongan diantara mereka.

Dorongan dari tokoh masyarakat/RW juga memegang peranan yang sangat penting karena toma/RW merupakan orang penting (key pearson) di lingkungannya yang telah mendapat kepercayaan dari masyrakat untuk memimpin wilayahnya. Hal ini penting dilakukan untuk kesinambungan semua kegiatan yang ada di lingkungan setiap RW yang bersangkutan dan terkait dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Harianto (1992) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pembinaan dari tokoh masyarakat dengan partisipasi ibu-ibu balita ke Posyandu dengan nilai p < 0,05.

Berdasarkan hasil analisis regresi perceived behavior control terhadap kunjungan balita ke posyandu diperoleh nilai p= 0,231 (p > 0,05) artinya tidak ada pengaruh antara perceived behavior control terhadap kunjungan balita ke posyandu. Besarnya pengaruh langsung perceived behavior control terhadap kunjungan ke posyandu -0,090 dan pengaruh tidak langsung sebesar – 0.013, perceived behavior control baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh negatif terhadap kunjungan ke posyandu, artinya peningkatan kunjungan ke posyandu tidak di pengaruhi oleh tinggi rendahnya perceived behavior control. Besarnya koefisien detrminan perceived behavior control secara langsung terhadap kunjungan -9,0%.dan keofisien determinan perceived behavior control secara tidak langsung sebesar -1,3%

Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian Sambas (2002) yang menyatakan bahwa kepemilikan KMS dengan OR=5,381 kali (95% Cl: 2,580-11,221) dan p=0,000. Artinya ibu-ibu anak balita yang memiliki KMS anaknya mempunyai peluang kunjungan baik/rutin 5,381 kali dibandingkan ibu-ibu anak balita yang tidak memiliki KMS anaknya setelah dikontrol variabel pembinaan dari kader dan bimbingan dari petugas puskesmas.

Hal ini dapat dipahami bahwa dengan adanya sarana/kelengkapan relatif lebih memungkinkan untuk menggunakan sarana itu untuk kepentingan tertentu termasuk ibu-ibu anak balita yang memiliki KMS anaknya akan lebih terangsang untuk mengunjungi posyandu karena mereka relatif lebih termotivasi bila melihat/memiliki KMS anaknya. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara variabel jumlah anak balita dengan kunjungan ibu-ibu anak balita ke posyandu dengan nilai p>0,05. Artinya tidak ada perbedaan antara ibu-ibu anak balita yang mempunyai anak satu dengan yang mempunyai anak lebih dari satu untuk mengunjungi posyandu (Sambas, 2002). Jadi untuk datang ke posyandu dalam melakukan penimbangan semua ibu-ibu anak balita dapat melakukannya tanpa memandang adanya perbedaan jumlah anak balita diantara mereka.

Secara langsung intensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi kunjungan balita ke posyandu diperoleh nilai p= 0,001 (p > 0,05). Besarnya pengaruh intensi ibu terhadap kunjungan balita ke posyandu sebesar 0,529 atau 52,9%. Sedangkan selebihnya 47,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model.

Dengan kata lain semakin baik intensi ibu yang mempunyai balita maka semakin baik pula kunjungan balita ke posyandu.

Berdasarkan penelitian Purnamasari (2010) bahwa niat tidak berhubungan dengan keaktifan ibu balita ke posyandu. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui bahwa tingkat pendidikan, ilmu dan ketrampilan dari bidan dan kader dari posyandu masih kurang dibandingkan dengan instansi yang lain.

Berdasarkan hasil uji analisis regresi bahwa sikap, norma subjektif, perceived behavior control dan intensi ibu berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu. Besaran pengaruh simultan adalah 0,285 atau 28,5% merupakan kontribusi dari variabel sikap, norma subjektif, perceived behavior control dan intensi terhadap kunjungan balita ke posyandu, sedangkan sisanya 72,0% dipengaruhi faktor lain di luar model.

Besar faktor residual dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh faktor lain atau variabel lain yang lebih memengaruhi kunjungan balita ke posyandu, dari hasil data sekunder didapatkan bahwa hanya terdapat 1 petugas gizi di puskesmas Sei Balai, Jumlah kader posyandu 240 untuk 48 posyandu tetapi posyandu yang aktif hanya 33,3 % , dengan kategori posyandu paling besar adalah posyandu madya sebesar 61,54 % dimana pada posyandu madya cakupan program kurang dari 50% dan belum ada program tambahan, pada umumnya masyarakat mengunjungi posyandu hanya untuk melakukan imunisasi dan pengobatan.

Berdasarkan penelitian Aisyah (2011) dan Pamungkas (2008) faktor lain yang memengaruhi kunjungan balita ke posyandu adalah pengetahuan, kepercayaan, dan dukungan sosial.