• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Pengaruh Variasi Pitch Transversal Terhadap Koefisien Konveksi 4.4.1 Koefisien Konveksi Pada Pitch Transversal 1,5 Diameter

Gambar 4. 12 Koefisien Konveksi Terhadap Sudut Tube Pada Pitch Transversal 1,5 D

Pada gambar 4.12 dapat dilihat pada pitch transversal 1,5 diameter untuk first

row/kolom pertama berbeda dengan trendline second row/kolom kedua dan third row/kolom ketiga. Pada first row/kolom pertama, koefisien perpindahan panas

mengalami kenaikan seiring bertambahnya sudut tube, sampai dengan sudut 90o kemudian koefisien perpindahan panas mengalami penurunan sampai nilai terendah dan kemudian kembali mengalami peningkatan. Trendline untuk second

row/kolom kedua dan third row/kolom ketiga dimulai dengan kenaikan sedikit pada

sisi depan pipa dan kemudian mengalami penurunan sampai pada sudut 90o. Setelah melewati sudut 90o koefisien perpindahan panas mengalami penurunan yang lebih besar sehingga pada grafik, penurunan koefisien konveksi setelah melewati sudut 90o lebih curam dibandingkan sebelumnya. Penurunan koefisien konveksi pada

second row/kolom kedua dan third row/kolom ketiga mencapai nilai terendahnya

lebih cepat dibandingkan first row/kolom pertama. Hal ini dapat disebabkan karena adanya backflow dari kolom tube sebelumnya. Koefisien konveksi rata-rata pada

first row/kolom pertama sebesar 3849,25 W/m2.K, second row/kolom kedua sebesar 3917W/m2.K, dan third row/kolom ketiga sebesar 3915W/m2K.

Sudut tube, (o) k oe fisien konve ksi, W /m 2 .K m/s

43

4.4.2 Koefisien Konveksi Pada Pitch Transversal 1,75 Diameter

Gambar 4. 13 Koefisien Konveksi Terhadap Sudut Tube Pada Pitch Transversal 1,75 D

Pada gambar 4.13 dapat dilihat dilihat pada pitch transversal 1,75 diameter

trendline untuk first row/kolom pertama, second row/kolom kedua dan third row/kolom ketiga memiliki kemiripan dengan trendline pada variasi pitch

transversal 1,5 diameter. Hal yang membedakan trendline pada pitch transversal 1,5 diameter dan pitch transversal 1,75 diameter terjadi pada sudut awal dimana

trendline ketiga kolom lebih rapat dibandingkan pada pitch transversal 1,5

diameter. Perbedaan selanjutnya terjadi pada nilai koefisien konveksi terendah ketiga kolom yang mencapai nilai terendahnya hampir disudut yang sama. Koefisien konveksi rata-rata first row/kolom pertama sebesar 3715 W/m2.K,

second row/kolom kedua sebesar 3777,5 W/m2.K, dan third row/kolom ketiga sebesar 3783 W/m2K.

4.4.3 Koefisien Konveksi Pada Pitch Transversal 2 Diameter

Pada gambar 4.14 dapat dilihat dilihat pada pitch transversal 2 diameter

trendline untuk first row/kolom pertama, second row/kolom kedua dan third row/kolom ketiga memiliki kemiripan dengan trendline pada kedua variasi pitch

transversal sebelumnya. Hal yang membedakan trendline pitch transversal 2 diameter terjadi pada sudut awal dimana trendline ketiga kolom lebih rapat dibandingkan dengan kedua variasi pitch transversal sebelumnya. Perbedaan

k oe fisien konve ksi, W /m 2 .K m/s Sudut tube, (o)

44

selanjutnya terjadi pada nilai koefisien konveksi tertinggi first row/kolom pertama yang bergeser maju ke sudut 60o. Nilai koefisien konveksi mencapai nilai terendahnya untuk first row/kolom pertama pada sudut 150o, second row/kolom kedua pada sudut 140o dan third row/kolom ketiga pada sudut 130o. Setelah mencapai nilai terendah, ketiga trendline mengalami kenaikan dan kemudian pada kisaran sudut 175o ketiga trendline mengalami sedikit penurunan.

Gambar 4. 14 Koefisien Konveksi Terhadap Sudut Tube Pada Pitch Transversal 2 D

Rata-rata koefisien konveksi first row/kolom pertama sebesar 3707 W/m2.K,

second row/kolom kedua sebesar 3652 W/m2.K, dan third row/kolom ketiga sebesar 3709 W/m2K.

4.4.4 Pengaruh Variasi Pitch Transversal Terhadap Koefisien Konveksi pada

First Row

Gambar 4. 15 Grafik Koefisien Konveksi Terhadap Sudut Tube pada Tube First Row

k oe fisien konve ksi, W /m 2 .K m/s k oe fisien konve ksi, W /m 2 .K m/s Sudut tube, (o) Sudut tube, (o)

45

Pada tube first row/kolom pertama ketiga variasi pitch transversal memiliki

trendline yang sama dimana nilai koefisien konveksi mengalami kenaikan dari

sudut 0osampai titik tertingginya dan kemudian mengalami penurunan sampai titik terendah dan kemudian mengalami sedikit kenaikan kembali. Trendline yang berbeda terjadi pada trendline variasi pitch transversal 2 diameter dimana pada sudut awal tidak ada penurunan nilai koefisien konveksi seperti yang terdapat pada

trendline pitch transversal 1,5 diameter dan pitch transversal 1,75 diameter.

Kemudian pada sudut 175o pada trendline pitch transversal 2 diameter terdapat sedikit penurunan koefisien konveksi yang tidak terdapat pada trendline kedua variasi pitch lainnya. Koefisien konveksi rata-rata pada first row/kolom pertama terbesar terdapat pada pitch transversal 1,5 diameter yang diindikasikan pada grafik hampir selalu berada diatas trendline variasi pitch lainnya dengan nilai sebesar 3850W/m2.K. Sedangkan koefisien konveksi rata-rata terendah terdapat pada pitch transversal 2 diameter yaitu sebesar 3707W/m2.K

4.4.5 Pengaruh Variasi Pitch Transversal Terhadap Koefisien Konveksi pada

Second Row

Gambar 4. 16 Grafik Koefisien Konveksi Terhadap Sudut Tube pada Tube Second Row

Pada tube second row/kolom kedua, ketiga variasi pitch transversal memiliki

trendline yang sama yaitu mengalami sedikit kenaikan pada sudut awal dan

mengalami penurunan sampai titik terendahnya. Selanjutnya nilai koefisien konveksi ketiga variasi pitch transversal kembali meningkat. Perbedaan yang terjadi terdapat pada pitch transversal 2 diameter dimana pada sudut 175o terjadi sedikit penurunan nilai koefisien konveksi. Selain itu titik terendah pada variasi

koe fisi en konv eksi, W /m 2 .K m/s Sudut tube, (o)

46

pitch transversal 2 diameter bergeser kedepan dan untuk beberapa saat trendline

cenderung tetap. Koefisien konveksi rata-rata pada second row/kolom kedua berurutan dari yang terbesar terdapat pada pitch transversal 1,5 diameter, 1,75 diameter dan 2 diameter. Trendline pitch transversal 1,5 diameter hampir selalu berada diatas trendline pitch transversal 1,75 diameter dan trendline pitch transversal 1,75 diameter berada diatas trendline pitch transversal 2 diameter. Nilai koefisien konveksi rata-rata pitch transversal 1,5 diameter sebesar 3917W/m2.K,

pitch transversal 1,75 diameter sebesar 3777,5 W/m2.K dan pitch transversal 2 diameter sebesar 3652W/m2.K.

4.4.6 Pengaruh Variasi Pitch Transversal Terhadap Koefisien Konveksi pada

Third Row

Gambar 4. 17 Grafik Koefisien Konveksi Terhadap Sudut Tube pada Tube Third Row

Pada tube third row/kolom ketiga, ketiga variasi pitch memiliki trendline yang sama yaitu mengalami sedikit kenaikan pada sudut awal dan mengalami penurunan sampai titik terendahnya kemudian kembali meningkat. Perbedaan yang terjadi terdapat pada pitch transversal 2 diameter dimana pada sudut 175o terjadi sedikit penurunan nilai koefisien konveksi. Berbeda dengan trendline first

row/kolom pertama dan second row/kolom kedua, pada third row/kolom ketiga trendline ketiga variasi mengalami crossing di beberapa titik. Koefisien konveksi

rata-rata pada kolom ketiga berurutan dari yang terbesar terdapat pada pitch transversal 1,5 diameter, 1,75 diameter, dan 2 diameter. Nilai koefisien konveksi rata-rata pitch transversal 1,5 diameter sebesar 3915W/m2.K, pitch transversal 1,75

koe fisien konve ksi, W /m 2 .K m/s Sudut tube, (o)

Dokumen terkait