• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorps

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pengaruh Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorps

Pengaruh waktu kontak optimum pada penelitian ini dilakukan dengan variasi waktu kontaknya adalah 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 120, 180, 240, 300 dan 360 menit. Larutan Cd2+ yang digunakan pada analisis optimasi waktu kontak ini adalah 50 ppm. Berat adsorben pasir hitam yang digunakan adalah 10 gram dengan ukuran adsorben 40 mesh. Dari data yang diperoleh dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan konsentrasi ion Cd2+ yang teradsorpsi dari larutan Cd, seperti yang disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Persentase Adsorpsi dengan Konsentrasi Larutan 50 ppm pada Ukuran Adsorben 40 mesh serta Kecepatan Pengadukan 150 rpm

Pada gambar 4.4 ditunjukkan bahwa kapasitas Cd2+ yang teradsorpsi semakin

besar dengan bertambahnya waktu kontak dan akan konstan pada waktu tertentu. Hal ini disebabkan semakin lama waktu interaksi adsorben dengan adsorbat menyebabkan peningkatan kadar Cd2+ yang diadsorpsi dan akan konstan saat

adsorben tidak dapat lagi mengadsorpsi. Kenaikan konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi paling besar dan mencapai titik optimum adalah pada menit ke-360 dengan konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi sebesar 24,6038 %. Pada 5 menit pertama adsorpsi ion logam Cd2+ adalah 7,7375 %. Daya adsorpsi ion Cd2+ semakin meningkat sampai pada waktu menit yaitu dengan besarnya konsentrasi Cd2+ teradsorpsi 17,4300 %, 19,9175%, 21,2900 %, 22,6625%, 23,0913 %, 23,5200%, 23,6260 %, 23,8430 %, 24,0210 %, 24,2634 % dan 24,6038 %. Setelah interaksi berlangsung 60 menit, adsorpsi ion logam Cd2+ mendekati konstan, hal ini menunjukkan telah tercapainya

0 5 10 15 20 25 30 0 100 200 300 400 R % t (menit) Cd

suatu adsorben mengalami kejenuhan sehingga proses adsorpsi terhenti. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi di permukaan pasir hitam telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion logam Cd2+ dalam adsorben pasir hitam sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 360 menit menjadi konstan atau hampir sama.

Menurut Gusain, dkk. (2013) [16], laju adsorpsi ion logam tinggi selama periode awal dan kemudian menurun hingga mencapai kesetimbangan. Tingginya laju adsorpsi ion logam dikaitkan dengan ketersediaan luas permukaan adsorben yang berlimpah pada saat awal adsorpsi. Lalu bagian untuk mengadsorpsi berkurang selama adsorpsi berlangsung. Banyaknya bagian serapan aktif yang tersedia pada permukaan adsorben adalah tetap, dan setiap bagian aktif hanya mengadsorpsi satu ion di monolayer, yang mana dibuktikan dengan kenaikan laju adsorpsi yang tajam di awal, lalu melambat dengan bertambahnya waktu disebabkan oleh meningkatnya persaingan antar ion logam yang tersisa di dalam larutan terhadap ketersediaan bagian aktif pada permukaan adsorben yang semakin menurun.

Kinetika adsorpsi ini dilakukan untuk mengetahui laju adsorpsi dari suatu adsorben terhadap adsorbat dengan pengaruh waktu. Waktu kontak yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai ukuran laju adsorpsi. Pada penelitian ini pengujian laju adsorpsi dilakukan dengan menduga orde reaksinya. Orde reaksi laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi.

Dalam penelitian ini, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Persamaan 4.4 adalah model pseudo orde satu dan persamaan 4.5 adalah model pseudo orde dua tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut [21]:

��

=

�� � �

+

� (4.4) � ��

=

� �

+

(�2�2) (4.5)

Dari data hasil eksperimen ditunjukkan bahwa hasil yang lebih baik diperoleh pada model pseudo orde dua dibandingkan pseudo orde satu berdasarkan pada nilai

dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.

Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd2+ pada Adsorben Pasir Hitam

Ukuran Adsorben Konsentrasi Cd2+ (ppm) Qe Percobaan

Pseudo Orde 1 Pseudo Orde 2 qe1 k1 r2 qe2 k2 r2 40 mesh 50 0,1686 0,140 11,465 0,907 0,124 1,452 0,999

Gambar 4.5 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm

Gambar 4.6 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm y = 82x + 7,152 r² = 0,907 0 5 10 15 20 25 30 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 1/q t ( g/m g) 1/t (min-1) orde 1 Linear (orde 1) y = 8,062x + 44,77 r² = 0,999 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 100 200 300 400 t/q t ( g.s/ m g) t (min) orde 2 Linear (orde 2)

Dari hasil perhitungan teoritis seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 di atas, nilai koefisien korelasi (r2) orde dua lebih mendekati angka satu (1) dibandingkan dengan orde satu. Persamaan orde satu memiliki nilai r2 = 0,907 dan persamaan orde dua memiliki nilai r2 = 0,999. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menyajikan data adsorpsi lebih presentatif. Menurut Thambavani, dkk. (2014) [6], persamaan orde dua didasarkan pada asumsi bahwa tahap penentuan laju yang mungkin ialah adsorpsi secara kimia antara adsorben dan adsorbat. Hal ini dapat terjadi karena kondisi pH larutan yang akan diadsorpsi dalam keadaan asam, yaitu 4,5. Menurut Liu, dkk. (2013) [21], adsorpsi akan berlangsung secara maksimal bila dalam kondisi asam karena akan meningkatkan interaksi antara atom SiOH, H+, dan ion pada larutan yang diadsorpsi. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan FTIR. Dapat dilihat pada hasil analisis FTIR terjadi penambahan gugus SiOH pada saat sebelum dan sesudah proses adsorpsi berlangsung.

Gambar 4.7 Hasil Analisis FTIR pada Pasir Hitam Sebelum dan Setelah Proses Adsorpsi

Tabel 4.2 Hasil Analisa FTIR Sebelum Adsorpsi

Tabel 4.3 Hasil Analisa FTIR Setelah Adsorpsi

Menurut Bera, dkk. (2013) [22], hasil analisa menunjukkan pada peak 740,67 cm-1 dan 1010,7 cm-1, masing-masing merupakan getaran peregangan untuk ikatan

Si-O simetris dan asimetris. Pada peak 582,5 cm-1 terkait dengan getaran lipatan

kelompok dari ikatan Si-O asimetris. Dan pada peak 2927,94 cm-1 menunjukkan

getaran peregangan -CH2 asimetris. Menurut Beh, dkk. (2012) [23], pada peak

1627,92 cm-1 sesuai dengan getaran peregangan CO asimetris yang mengindikasikan

keberadaan sejenis mineral berkarbonasi. Menurut Skoog, dkk. (2007) [24], pada rentang peak 3200-3600 cm-1 menunjukkan getaran peregangan gugus OH.

Perubahan peak diamati setelah adsorpsi yang menunjukkan bahwa kelompok- kelompok fungsional cenderung untuk berpartisipasi dalam pengikatan logam. Pergeseran dari kelompok fungsional dapat dihubungkan dengan adanya interaksi kelompok tersebut dengan ion logam.

Namun hasil analisis yang diperoleh dari FTIR tersebut belum dapat dijadikan kesimpulan yang kuat untuk menentukan jenis adsorpsi dari pasir hitam pada penelitian ini. Maka dari itu perlu dilakukan analisis yang lebih spesifik lagi untuk menentukan jenis adsorpsi yang terjadi.

Dokumen terkait