• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Kesimpulan dan Saran

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Pengaturan Lalu Lintas pada Persimpangan

Masalah-masalah yang ada di persimpangan dapat diatasi dengan cara meningkatkan kapasitas simpang dan mengurangi volume lalu lintas. Untuk meningkatkan kapasitas dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan rancang simpang, serta pelebaran cabang simpang, pengalihan arus lalu lintas kerute-rute lain. Akan tetapi kedua cara tersebut kurang efektif, karena akan mengarah pada peningkatan jarak tempuh suatu perjalanan.

Pemecahan masalah terbatasnya kapasitas simpang maupun masalah ruas jalan dapat diantisipasi dengan cara dilakukan pelebaran jalan akan tetapi hal tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit serta tidak selamanya mampu memecahkan permasalahan yang terjadi. Pemecahan manajemen lalu lintas semacam itu sering kali menyebabkan permasalahan lalu lintas semakin buruk.

Alternatif pemecahan lain adalah dengan metode sistem pengendalian simpang yang bergantung kepada besarnya volume lalu lintas. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu sistem pengendalian simpang yang akan digunakan yaitu volume lalu lintas dan jumlah kendaraan yang belok, tipe kendaraan yang tersedia, kecepatan kendaraan, akses kendaraan pada ruas jalan,pertumbuhan lalu lintas dan distribusinya, strategi manajemen lalu lintas, biaya pemasangan dan pemeliharaan.

Dari kriteria di atas dapat ditentukan jenis-jenis sistem pengendalian simpang yang digunakan antara lain:

2.6.1 Simpang Tanpa Prioritas (Non Priority Junction)

Simpang tanpa prioritas ini umumnya digunakan pada daerah volume lalu lintas yang kecil pada masing-masing cabang simpang. Apabila pada simpang itu terjadi konflik lalu lintas maka salah satu pihak memperoleh hak utama untuk berjalan berdasarkan pada kebiasaan(peraturan pemerintah yang berlaku) sementara pihak lain akan memperlambat gerakannya atau berhenti.

Meningkatnya volume lalu lintas pada salah satu cabang simpang mempertinggi tingkat konflik antara cabang simpang dengan arus yang rendah dengan arus yang tinggi pada simpang tersebut. Untuk mengatasi konflik lalu lintas ini maka

diberikan hak utama tertentu pada suat simpang yang biasa dengan prioritas. Contoh simpang tanpa prioritas dapat dilihat pada Gambar 2.7 dibawah.

Gambar 2.7 Persimpangan tanpa Prioritas

(Sumber:Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter)

2.6.2 Simpang dengan Prioritas (Priority Junction)

Simpang pengendalian semacam ini cocok untuk simpang dimana lalu lintas pada jalan yang lebih kecil (minor road) tidak terlalu besar. Dengan meningkatnya arus pada jalan yang lebih kecil maka semakin banyak kendaraan yang memotong arus jalan yang lebih besar (major road). Arus kendaraan di jalan yang lebih kecil dikendalikan oleh rambu lalu lintas,misalnya tanda stop atau tanda untuk mengalah (giveway sign). Fungsi rambu atau marka ini adalah untuk memberikan hak utama untuk bergerak pada jalan yang fungsinya lebih tinggi.

Pada simpang dengan prioritas, diasumsikan tidak ada tundaan yang terjadi pada arus lalu lintas utama. Aspek yang paling penting adalah tingkat pengaruh dari arus lalu lintas pada jalan yang lebih kecil. Kendaraan dari jalan yang lebih kecil akan datang menuju rambu sebelum memasuki simpang dengan prioritas, kemudian menunggu suatu jarak kendaraan yang memberi waktu aman pada ruas jalan yang lebih besar.

Tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil tergantung dari ukuran waktu antara kendaraan pada jalan yang lebih besar. Ukuran waktu antarakendaraan yang terjadi tergantung pada volume lalu lintas pada jalan utama. Jika volume lalu lintas pada jalan utama bertambah maka lama tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil akan semakin besar. Dengan terus meningkatnya arus lalu lintas maka simpang prioritas akan mengalami banyak kesulitan.

Gambar 2.8 Persimpangan dengan Prioritas

(Sumber:Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter)

Rarambu lalu lintas berupa

Gambar 2.9 Rambu Lalu Lintas untuk Simpang dengan Prioritas (Sumber: PP. No. 43 Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas) PrioritasBagiLaluLintasdariMuka

STOP

2.6.3 Simpang dengan Lampu Lalu Lintas (Signalized Junction)

Sistem pengendalian simpang yang berikutnya adalah dengan pemasangan lampu lalu lintas (traffic light). Pengendalian persimpangan seperti ini memberikan hak berjalan pertama kepada fase tertentu kemudian rambu lalu lintas berupa kepada fase lainnya. Masing-masing pergerakan mendapatkan kesempatan melintasi persimpangan dalam suatu jangka waktu tertentu dan pada saat yang berbeda-beda, serta dipengaruhi oleh susunan fisik persimpangan,jenis pengontrolan, volume lalu lintas, pola dan arah lalu lintas.

Lampu lalu lintas (traffic light) adalah suatu alat kendali dengan menggunakan lampu yang terpasang pada persimpangan dengan tujuan untuk mengatur arus lalu lintas. Pengaturan arus lalu lintas pada persimpangan pada dasarnya dimaksudkan untuk bagaimana pergerakan kendaraan pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan (vehicle group movements) dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar arus yang ada. Ada berbagai jenis kendali dengan menggunakan lampu lalu lintas dimana pertimbangan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi persimpangan yang ada seperti volume, geometrik simpang dan sebagainya. Sketsa persimpangan ini dapat dilihat padaGambar 2.10 dibawah.

Gambar 2.10 Persimpangan dengan Traffic Light (Sumber:Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter)

Berdasarkan cakupannya, jenis kendali dengan lampu lalu lintas(traffic light) pada persimpangan dibedakan antara lain:

a. Lampu lalu lintas terpisah (isolated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana dalam perancangannya hanya didasarkan pertimbangan pada satu tempat persimpangan saja tanpa mempertimbangkan simpang lain yang terdekat.

b. Lampu lalu lintas terkoordinasi (coordinated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana perancangannya mempertimbangkan,mencakup beberapa simpang yang terdapat pada suatu jalur/ arah tertentu.

c. Lampu lalu lintas jaringan (networking traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana dalam perancangannya mempertimbangkan mencakup beberapa simpang yang terdapat dalam suatu jaringan jalan dalam suatu kawasan.

Berdasarkan pengoperasiannya, jenis kendali traffic light pada persimpangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:

a. Fixed time traffic signals: yaitu pengoperasian traffic light di mana pengaturan waktunya (setting time) tidak mengalami perubahan(tetap). Pada tipe ini panjang siklus fase, waktu hijau, waktu kuning,waktu merah dan perubahan interval telah diatur menurut selang waktu tertentu. Tipe ini merupakan bentuk pengendalian traffic light yang paling umum digunakan di Indonesia. Dalam situasi-situasi tertentu tipe ini memiliki efisiensi yang lebih kecil daripada sistem lainnya karena tidak memiliki respon terhadap perubahan arus kendaraan yang terjadi. Beberapa keuntungan traffic light dengan bentuk waktu

sinyal tetap ini antara lain: waktu start dan lama interval tetap sehingga memudahkan koordinasi dengan traffic light yang berdekatan, tidak dipengaruhi oleh kondisi pergerakan pada suat waktu tertentu misalnya ada kendaraan yang berhenti, adanya pembangunan disekitar ruas jalan dan sebagainya, dengan sistem ini lebih sesuai bagi daerah yang volume pejalan kaki tetap dan besar, pengemudi dapat memperkirakan lamanya fase.

b. Semi actuated traffic signals: pada tipe ini digunakan peralatan deteksi yang diletakkan hanya pada jalan minor. Traffic light telah diatur sedemikian rupa, sehingga jalan mayor selalu mendapat indikasi warna hijau selama tidak diterima isyarat dari jalan minor. Apabila diterima adanya suatu isyarat dari jalan minor maka waktu hijau diterima untuk jalan minor adalah waktu yang paling lama sebesar waktu maksimum yang telah ditentukan. Ketika nyala indikasi warna hijau diterima kembali dan jalan minor oleh jalan mayor maka nyala hijau akan tetap pada jalan mayor sampai diterima kembali isyarat hijau dari jalan minor. Pada umumnya tipe traffic light ini dipakai pada persimpangan-persimpangan dimana jalan minor memiliki arus yang kecil.

c. Fully Actuated traffic signals: yaitu pengoperasian traffic light di mana

pengaturan waktunya (setting time) mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan kedatangan kendaraan (demand) dari berbagai pendekat/ kaki simpang (approaches).

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, penggunaan traffic light bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Untuk menghindari hambatan (blockage) akibat adanya konflik arus lalu lintas dari berbagai arah pergerakan kendaraan. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kapasitas simpang terutama pada jam puncak.

b. Untuk memfasilitasi persilangan antara jalan utama dengan untuk kendaraan dan pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran pada jalan utama dapat lebih terjamin.

c. Untuk mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tubrukan(collisions) antara kendaraan pada arah yang terdapat konflik.

2.6.4 Karakteristik Traffic Light

Kondisi geometrik dan lalu lintas (demand) akan berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja lalu lintas pada persimpangan. Oleh karena itu, perencana harus dapat merancang sedemikian rupa sehingga mampu mendistribusikan waktu kepada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan secara proporsional sehingga memberikan kinerja yang sebaik-baiknya. Menurut Webster dan Cobbe (1956) optimasi lampu berdasarkan tundaan yang minimum.

Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis lampu sebagai berikut: a. Lampu hijau (green): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus bergerak

maju.

b. Lampu kuning (amber): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus melakukan antisipasi, apabila memungkinkan harus mengambil keputusan untuk berlakunya lampu yang berikutnya (apakah hijau atau merah).

c. Lampu merah (red): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti pada sebelum garis henti (stop line).

Perlu diketahui dengan adanya peraturan lalu lintas yang baru(PP 42 dan PP 43 Tahun 1993) untuk kendaraan yang belok kiri selama tidak diatur secara khusus maka kendaraan boleh belok kiri jalan terus. Perlampuan dengan berbagai nyala lampu tersebut diterapkan untuk memisahkan pergerakan lalu lintas berdasarkan waktu. Pemisahan ini diperlukan dengan khususnya untuk jenis konflik primer, namun dalam hal tertentu dapat juga diterapkan pada kondisi konflik primer.

Dalam pengaturan sinyal traffic light, terdapat beberapa parameter,yaitu: 1. Fase adalah bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi

kombinasi tertentu dari gerakan lalu lintas (i = indeks untuk nomor fase). 2. Waktu siklus adalah waktu untuk urutan lengkap dengan indikasi sinyal. 3. Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat.

4. Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dan waktu siklus dalam suatu pendekat.

5. Waktu merah semua (all red) adalah waktu dengan merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan. 6. Waktu kuning adalah waktu dengan lampu kuning dinyalakan setelah hijau

dalam suatu pendekat.

7. Antar hijau adalah periode kuning+merah semua antar dua fase sinyal yang berurutan.

8. Waktu hilang adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.

9. Sinyal diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam satu dimensi waktu.

2.6.5 Pengaturan Fase

Pemisahan berdasarkan waktu untuk menghindari/ mengurangi adanya konflik baik primer maupun sekunder dikenal dengan istilah pengaturan fase. Pengaturan fase harus dilakukan analisis terhadap kelompok pergerakan kendaraan dari seluruh yang ada sehingga terwujud:

a. pengurangan konflik baik primer maupun sekunder; b. urutan yang optimum dalam pergantian fase;

c. mempertimbangkan waktu pengosongan (clearance time) pada daerah persimpangan.

Jika hanya untuk memisahkan konflik primer yang terjadi maka pengaturan fase dapat dilakukan dengan dua fase. Hal ini dilakukan dengan masing-masing fase untuk masing-masing jalur jalan yang saling bersilangan, yaitu kaki simpang yang saling lurus menjadi dalam satu fase. Pengaturan dua fase ini juga dapat diterapkan untuk kondisi yang ada larangan belok kanan.

Pengaturan antar fase diatur dengan jarak waktu penyela/waktu jeda supaya terjadi kelancaran ketika pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu antar hijau (intergreen) yang berfungsi sebagai waktu pengosongan (clearance time). Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua (all red). Waktu antar hijau bertujuan untuk:

a. Waktu kuning: peringatan bahwa kendaraan akan berangkat maupun berhenti. Besaran waktu kuning ditetapkan berdasarkan kemampuan seorang pengemudi untuk dapat melihat secara jelas namun singkat sehingga dapat sebagai

informasi untuk ditindaklanjuti dalam pergerakannya. Penentuan ini biasanya ditetapkan sebesar tiga detik dengan anggapan bahwa waktu tersebut sudah dapat mengakomodasi ketika terjadi kedipan mata.

b. Waktu semua merah: untuk memberikan waktu pengosongan(clearance time) sehingga resiko kecelakaan dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan supaya akhir rombongan kendaraan pada fase sebelumnya tidak berbenturan dengan awal rombongan kendaraan fase berikutnya. Besaran waktu semua merah sangat tergantung pada kondisi geometrik simpang sehingga benar-benar cukup untuk sebagai clearance time. Pertimbangan yang harus diperhitungkan adalah waktu percepatan dan jarak pada daerahclearance time pada simpang.

Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau

Ukuran Simpang

Lebar jalan rata-rata (m)

Nilai Lost Time (LT) (detik/fase)

Kecil 6 – 9 4

Sedang 10 – 14 5

Besar >15 >6

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

Jika diinginkan tingkat yang tinggi pada gerakan belok kanan maka pengaturan fase dapat ditambah jumlahnya lebih dari dua fase. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada penurunan kapasitas dan perpanjangan waktu siklus. Dengan demikian apabila tidak ada pergerakan kendaraan lain yang menghalangi dengan melakukan gerakan yang berlawanan dengan menyilang (crossing) maka disebut dengan istilah Protected(P) dan sebaliknya disebut dengan istilah Opposite (O).

Tabel 2.2 Penentuantipependekat

TipePendekat Keterangan Contohpola-polapendekat

Terlindung P

Arusberangkattanpakonfli kdenganlalulintasdariarah berlawanan

Jalansatuarah Jalansatuarah Simpang T

Jalanduaarah, gerakanbelokkananterbatas Jalanduaarah, fasesinyalterpisahuntukmasing-masingarah Terlawan O Arusberangkatdengankon flikdenganlalulintasdariar ahberlawanan Jalanduaarah, arusberangkatdariarah-arahberlawanandalamfase yang sama.

Semuabelokkanantidakterbatas

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

a. pengaturan dua fase: pengaturan ini hanya diperlukan untuk konflik primer yang terpisah

Gambar 2.11a Pengaturan Simpang dengan Dua Fase (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-4)

b. pengaturan tiga fase: pengaturan ini digunakan untuk kondisi penyisaan akhir (late cut-off) untuk meningkatkan kapasitas arus belok kanan

Gambar 2.11b Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Late Cut-Off

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

c. pengaturan tiga fase: dilakukan dengan cara memulai lebih awal(early start) untuk meningkatkan kapasitas belok kanan.

Gambar 2.11c Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Early-Start

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

Fase A Fase B

d. pengaturan tiga fase: dengan memisahkan belok kanan dalam satu jalan.

Gambar 2.11d Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

e. pengaturan empat fase; dengan belok kanan terpisah pada kedua jalan

Gambar 2.11e Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

f. Pengaturan empat fase; dengan arus berangkat dari satu persatu pendekat pada saatnya masing-masing.

Gambar 2.11f Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Arus Berangkat dari Satu per satu Pendekat pada Saatnya Masing-masing

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

Perhitungan untuk menentukan waktu hijau, kapasitas, derajat kejenuhan, dan tundaan pada simpang bersinyal digunakan acuan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) yang dituangkan dalam formulir-formulir isian SIG.

2.7Ruas Jalan dan Persimpangan

Dokumen terkait