C. Pengaturan Hukum Internasional tentang Pembangunan Berkelanjutan Berkelanjutan
C.1. Pengaturan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perjanjian- Perjanjian-Perjanjian Internasional
.
a. Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992
Dalam Konvensi ini, tidak dijelaskan mengenai pembangunan berkelanjutan, tetapi konvensi ini mengandung makna pembangunan di dalamnya. Dalam konvensi ini, makna pembangunan terdapat pada :
1. Pembukaan yang bunyinya:
“Mengakui bahwa pembangunan ekonomi dan sosial serta pengentasan kemiskinan merupakan prioritas pertama dan utama negara-negara berkembang”78
2. Pasal 3 tentang Prinsip, yang isinya : .
“Sesuai dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan azas-azas hukum internasional, setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber dayanya sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri, dan tanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan menimbulkan kerusakan
77
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakasanaan Lingkungan Nasional, Edisi ke-3, 2005, Erlangga, University Press, Surabaya, Hlm 59
78
Terjemahan Resmi Salinan Asli Naskah Asli Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati.
terhadap lingkungan negara lain, atau kawasan lain di luar batas yurisdiksi nasionalnya.
3. Pasal 8 huruf e, yang berbunyi :
“Memajukan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan di kawasan yang berdekatan dengan kawasan lindung dengan maksud untuk dapat melindungi kawasan-kawasan ini79
Dalam UU No. 5 tahun 1994, konsep pembangunan berkelanjutan hanya terdapat dalam bagian penjelasan umum huruf d, yang berbunyi: “Kerja sama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan
.
80
b. Protokol Cartagena 2000
”.
Konsep pembangunan berkelanjutan dalam protocol Cartagena, termuat dalam UU No. 21 tahun 2004, yaitu sebagai berikut :
1. Bagian menimbang huruf b ;
“bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat kaya yang perlu dikelola untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umum”.
2. Pasal 2 ayat 1;
79
Ibid. Pasal 3 dan Pasal 8
80
Penjelasan Umum UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convetion
on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman
“Setiap pihak yang termasuk dalam lampiran I, dalam mencapai komitmen pembatasan dan pengurangan jumlah etnisnya berdasarkan Pasal 3, dalam rangka mendorong pembangunan berkelanjutan, wajib: . . .”.
3. Pasal 10 ;
“Semua pihak dengan mempertimbangkan tanggungjawab bersama tetapi berbeda dan prioritas pembangunan nasional dan regional yang spesifik, tujuan dan keadaan, tanpa mengenalkan setiap komitmen baru untuk parapihak yang tidak termasuk dalam Lampiran I, tetapi menegaskan kembali komitmen yang ada berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Konvensi, dan merumuskan peningkatan pelaksanaan komitmen tersebut untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan Pasal 4 ayat 3, 5, dan 7 Konvensi, wajib : . . . ”. 4. Pasal 12 ;
“Tujuan dari mekanisme pembangunan bersih adalah untuk membantu para pihak yang tidak termasuk dalam Lampiran I dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkontribusi untuk mencapai tujuan81
c. Konvensi Perubahan Iklim
”.
Pengaturan pembangunan berkelanjutan dalam Konvensi ini terdapat pada UU No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework
Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), yaitu :
81
UU No. 21 tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the
Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi
1. Penjelasan Umum, yang berbunyi :
“Pembukaan UUD 1945 antara lain menegaskan agar pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selain itu, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untu sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal tersebut mengandung esendi amanat yang mendasar bagi pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia. Dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, manusia dapat berperan dalam mengendalikan sistem iklim melalui pengelolaan sumber daya alam, untuk itu, perlu dikembangkan pola interaksi timbale balik antara atmosfer, bumi, dan air yang membentuk sistem iklim tersebut. Pengelola iklim terus dikembangkan guna menunjang pembangunan diberbagai sektor, seperti pertanian dan kehutanan.
2. Penjelasan Umum huruf b ;
“Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam suatu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu . . .”.
“kerjasama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijakan internasional serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan”82
d. UNCLOS
.
Dalam Konvensi ini, tidak ditemukan pejelasan mengenai Pembangunan Berkelanjutan. Konvensi ini hanya membahas tentang Pembangunan, yaitu dalam:
1. Article 61 ;
“Such measures shall also be designed to maintain or restore populations of harvested species at levels which can produce than maximum sustainable yield, as qualified by relevan environmental and economic factors, including the economic needs of coastal fishing communities and the special requirements of developing States, and talking into account fishing patterns, the interdependentce of stocks and any generally recommended international minimum standards, whether subregional, regional, or global”.
2. Article 119 (1) a;
“take measures which are designed, on the best scientific evidence available to the States concerned, to maintain or restore populations of harvested species at levels which can produce the maximum sustainable field, as qualified by relevant environmental and economic factors, including the special requirements of developing States, and
82
talking into account fishing patterns, the interdependentce of stocks and any generally recommended international minimum standards,
whether subregional, regional, or global83
C.2. Perkembangan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Hukum