BAB III : PENERAPAN ASAS KEPENTINGAN TERBAIK BAGI ANAK
E. Studi Kasus
Studi kasus ini sangat relevan sebagai contoh atas pelanggaran ketentuan (undang-undang) yang dilakukan oleh penegak hukum dalam penanganan anak yang berkomplik dengan hukum, yang mana para penegak hukum tersebut dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mengabaikan hal yang paling mendasar yaitu tidak berdasarkan pada asas-asas dari Undang-Undang Perlindungan Anak, terutama asas kepentingan terbaik bagi anak.
Studi Kasus : R S Als.R seorang anak perempuan yang ketika peristiwa konkrit terjadi berusia 16 tahun.
Nama RS Als.R nama itulah yang ditulis oleh PK (Pembimbing
Kemasyarakatan) BAPAS Medan didalam LITMAS (Laporan Penelitian Kemasyarakatan) sebab nama yang diberi sejak kecil adalah RS dan di keluarga dan teman sepermainan serta teman sekolah dipangil R (nama kecilnya), Namun surat yang di terima oleh BAPAS Medan (dari Polsek ML) meminta untuk dilakukannya Penelitian Kemasyarakatan An. RS Als.ANCUR (bukan RS Als.R), namun PK didalam LITMAS tidak mengikuti apa yang ditulis oleh pihak polisi/penyidik, RS
Als.ANCUR dengan alasan PK tidak memberikan nama Als. ANCUR
(berdasarkan penelitiannya) adalah karena yang memberi nama panggilan/gelar tersebut adalah orang-orang yang yang tidak bertanggung jawab dan orang-orang tersebut juga yang menjebloskan RS Als.R ke sel/tahanan Polsekta ML. Disamping itu PK beralasan pemberian nama atau gelar yang tidak baik tersebut sangat bertentangan dengan syariat dan akan mempengaruhi physikys anak tersebut semasa hidupnya.
RS Als.R adalah salah seorang anak yang bernasif kurang baik, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PK bahwa RS Als.R sudah ditinggal oleh ayahnya sejak berumur sebelas tahun (ayah ibunya bercerai dan ayahnya kawin lagi) sedangkan ibunya terpaksa harus menggantikan peran sang suami untuk mencari nafkah, ibu bekerja ke Malaysia sebagai tukang masak di sebuah rumah makan, lalu
RS Als.R tinggal bersama kedua adiknya dan seorang kakak (satu mamak lain ayah) di Medan, dan tiga bulan belakangan sebelum terjadi peristiwa yang mengakibat RS Als.R ditangkap oleh pihak berwajib (kasus pencurian), kakaknya
RS Als.R harus pula ke Aceh ikut bersama suaminya bekerja (tanggung jawab Istri terhadap suami), lalu RS Als.R dan kedua adiknya tinggal disebuah rumah kontrakan (Kec.MA) dan dekat rumah kontrakan tersebut ada paman RS Als.R
keluarga dari ibunya yang diharapkan juga oleh ibu RS Als.R dapat memperhatikan ketiga anaknya.
Kiriman uang dari sang ibu kepada ketiga anaknya itu tergadang lancar setiap bulannya dan terkadang tidak, RS Als.R juga tergolong anak yang rajin sambil sekolah ia juga berjualan kue begitu juga kedua adiknya juga membantu berjualan kue, namun usaha berjualan kue mengalami hambatan dan akhirnya berhenti sebab modal yang digunakan juga habis untuk menutup kebutuhan hidup (makan), sehingga sekolah RS Als.R pun terpaksa putus (tidak sekolah lagi), lalu RS Als.R
adalah anak yang tidak putus asa dalam mempertahankan hidupnya dan memperjuangkan kedua adiknya, ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga (menyuci pakaian ) dan menjadi penjaga bayi (Baby sister), walaupun upahnya tidak seberapa namun terpaksa harus dilakukan oleh RS Als.R dan sekali-sekali berharap mendapatkan makanan gratis dari tempat ia bekerja (majikan).
Lingkungan tempat tinggal RS Als.R dapat digolongkan kurang baik bagi pertumbuhan jiwa seorang anak (yang labil dan mudah terpengaruh dan dipengaruhi) untuk melakukan perbuatan pelanggaran hukum kenapa tidak sebab RS
Als.R yang masih tergolong anak-anak, pendidikan yang rendah, belum berpengalaman dan ekonomi yang tergolong miskin, sementara tinggal dilingkungan yang tergolong tidak baik (peredaran narkoba, judi tergolong marak dan ada yang berprofesi sebagai WTS dll) yang akhirnya juga merupakan faktor penyebab klien menjadi tersangka dalam pelanggaran hukum (tindak pidana pencurian). Awalnya dari hasil interviue (pertama) kepada RS Als.R, ia tidak mengatakan terus terang kepada Penyidik (juru periksa) dan begitu juga kepada PK tentang kronologis yang sebenarnya, singkat cerita ia mengatakan dirinya telah silap ketika melihat sebuah laci tempat uang disimpan, disebuah toko (tempat kejadian) dalam keadaan terbuka, lalu diambilnya (dicuri) uang yang ada di dalam laci tersebut.
Ketika PK menanyakan apa yang melatar belakangi sehingga sampai melakukan pencurian, RS Als.R menjawab dengan alasan terpaksa sebab adiknya sangat membutuh uang untuk biaya/keperluan sekolah. Dengan pertanyaan lain secara rinci, bersama siapa temannya pergi, sebelum sampai ke TKP terlebih dahulu kemana, artinya pertanayaan PK terurut mulai titik awal bergerak, darimana ?, jam berapa ?, kemana saja ?, dengan siapa ?, naik apa ? dan apa saja yang dilakukan ? Pembimbing Kemasyarakatan menemukan kejanggalan dan kecurigaan, dan mencoba untuk lebih familyer dalam melakukan interviue namun RS Als.R tetap memberi keterangan seperti apa yang ada didalam hasil pemeriksaan oleh penyidik (BAP).
Lalu PK melanjutkan penelitian ke lapangan (dimana klien bertempat tinggal) dan didapat imformasi teman klien yang sama-sama pergi ke sebuah toko (ke TKP) adalah empat orang ibu (orang dewasa yang telah berkeluarga) adalah tergolong orang yang tidak baik prilakunya (bahkan informasi yang didapat berstatus sebagai WTS (Wanita Tuna Susila), sehingga semakin kuat kecurigaan PK bahwa RS Als.R
adalah seorang anak yang telah diperalat (dimamfaatkan untuk melakukan tindak pidana yang menguntungkan bagi keempat ibu tersebut) artinya RS Als.R adalah korban orang dewasa yang tidak bertanggung jawab, begitu juga informasi yang diperoleh dari kakak RS Als.R (ketika dilakukan interviue sebagai pihak keluarga) tentang siapa sesungguhnya keempat ibu tersebut.
Lalu berdasarkan data dan informasi yang diperoleh PK di lapangan (dimana
RS Als.R bertempat tinggal), dilanjutkan melakukan interviue ulang (kedua)
kepada kliennya (RS Als.R), interviue yang kedua juga dilakukan di LP Wanita Medan dan disaksikan/ikut bersama kakak serta abang ipar RS Als.R (yang ingin menjenguk adiknya, belum pernah bertemu setelah ditangkap ) dari interviue kedua,
PK baru mendapatkan data dan informasi yang sesungguhnya dari RS Als.R yang terjadi pada diri RS Als.R, kesimpulannya Interviueyang pertama kepada RS Als.R
ternyata tidak benar, RS Als.R berbohong karena merasa takut sebab telah diancam oleh keempat ibu tersebut untuk tidak menceritakan yang sesungguhnya dan RS Als.R juga dijanjikan akan diurus oleh keempat ibu tersebut hingga bebas, ternyata perbuatan/peristiwa pencuriaan tersebut semua telah direncanakan malamnya sebelum melakukan pencurian esok harinya.
Saat melakukan perencanaan tersebut dan mengajak RS Als.R. RS Als.R
dengan alasan takut ketahuan/tertangkap oleh pihak kepolisian, namun dengan bujuk rayu oleh keempat ibu tersebut dan juga dijanjikan bila berhasil akan mendapatkan uang sehingga RS Als.R pun akhirnya luluh dan menyetujui ajakan tersebut, yang mana dalam fikiran dan hatinya berubah berbalik 360 derajat yang tadinya adalah rasa takut ketahuan dan akan tertangkap berubah dengan harapan keberasilan mendapatkan uang dan bisa membantu biaya sekolah adiknya.
Selanjutnya PK melanjutkan penelitiannya kepada pihak korban (juga ikut kakak RS Als.R dan abang ipar RS Als.R ) setelah mendapatkan data dan informasi dari pihak korban (yang juga mencurigai bahwa kejadian tersebut adalah telah direncanakan sebelumnya. disamping itu PK juga memainkan perannya sebagai mediator antara pihak korban dan pihak keluarga tesangka (RS Als.R ) yang hasilnya adalah pihak korban pada prinsifnya dapat memaafkan RS Als.R lalu dibuat surat perdamaian antara keluarga RS Als.R dan pihak korban, namun proses hukum tetap dilanjutkan, dengan demikian PK berharap surat tersebut setidaknya dapat menjadi bahan pertimbangan oleh hakim untuk meringankan hukuman RS Als.R nantinya.
Ketika kejadian pada hari Senin tanggal 01 Nopember 2010 di sebuah toko “B M“ Kec.M L, walau telah direncanakan dan strategi telah diatur namun akhirnya ketahuan juga RS Als.R tertangkap tangan melakukan pencurian uang dari dalam laci toko tersebut (sebesar Rp.78.000,-), setelah RS Als.R tertangkap maka ke empat ibu tersebut ( Ibu DS, Ibu I B, Ibu Si dan Ibu Sr), memainkan peran selanjutnya yaitu bermain sandiwara, dengan pura-pura memarahi RS Als.R dan memukuli/menampar RS Als.R , namun usaha mereka untuk bermain sandiwara dan mengembalikan uang yang dicuri serta memarahi dan memukuli/menampar RS Als.R, meminta maaf kepada pihak korban (pemilik toko) dan tidak membuahi hasil juga, sebab pemilik toko yang mencurigai keempat ibu tersebut dan masyarakat yang telah ramai mengetahui menyaksikan (hingga jalan raya sampai macet), sepakat untuk membawa/menyerahkan kepada pihak yang berwajib / kepolisian.
Ketika sampai di kepolisian kelimanya diperiksa dan akhirnya RS Als.R
dijadikan tersangka sedangkan keempat ibu tersebut berhasil memainkan perannya (sandiwara/action yang ketiga) mengelabui petugas (penyidik/juru periksa) atau mungkin juga telah bersekongkol, sehingga keempat ibu-ibu tersebut dinyatakan bebas dan hanya dijadikan sebagai saksi. Sehingga nasib anak Indonesia yang salah satunya bernama RS Als.R semakin pahit dan getir, berada dalam tahanan .
Setelah LITMAS selesai dibuat oleh PK dan menyampaikan hasil LITMAS tersebut kepada pihak penyidik yang menangani perkara tersebut dan sekaligus melakukan menceritakan/menyampikan bahwa terjadi beda pendapat/kontropersi, yang mana menurut penyidik tersangka RS Als.R adalah melakukan pencurian dengan kemauannya sendiri sedangkan hasil penelitian PK ditemukan bahwa perkara tersebut telah direncanakan sebelumya dan RS Als.R adalah yang dipengaruhi untuk ikut melakukan tindakan pidana pencurian, lalu beberapa hari kemudian PK mendapat khabar berkas pihak penyidik yang dilimpahkan ke Jaksa dikembalikan karena sangat bertentangan dengan hasil LITMAS (informasi juga
diketahui dari JPU yang menangani perkara) sehingga tersangka RS Als.R
diperiksa kembali oleh pihak penyidik.
Pada hari Selasa tgl, 14 Desember 2010, PK mendapat informasi melalui via HP (pukul 11.57 WIB) dari pihak kejaksaan bahwa PK dimohon hadir di persidangan PN LP di LD untuk mendampingi tersangka RS Als.R sidang akan dilaksanakan sekira pukul 13.00 WIB, sedangkan surat pemberitahuan secara resmi/kedinasan belum dikirimkan, namun demikian PK yang bersangkutan setelah mendapatkan informasi via hand phone segera mohon izin kepada Kasi (atasan) untuk menghadirinya dan PK diperintahkan untuk membuat surat tugas dan menyiapkan berkas yang dibutuhkan di persidangan.
Dengan kecepatan yang cukup tinggi PK yang bersangkutan mengendarai sepeda motor, PK berusaha untuk sampai ketujuan tepat waktu. Sesampainya PK ke Pengadilan Negeri LP di LD, selanjutnya menemui JPU yang bersangkutan, tetapi apa yang didapat, JPU meminta maaf bahwa sidang telah selesai digelar, semangat PK yang tadinya menggebu-gebu untuk melakukan pendampingan anak (RS Als.R) dipersidangan akhirnya berubah dengan rasa kecewa yang amat sangat, lalu PK mencoba untuk menyabarkan diri dan bertanya lagi kepada JPU tersebut, siapa saja yang hadir dalam persidangan tadi ?, apakah keluarga tedakwa ada yang hadir ? Dijawab oleh JPU yang bersangkutan, tidak ada yang hadir, lalu ditanya lagi oleh PK apakah ada saksi yang di hadirkan JPU menjawab tidak ada, lalu PK bertanya lagi kepada JPU kapan rencananya sidang lagi ? Dijawab minggu depan (Selasa tgl..21 Desember 2010), Apa acaranya ? dijawab Jaksa “tuntutan”, semakin timbul rasa marah PK.
PK menemui Hakim yang telah menyidangkan perkara RS Als.R, dan menyampaikan keberatan, bahwa PK baru mendapatkan informasi via HP untuk mendampingi sidang dan telah berupaya sampai kepersidangan namun sidang telah digelar, hakim hanya memberikan komentar “Kata Jaksa, PK BAPAS tidak hadir”, maka sidang tetap dilanjutkan, lalu PK pada saat itu tidak lagi mau mempermasalahkan tidak dihadirinya PK dipersidangan, selanjutnya PK menceritakan sekilas tentang kronologis kepada hakim yang telah menyidangkan klien tersebut, yang pada intinya klien (RS Als.R) telah diperalat oleh temanya (keempat ibu tersebut) yang hanya dijadikan oleh polisi sebagai saksi , sang hakim meresponnya “O begitu rupanya, ceritanya” , lalu PK bertanya kapan dan apa acara selanjutnya, lalu Hakim menjawab “Minggu depan acara tuntutan, saya sudah katakan pada Jaksanya agar dituntut yang ringan saja”
Pembimbing Kemasyarakatan menyampai permohonan kepada Hakim agar anak diputus dengan diberikan tindakan kepada orang tua/keluarga (AKOT) sebagaimana yang ada dalam LITMAS, hakim tersebut merasa keberatan dan mengatakan pendapatnya, kalau AKOT itu hanya bisa diberikan kepada anak yang umurnya di bawah 12 tahun. Mendengar pernyataan Hakim tersebut akhirnya terjadi lagi perdebatan sebab menurut PK tidak demikian, lalu Hakim menunjukkan UU No, 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, pasal 26 kepada PK dan membacakannya, lalu PK mengatakan kalau begitu kita menafsirkan beda, menurut PK bisa (tidak harus umur dibawah 12 tahun).
Lalu PK mengatakan bagaimana kalau ditempatkan di Panti sosial , hakim juga tidak sependapat dengan alasan terdakwa dibutuhkan oleh adik-adiknya (sementara RS Als.R aja dalam tahanan), terkesan dalam perdebatan tersebut bahwa hakim ingin menunjukkan arogansinya (dialah yang merasa pintarnya),. lalu PK menanyakan apa acara selanjutnya, lalu Hakim minta tolong panggilkan Jaksa yang besangkutan, setelah dipanggil Jaksa-pun datang lalu mengatakan, “Minggu depan kita sidang tuntut aja yang ringan” saran hakim, lalu PK mohon izin pulang dan terakhir mengatakan “Mohon minggu depan saya diikut sertakan dalam persidangan” lalu dijawab hakim “Ya minggu depan kita sidang”. PK pun keluar dari ruang Hakim dan sempat terdengar oleh PK, “Nanti Pak jaksa temui saya ya !”.
Pada tanggal 21 Desember 2010 sidang kedua dilaksanakan, yang hadir dipersidangan PK, terdakwa , Jaksa, panitra dan Hakim, ketika Hakim menyuruh Jaksa membacakan tuntutan lalu PK angkat tangan dan mengatakan untuk diberikan kesempatan menyampaikan hasil penelitiannya lalu hakim mengatakan apakah yang mau disampaikan sudah ada di dalam LITMAS ini, lalu dijawab PK “Tidak, yang mau disampaikan adalah apa yang telah dibicarakan (dirapatkan dengan atasan)”, akhirnya catatan/tertulis PK tersebut yang mau disampaikan ada tiga point yang dianggap penting, lalu Hakim memintanya, setelah dibaca lalu hakim mengatakan kepada Jaksa sidang kita tunda dan menurut PK BAPAS agar dihadirkan keempat saksi ibu-ibu tersebut, hingga akhirnya pembacaan tututan tidak jadi .
Pada tanggal 28 Desember 2010 sidang ketiga digelar namun keempat ibu tersebut (yang menyuruh RS Als.R melakukan pencurian tidak dihadirkan) yang dihadirkan hanya saksi korban dan tetangga korban.
Pada tanggal 03 Januari 2011 acara tuntutan dibacakan dan begitu juga dengan putusan, jaksa menuntut tiga bulan penjara dan hakim memutus sama dengan tuntutan jaksa.
Demikian kenyataan yang terjadi, ternyata mimpi PK untuk mendapatkan putusan berupa tindakan anak dikembalikan ke orang tua (AKOT) saja tidak berhasil, RS Als.R tidak hanya korban dari keempat orang dewasa yang tidak bertanggung jawab namun juga korban dari penegak hukum yang belum menjiwai tentang anak. Dan jika kita simak lagi cerita / peristiwa diatas maka dapat diambil kesimpulkan bahwa penegak hukum tersebut juga pelanggar hukum, sidang digelar tanpa hadirnya PK, anak tidak didampingi pengacara, anak tidak didampingi keluarga, saksi yang seharusnya dihadirkan tidak dihadirkan dan belum adanya perlakuan khusus terhadap anak yang berkonplik dengan hukum.
Peristiwa tersebut juga telah disampaikan/dilaporkan PK ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) dengan maksud agar ada tindakan lanjutan dan memohon agar peristiwa tersebut juga disampaikan ke Poldasu sehingga keempat orang ibu-ibu yang mengajak/mempengaruhi dan mencelakakan
RS Als.R tersebut ditangkap. 106
106
Saiful Azhar “Mereka Tidak Berpihak pada Anak” Majalah Pledoi Media Komunikasi Transformasi Hak Anak Edisi III 2011 hal.46-49
1.Kronologis Pelanggaran Hukum
Klien menceritakan kronologis pelanggaran hukum yang telah ia lakukan yaitu : Pada hari Senin tgl. 01 Nopember 2010. sekira pukul 09,00 WIB, klien yang sedang berada di rumah Ibu IRMI Als Ibu MAKBUN, dan juga ada Ibu TINI, Ibu DEDES dan Ibu SURI, klien diajak oleh Ibu TINI untuk MANUK dengan mengatakan “MANUK yuk RS Als.R ”, MANUK istilah yang ada dilingkungan mereka adalah melakukan pencurian, klien mencoba untuk menolak dengan alasan takut tertangkap, namun Ibu TINI mencoba meyakini klien dengan mengatakan “Ngak apa-apa, biar ada uang untuk jajan,”, akhirnya Klien terpengaruh juga dan ikut serta, Klien oleh Ibu IRMI disuruh duluan pergi, dengan alasan biar tidak kelihatan bersama, sebab kalau ketahuan klien pergi bersama-sama oleh Ibu NANDA (majikan klien, yang mana klien mengasuh anak Ibu NANDA), bisa-bisa klien tidak bisa/tidak boleh ikut dan bisa gagal rencana. Sehingga klien pergi duluan jalan menuju ke simpang Gang Pembangunan, lebih kurang 30 menit klien menunggu di simpang jalan tersebut, lalu datang Ibu TINI, Ibu IRMI, Ibu SURI dan Ibu DEDES dengan naik becak mesin, lalu klien naik beca tersebut bersama-sama, menuju ke Pasar Merah, di Pasar Merah mereka berlima mengganti becak yang ditumpangi dengan alasan Tk,Becak tersebut tidak mau ke Pasar Deli Tua sebab jauh sekali akhirnya ganti becaknya. Dengan Becak kedua mereka pergi mengarah ke pasar Deli tua, sesampainya di lokasi mereka menyuruh Tk.Becak menunggu sebentar , lalu mereka memasuki grosir, setelah memasuki dua toko grosir dan diperkirakan tidak ada peluang untuk beraksi (hanya sekedar menanya-nanya harga barang saja) lalu mereka (berlima orang tersebut termasuk klien) kembali keluar dan bersembunyi dari Tk,Becak Kedua (Tk.Becak II tidak dibayar upah atau ongkosnya) dan menumpang becak ketiga menuju ke daerah Marelan, diperjalanan Ibu IRMI mengatakan rasa kasihannya kepada Tk.Beca kedua “Kasihan Tk.Beca tadi, orangnya baik”, lalu dijawab Ibu DEDES, “Tidak ada uang membayar ongkosnya”, diperjalanan menuju arah ke Jl.Marelan klien juga sempat mengatakan “Ngapain lagi kita ke Marelan, ayok pulang aja ?”, lalu dijawab Ibu DEDES, “Arah pulang jauh dari sini”, , lalu Tk.Beca tetap melanjutkan perjalanan menuju arah Jl.Marelan,di perjalanan juga diceritakan untuk singgah ke sebuah toko Konco (maksudnya toko-toko pakaian), sesampainya di daerah Jl.Marelan tepatnya di Psr X, Ibu DEDES ada melihat toko Konco dan menyuruh Tk.Becak untuk berhenti, setelah Tk.Becak berhenti, Tk. Becak ketiga tersebut disuruh menunggu, ketika hendak menyeberang jalan menuju ke toko tersebut, Ibu TINI mengatur strategi, “Jalannya berdua-dua dahulu masuk ke toko biar tidak dicurigai!”, sehingga yang dahulu jalan masuk ke toko yang menjadi sasaran (Toko Budi Makmur) ialah Ibu IRMI dan Ibu DEDES, lalu masuk Klien dan terakhir Ibu Tini dan Ibu Suri, sesampainya di dalam toko yang hanya ditunggui oleh seorang anak, lalu karena ada pembeli, anak pemilik toko yang masih kecil tersebut memanggil ibunya (yang sedang masak di lantai dua), melihat suasana sepertti begitu, klien yang posisinya dekat dengan Ibu IRMI, lalu Ibu IRMI menyuruh klien sambil menguitkan bahu klien agar cepat masuk menyelinap dan masuk ke bagian dalam dekat dengan meja
tempat laci uang berada, setelah itu Ibu pemilik toko turun dari lantai dua dan sesampai di bawah ia melihat ada empat orang yang datang (Ibu IRMI, Ibu DEDES, Ibu TINI dan Ibu Suri), dan tidak melihat klien, keempat ibu tersebut mereka saling berpencar ada yang melihat bedak-bedak dan ada yang melihat tas, setelah melihat ada pembeli tersebut Ibu pemilik toko melayaninya, Ibu Dedes pura-pura menanya harga Tas yang tergantung di luar (diteras toko), Ibu TINI juga bertanya kepada pemilik toko alat serok sampah, Ibu IRMI dan Ibu SURI yang sudah berada di dalam (di ruang tengah toko) bertanya harga bedak sehingga sangat merepotkan ibu pemilik toko, ketika itu pula klien mulai beraksi untuk mengambil uang didalam laci, laci yang posisi tertutup tapi tidak terkunci, berasil dibuka klien dan mengambil uang yang ada didalam laci (terakhir diketahui berjumlah Rp.87.000,-), Namun akhirnya klien dipergogi oleh ibu pemilik toko, klien yang sedang merunduk-runduk sambil berjalan dibelakang stelling barang, lalu ibu pemiliki toko mendekati klien dan menarik tangan klien sambil mengatakan “Mencuri kau ya!”, klien tidak dapat mengelak lagi, uang yang diambil dari laci masih ada ditangan klien, lalu ibu pemilik toko tersebut memarahi klien, dan begitu juga kempat ibu-ibu teman klien pura-pura memarahi klien dan memukul klien, lalu keempat ibu ibu tersebut meminta maaf atas perbuatan klien, dan memohon agar klien dilepaskan saja dengan alasan uangnya tidak jadi dilarikan klien (kembali) dan lagi pula klien telah dimarahi dan dipukul, lalu ibu pemilik toko menelepon suaminya dan orang / tetangga/warga banyak yang datang lalu klien dilaporkan ke pihak kepolisian tidak lama kemudian pihak kepolisian Polsekta Medan Labuhan datang dan menangkap klien dan keempat ibu-ibu tersebut. Di sel Polsek Medan Labuhan Klien sempat mendapat tekanan oleh keempat ibi-ibu tersebut, agar klien tidak mengatakan bahwa ia ada yang menyuruh “Kalau ditanya lagi bilang aja ngak ada yang
menyuruh dan itu harus kamu pertahankan”, Lalu Ibu IRMI mengatakan “Ia itu
aja katakan, jangan pula kau bilang kami yang menyuruh, nanti kalau kami keluar kami urus kamu”, Akhirnya setelah diproses, klien dinyatakan sebagai tersangka oleh pihak kepolsian, sedangkan keempat ibu tersebut ( Ibu TINI, Ibu IRMI, Ibu SURI dan Ibu DEDES dibebaskan hanya dijadikan sebagai saksi).107
2.Dakwaan
Setelah berkas lengkap disiapkan oleh penyidik (termasuk LITMAS dari PK BAPAS Medan) dilakukan pelimpahan ke Jaksa Penuntut Umum, JPU sempat mengembalikan berkas dari menyidik, karena hasil Berita Acara Pemeriksaan Polisi,
107
Kronologis diperoleh dari hasil LITMAS dengan No. Rigester: Lit/Pol.MLB/03/11/10-B-569 pada BAPAS Klas I Medan
sangat bertentangan dengan hasil Penelitian yang dilakukan PK, akhirnya penyidik