• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: KONSEP ALIH TEKNOLOGI

C. Pengaturan Terkait Alih Teknologi

Hukum dipandang sebagai nilai yang mengandung arti bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hukum sebagai nilai di sini perlu pendekatan sistem. Menurut Lawrence Mere Friedman bawa sistem hukum itu harus memenuhi: struktur (structure), substansi (substance), dan Kultur Hukum (legal culture).27

Keberadaan substansi ini menjadi pijakan dalam menegakkan hukum.

Hal ini senada dengan teori Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “law as a

tool of social engineering”. Berangkat dari pemikiran ini aturan hukum yang jelas tentang alih teknologi menjadi dasar pijakan bagi pelaksanaannya. Berikut beberapa peraturan yang terkait dengan alih teknologi:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembanga, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Undang-Undang ini sesuai dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

27

Yesmil Anwar dan Adang, Hukum Tak Pernah Tidur, (Bandung: Asosiasi Ilmu Poitik Indonesia, 2009), h. 166.

merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diperlukan sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terbentuk melalui keterkaitan antara unsur-unsur kelembagaan, sumber daya, serta jaring ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

Undang-Undang ini berusaha untuk meningkatkan kemitraan badan usaha dengan pergururan tinggi dan badan litbang. Sedangkan peran yang lain dimainkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah melalui instrumen kebijakannya yang berfungsi untuk memotivasi badan usaha asing untuk melakukan alih teknologi kepada produsen domestik; memacu badan usaha domestik meningkatkan investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ; mendorong kemitraan antara badan usaha, lembaga litbang, dan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses alih teknologi, 3 (tiga) aktor, yaitu akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah, harus bekerjasama dengan baik sesuai dengan konsep triple helix yang banyak dipakai sebagai model pengembangan sistem inovasi nasional di banyak negara.28

28

Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, (Yogyakarta: Kepel Press, 2013), h. 241.

45

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan Paket Undang-Undang HKI Lainnya

Alih teknologi memiliki hubungan yang sangat erat dengan paten. Paten merupakan sutau hak khusus berdasarkan Undang-Undang diberikan kepada si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaannya yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri.29

Perkembangan hukum paten di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: kepentingan umum vs tekanan internasional (1989-1996), periode tunduk terhadap standar internasional perjanjian TRIPS (1997-2000), periode meningkatkan kualitas penegakan hukum (2001-2005).

Pada fase awal pembentukan hukum paten merupakan fase yang sulit bagi Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada masa itu Indonesia membutuhkan alih teknologi dari negara-negara maju untk mengembangkan pembangunan nasional. Perlindungan HKI (termasuk

29

paten) yang sangat ketat akan menghambat alih teknologi yang sedang dijalankan oleh pemerintah.30

Kriteria pemberian hak paten dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 meliputi: (a) Penemuan baru, hanya untuk satu penemuan saja, kriteria sifat barunya suatu penemuan dianggap baru, jikalau pada saat pengajuan permintaan paten penemuan tersebut tidak merupakan penemuan terdahulu, (b) mengandung langkah inventif, dalam hal ini penemuan tersebut tidak diduga sebelumya, (c) dapat diterapkan dalam bidang industri.31

Dalam skala internasional paten ini juga diatur dalam PCT (Patent Cooperation Treaty) yakni traktat internasional kerja sama paten yang bertujuan untuk melaksanakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlindungan hukum terhadap setiap invensi, memberikan proteksi dari invensi yang diinginkan dilindungi oleh suatu negara, dan dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi dari negara-negara berkembang, Indonesia sejak tahun 1995 telah menjadi angggota PCT dan dengan Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997 telah mengesahkan PCT, dengan demikian setiap inventor Indonesia dapat mengajukan permohonan PCT tersebut.

30

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Sebuah Kajian Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 100.

31

Abdul R. Salman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 148.

47

Di samping itu juga terdapat beberapa aspek dalam Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) yang isinya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001.

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Undang-Undang ini mengatur mengenai penanaman modal baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. Keberadaan Undang-Undang ini dibuat dalam rangka menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif. Salah satunya dibuktikan dengan adanya beberapa fasilitas-fasilitas yang ditawarkan Indonesia sebagai host country untuk menarik penanam modal asing di Indonesia. Fasilitas-fasilitas mulai dari pertanahan, Fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan pajak, dan lainnya dapat diperoleh dengan salah satu caranya adalah melakukan alih teknologi. Namun keberadaan prasyarat tersebut pengaturannya sangat sumir dan tidak memadai.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

Salah satu hukum positif yang turut mengatur mengenai alih teknologi adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984. Menurut UU ini industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/ atau barang jadi menjadi barang

dengan nilai yang lebih tinggi dalam penggunaannya, termasuk rancang bangun dan perekayasaan industri.32

Industri memiliki kaitan yang sangat erat dengan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari jenis teknologi, yaitu teknologi industri dan teknologi yang tepat guna. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri. Sedangkan teknologi tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.

32

Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, (Yogyakarta: Kepel Press, 2013), h. 257.

49

BAB IV

INVESTASI ASING SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN TEKNOLOGI NASIONAL

A. Pengaturan Alih Teknologi dalam Hukum Investasi di Indonesia

Rezim hukum yang berlaku memberikan pengaruh terhadap alih teknologi dalam investasi asing di Indonesia, hal ini dapat kita bandingkan melalui dua rezim hukum tentang Penanaman Modal Asing yang diatur dalam Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomo 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai berikut:

1. Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967

Undang-Undang No 1 Tahun 1967 ini merupakan Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang Penanaman Modal Asing pada masa Orde Baru, di samping Undang-Undang ini juga terdapat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 ini diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1967. Tepat tanggal 11 Maret diikuti dengan berakhirnya masa Orde Lama dan diganti dengan Rezim Orde Baru dengan diangkatnya Presiden Soeharto. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan diiringi dengan perubahan Rezim penguasa ini mendapat tanggapan yang positif dari dunia Internasional ditandai dengan kenaikan angka Penanaman Modal Asing yang signifikan.

Secara umum strategi yang diterapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dalam menarik investasi asing di Indonesia mencakup 2 hal pokok, yaitu:

a. Menawarkan berbagai bentuk-bentuk insentif dan fasilitas serta jaminan agar melakukan investasi di Indonesia;

b. Memagari kegiatan investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.1

Bentuk-bentuk insentif di bidang perpajakan (tax holiday) mencakup antara lain:

a. Pembebasan atas pajak perseroan bagi proyek-proyek prioritas untuk jangka waktuu tertentu;

b. Pembebasan atas pajak dividen untuk suatu jangka waktu tertentu;

c. Pembebasan pajak atas pajak materai;

d. Allowance atas investasi yang dipotong setiap tahun atas keuntungan sebelum pajak yang berlaku untuk empat tahun pertama;

e. Kerugian yang dapat dikompensasi;

f. Penyusustan yang dapat dipercepat atas asset tetap;

g. Bentuk-bentuk privilage lain di bidang perpajakan apabila dipandang kegiatan investasi tersebut sangat penting;

h. Pembebasan atas pajak impor atas asset tetap seperti mesin, peralatan, dan suku cadang yang diperlukan untuk kepentingan operasional;

i. Pembebasan dari pajak kekayaan.

Di samping bentuk-bentuk insentif di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud di atas, upaya untuk menarik investor terus dilakukan. Salah satu

1Ana Rokhmatussa’diyyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 46.

51

keputusan kabinet pada tahun 1974 misalnya menetapkan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:

a. Memperkenankan pengelolaan perusahaan oleh personnel asing;

b. Menjamin transfer modal dan keuntungan sesuai dengan mata uang yang dikehendaki;

c. Jaminan untuk tidak melakukan tindakan nasionalisasi kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dan dengan kompensasi yang layak, efektif, dan segera.

Selain berbagai insentif yang ditawarkan dalam rangka mendorong investasi, dalam rangka mengendalikan kegiatan penanaman modal sekaligus untuk melindungi kepentingan nasional serta meningkatkan kesejahteraan rakyat, ditempuh berbagai kebijakan yang membatasi kegiatan penanaman modal asing, antara lain sebagai berikut:

a. Membatasi jumlah penggunaan tenaga asing kecuali untuk bidang dan keahlian yang tidak dimiliki oleh tenaga-tenaga kerja Indonesia;

b. Pembatasan lain yang diterapkan terhadap investor asing adalah keharusan untuk melakukan alih teknologi dan keahlian lain kepada pihak Indonesia, baik melalui pendidikan, pelatihan, dan lain-lain;

c. Pembatasan lain yang diterapkan adalah adanya kewajiban untuk melakukan divestasi2 kepada pihak partner lokal atau pihak pemegang saham Indonesia lainnya;

2Divestasi menurut Jeff Madura: “pengurangan beberapa aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki perusahaan. Ini adalah kebalikan dari investasi pada aset yang baru” dalam Salim, Hukum Divestasi di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2010), h.32.

d. Pembatasan karena adanya kewajiban untuk membentuk suatu Perseroan Terbatas3 Indonesia;

e. Pembatasan karena adanya bidang-bidang yang tertutup bagi kegiatan penanaman modal asing;

f. Pembatasan-pembatasan lain sebagaimana tercermin dalam prosedur atau tata cara aplikasi penanaman modal.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tidak terdapat pasal mengenai asas-asas penyelenggaraan Penanaman modal asing di Indonesia sedangkan kewajiban-kewajiban bagi investor asing yang termaktub dalam pasal 26 Undang-Undang ini terkait dengan asas-asas perusahaan agar tidak merugikan kepentingan negara. Sedangkan pasal 27 terkait dengan divestasi saham.

2. Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 disahkan pada 29 Maret 2007. Sejak awal diundangkannya Undang-Undang ini beberapa negara telah menawarkan diri untuk berinvestasi di Indonesia, diantaranya Korea Selatan, Jepang dan Cina.

3Istilah “perseroan “ menunjuk pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham, sedangkan istilah “terbatas” menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki, lihat Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), h. 104.

53

Alasan ketiga negara tersebut yakin untuk berinvestasi di Indonesia disebabkan karena Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah dimaksudkan untuk memberikan:

a. Kepastian hukum; b. Transparansi;

c. Tidak membeda-bedakan investor; serta

d. Memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri.

Di samping itu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga dirumuskan dengan pemberian insentif-insentif yang diberikan kepada investor sebagai berikut:4

a. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto;

b. Pembebasan keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri;

c. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penology untuk keperluan produksi tertentu;

d. Pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPn) atas impor barang modal;

e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

g. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan; h. Fasilitas hak atas tanah;

i. Fasilitas pelayanan keimigrasian; dan j. Fasilitas perizinan impor.

4

Salim dan Budi Harsono, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), h. 7.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga tercantum mengenai hak dan kewajiban bagi penanam modal dalam Bab IX pasal 14 disebutkan mengenai hak dari penanam modal meliputi:

a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. Hak pelayanan; dan

d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Sedangkan kewajiban penanam modal meliputi:

a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengenai fasilitas Penanaman Modal disebutkan bahwa fasilitas diberikan pada penanam modal yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:

a. Menyerap banyak tenaga kerja; b. Termasuk skala prioritas tinggi;

c. Termasuk pengembangan infrastruktur; d. Melakukan alih teknologi;

e. Melakukan industri pionir;

f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil menengah atau operasi; atau

j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

55

Analisis dari kedua Undang-Undang ini menunjukkan kesamaan yang mensyaratkan bahwa penanaman modal asing di Indonesia harus berbentuk badan hukum Indonesia. Perbedaan antara keduanya yakni dalam Pasal 5 angka (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa bentuk badan hukum itu adalah Perseroan terbatas, sedangkan pada Pasal 3 angka (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing hanya disebutkan harus berbentuk badan hukum.

Analisis ini menunjukkan bahwa harus adanya kepastian hukum untuk penanaman modal asing itu sendiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 bahwa jenis dan kegiatan usaha serta tata cara pelaksanaan kegiatan PT diatur dalam anggaran dasar yang dibuat dalam akta notarial dan harus didaftarkan serta disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).5 Dengan ketentuan ini maka investor asing tunduk terhadap ketentuan hukum nasional tentang badan hukum Perseroan Terbatas.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ini dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari penanaman modal atau investasi adalah meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional. Hal ini kemudian diimplementasikan dalam pasal 10 tentang ketenagakerjaan bahwa

5

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50759704ac972/mengapa-penanaman-modal asing-harus-dalam-bentuk-pt diakses pada tanggal 9 Mei 2014.

perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan dan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari perbandingan kedua rezim hukum yang mengatur mengenai alih teknologi dalam investasi terlihat bahwa kedua regulasi tersebut telah mengakomodir arti penting alih teknologi sebagai kewajiban dari penanam modal asing, namun masih terdapat ketidakjelasan mengenai peraturan pelaksana yang menjadi dasar pelaksanaan alih teknologi tersebut.

Alih teknologi melalui investasi asing ini sebenarnya merupakan cara yang memungkinkan untuk dilaksanakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena jumlah arus investasi asing yang masuk ke Indonesia di berbagai sektor cukup tinggi, yakni berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal jumlah Investasi Asing sepanjang tahun 2013 sebagai berikut:

Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Sektor6

2013 Proyek Nilai Investasi US$. Ribu PRIMER

Tanaman Pangan dan Perkebunan 356 1,605,341.3

Peternakan 16 11,301.0 Kehutanan 23 28,828.2 Perikanan 53 10,002.1 Pertambangan 574 4,816,361.1 Total(Sektor) 1,022 6,471,833.7 SEKUNDER Industri Makanan 612 2,117,740.2 Industri Tekstil 202 750,703.8

Industri Kulit, Barang dari kulit dan

Sepatu 80 96,197.2

6

57

Industri Kayu 53 39,494.6

Industri Kertas, Barang dari kertas

dan Percetakan 86 1,168,884.2

Industri Kimia Dasar, Barang Kimia

dan Farmasi 326 3,142,314.6

Industri Karet, Barang dari karet

dan Plastik 187 472,222.1

Industri Mineral Non Logam 106 874,130.4

Industri Logam Dasar, Barang

Logam, Mesin dan Elektronik 546 3,327,089.1

Industri Instrumen Kedokteran,

Presisi, Optik dan Jam 11 26,077.9

Industri Alat Angkutan dan

Transportasi Lainnya 278 3,732,238.1

Industri Lainnya 164 111,700.7

Total(Sektor) 2,651 15,858,792.9

TERSIER

Listrik, Gas dan Air 112 2,221,747.3

Konstruksi 117 526,811.3

Perdagangan dan Reparasi 1,779 605,239.1

Hotel dan Restoran 336 462,522.2

Transportasi, Gudang dan

Telekomunikasi 154 1,449,872.4

Perumahan, Kawasan Industri dan

Perkantoran 188 677,715.2

Jasa Lainnya 1,073 341,735.6

Total(Sektor) 3,759 6,285,643.1

Total(Sektor Utama) 7,432 28,616,269.7

Dari data di atas dapat dilihat bahwa sektor penanaman modal sekunder menyumbang investasi terbesar dengan nilai investasi US$

15,858,792,900, diikuti investasi di sektor primer sebesar US$ 6,471,833,700,

dan posisi ketiga sektor tertier sebesar US$ 6,285,643,100.

B. Analisis Alih Teknologi dalam Kerangka Hukum Nasional dan Hukum Internasional

“Perekonomian nasional diselengggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”, hal ini yang tertuang dalam pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945. Asas-asas tersebut yang kemudian juga

diimplementasikan dalam prinsip-prinsip Penanaman Modal di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.7

Dalam kaitannya dengan prinsip kemandirian, keberadaan investasi asing melalui perusahaan-perusahaan transnasional sangat dibutuhkan meskipun dalam prakteknya terdapat sebagian dari perusahaan yang kemudian tidak membuka informasi yang terkandung di dalamnya teknologi yang dipergunakan dalam pelaksanaan produksinya. Akibatnya alih teknologi tidak dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh negara berkembang.8

Dengan memegang teguh prinsip kemandirian ini, maka kita dapat belajar dari pengalaman Jepang, Cina, dan Korea Selatan yang menerapkan strategi catch up dan applied research. Pada hakikatnya teknologi terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu bagian pertama teknologi yang dilindungi paten; dan bagian kedua yang tidak dipatenkan termasuk keahlian (skill) dan keterampilan (technical know how)

1. Teknologi yang Dilindungi Hak Paten

Perlindungan hak milik intelektual adalah perlindungan terhadap setiap hak yang timbul dari hasil kreativitas (creativity) dan penemuan

7

Lihat pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

8

Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia (Yogyakarta: Kepel Press, 2013), h. 266.

59

(innovation) manusia dalam bidang ilmu pnegetahuan dan teknologi, dan dalam bidang perdagangan dan industri.9

Dalam kerangka hukum Internasional terdapat lembaga WIPO (World Intellectual Property Organization) yang merupakan organisasi internasional yang secara khusus didirikan untuk mengkoordinasi kerja sama antar negara dalam bidang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Indonesia telah meratifikasi Konvensi WIPO dengan Keppres No. 24 Tahun 1974.10

Dalam kerangka hukum nasional Indonesia memiliki perangkat hukum yang mengatur tentang perlindungan Paten, yakni dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000. Paten sendiri merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya11 atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.12

Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomo 14 Tahun 2000, suatu invensi dianggap baru jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan

9

Lebih jauh lihat David L. Perrott, Current Issues in International Business Law, 1988, h. 44-45.

10

Berkaitan dengan perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ini terdapat permasalahn yang rumit. Forum GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yang semula dibentuk untuk tujuan penanganan masalah tariff dan perdagangan, sejak tahun 1980 telah memperluas perhatiannya ke arah hak milik intelektual. Konferensi-konferensi GATT, sejak itu tidak hanya terbatas membahas perlindungan merk dagang tapi bahkan penempatan masalah hak milik intelektual secara keseluruhan. Lihat Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek Hukum Perdata Internasional: Dalam Transaksi Bisnis Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2000), h. 47.

11

Invensi (penemuan) adalah ide inventor yang dtuangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses.

12

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsang, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 120.

teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Untuk menentukan apakah sebuah invensi bersifat baru, harus diadakan pemeriksaan terhadap data terdahulu untuk mencari dokumen pembanding yang terbit sebelum tanggal penenrimaan permohonan paten. Apabila invensi yang dimintakan paten tidak terdapat dalam dokumen pembanding, invensi itu dianggap baru.

Keuntungan dari adanya paten ini diantara lain meliputi:13

a. Paten membantu menggalakkan perkembangan teknologi dan ekonomi suatu negara;

b. Paten membantu menciptakan suasana yang kondusif bagi tumbuhnya industri-industri lokal;

c. Paten membantu perkembangan teknologi dan ekonomi negara lain dengan fasilitas lisensi;

d. Paten membantu terciptanya alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang.

Dalam praktek permintaan paten di Indonesia secara kuantitatif dapat dijelaskan bahwa permintaan paten hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri, selainnya jumlah terbesar berasal dari luar negeri. Karena hal ini maka untuk menunjang dan mempercepat laju indutrialisasi, perjanjian lisensi memiliki peranan yang sangat penting.

Perjanjian lisensi merupakan sebuah konsekuensi logis dari diundangkannya Undang-Undang Paten, lebih dari itu hal ini merupakan bagian dari globalisasi ekonomi dunia. Regulasi mengenai lisensi paten ini penting untuk diperhatikan agar investor asing merasa aman dengan kepastian dalam perlindungan hukum di Indonesia.

13

Tim Lindsay, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2011), h. 184.

61

Pada pasal 71 ayat (1) terdapat larangan terkait perjanjian lisensi: a. Perjanjian lisensi yang membawa akibat yang merugikan

perekonomian Indonesia;

b. Perjanjian lisensi yang dilarang memuat ketentuan pembatasan-pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan yang diberi paten tersebut pada khususnya.

Namun permasalahan yang muncul dari pasal tersebut adalah tidak terdapat penjelasan yang jelas terutama larangan tersebut mengenai apa yang dimaksud dan apa pengertiannya.14

1. Teknologi yang Tidak Dilindungi Paten (Keahlian dan Keterampilan)

Keahlian (skill) dan keterampilan (technical know how) yang

Dokumen terkait