• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

B. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Asas-Asas Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terdapat beberapa asas-asas yang dapat dilihat dari bunyi pasal Undang-Undang tersebut, antara lain :36

a. Asas Double Criminality atau kriminalitas ganda

Asas ini terdapat dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yaitu penjatuhan pidana yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dalam hukum Indonesia, sehingga perbuatan apapun yang melanggar hukum di tempat manapun yang dilakukan oleh warga Indonesia maka tetap harus dipidana menurut hukum yang berlaku. Contoh seseorang melakukan perjudian di Negara yang melegalkan judi, kemudian hasil judinya dibawah ke Indonesia dan digunakan untuk berbagai hal, maka dapat dilakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun judi tersebut tidak dilakukan di Indonesia tetapi UU TPPU ini menganut asas Double Criminality sehingga dapat menjerat perbuatan tersebut.

b. Asas Lex Specialis

36

Lutfia, “Asas-Asas Yang Terdapat Dalam UU TPPU nomor 8 tahun 2010”,

terakhir

Asas ini terdapat dalam pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yaitu Undang-Undang TPPU ini merupakan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang pencucian uang yang mepunyai peraturan tersendiri baik penyidikan, penuntutan, pemeriksaan serta pelaksanaan putusan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan ini.

c. Asas Pembuktian Terbalik

Asas ini terdapat pada pasal 69, pasal 77 dan 78 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang No. 8 Tahun 2010. Pasal 69 menyatakan, “Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.” Maksud daripada pasal 69 ini adalah bahwa sudah dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa perlu membuktikan adanya tindak pidana asal atau predicate crime.

Pasal 77 menyatakan, “Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana”. Maksud daripada pasal 77 ini yaitu terdakwa harus membuktikan asal usul dana atau harta kekayaan yang dimiliki untuk membuktikan kehalalan hartanya tersebut, melalui penetapan hakim. Jadi yang wajib membuktikan kebenaran asal usul dana tersebut bukan Jaksa Penuntut Umum tetapi terdakwa sendiri. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses persidangan dan dikhawatirkan

apabila JPU yang membuktikan dakwaan, alat bukti akan dihilangkan atau dirusakkan oleh terdakwa. Caranya dengan melalui penetapan hakim atau permintaan dari pihak jaksa kepada hakim untuk melaksanakan metode tersebut. Di pasal 78 mekanismenya adalah hakim yang memerintahkan terdakwa untuk membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan mengajukan alat bukti yang cukup. Penerapan pembuktian terbalik ini tidak bisa diterapkan dalam kasus korupsi murni, melainkan pada kasus korupsi yang memiliki unsur pidana pencucian uang. Jadi ini terkait dengan masalah tindak pidana pencucian uang, Kalau semata-mata hanya masalah korupsi, tidak bisa diterapkan metode pembuktian terbalik, kita baru bisa menerapkan pembuktian terbalik apabila dakwaan nya adalah pencucian uang.

d. Asas in Absentia

Asas ini terdapat dalam pasal 79 ayat (1), yaitu pemeriksaan dan penjatuhan putusan oleh tanpa kehadiran terdakwa, jadi tidak ada penundaan sidang meskipun tidak dihadiri terdakwa proses hukum atau persidangan tetap berlanjut.

2. Subjek dan Objek Tindak Pidana Pencucian Uang

Subjek tindak pidana pencucian uang dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Subjek daripada tindak pidana pencucian uang, yaitu:

a. Orang Perseorangan

Orang perseorangan sebagai subjek hukum dari tindak pidana pencucian uang dapat dipahami dengan melihat pasal 1 ayat 9, pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 10 dan seterusnya. Dari pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tersebut ditegaskan bahwa setiap orang terdiri dari orang perseorangan atau korporasi.

b. Korporasi

Korporasi sebagai subjek tindak pidana pencucian uang juga dijelaskan dalam pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan seterusnya, di mana dalam pasal 1 ayat 9 tersebut dikatakan setiap orang itu adalah orang perseorangan atau korporasi. Korporasi dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Objek daripada tindak pidana pencucian uang dapat dipahami dari bunyi pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.37

37

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dari pasal tersebut maka jelas bahwa objek hukum tindak pidana pencucian uang yaitu meliputi segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

3. Pelaporan Tindak Pidana Pencucian Uang

Penyedia jasa keuangan wajib melaporkan kepada PPATK yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Transaksi keuangan mencurigakan

Transaksi keuangan mencurigakan menurut pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah:38

1) Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

2) Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai denga ketentuan Undang-Undang ini; 3) Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan

dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;

4) Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. b. Transaksi Keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit Rp.

500.000.000 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing

38

Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

yang nilainya setara yang dilakukan baik dalam satu transaksi atau beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.39

c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.40 4. Proses Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

Proses hukum tindak pidana pencucian uang terdiri dari penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang diatur mulai dari pasal 68 sampai pasal 82 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

a. Penyidikan

Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang ini.41 Penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan Republik Indonesia.42

39

Pasal 23 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang dan tindak

40

Pasal 23 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

41

Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

42

pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dan memberitahukannya kepada PPATK.43

b. Penuntutan

Penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara tindak pidana pencucian uang kepada pengadilan negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap. Jika penuntut umum telah menyerahkan berkas perkara kepada pengadilan, ketua pengadilan negeri wajib membentuk majelis hakim perkara tersebut paling lama tiga hari kerja sejak diterimanya berkas perkara tersebut.44 c. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

1) Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.45

2) Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

43

Pasal 75 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

44

Pasal 76 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

45

Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.46

3) Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup47

4) Jika terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.48 5) Jika terdakwa hadir pada sidang berikutnyna sebelum

putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa dan segala keterangan saksi dan surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.49

6) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum dalam papan pengumuman pengadilan, kantor pemerintahan daerah atau diberitahukan kepada kuasanya.50

46

Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

47

Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

48

Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

49

Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

50

Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

7) Jika terdakwa meninggal dunia sebelum putusan hakim dijatuhkan dan terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana pencucian uang, hakim atas tuntutan penuntut umum memutuskan perampasan harta kekayaan yang telah disita.51

8) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Korporasi, panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.52

5. Pemeriksaan dan Penghentian Sementara Transaksi

Ketentuan mengenai pemeriksaan dan penghentian sementara transaksi terkait dengan tindak pidana pencucian uang diatur mulai dari pasal 64 sampai dengan pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan intinya sebagai berikut:53

a. PPATK melakukan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain. Jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain, PPATK menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik untuk

51

Pasal 79 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

52

Pasal 82 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

53

dilakukan penyidikan, dengan koordinasi antara penyidik dengan PPATK.

b. PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana. Jika penyedia jasa keuangan memenuhi permintaan tersebut, pelaksanaa penghentian sementara dicatat dalam berita acara penghentian sementara transaksi.

c. Penghentian sementara transaksi dilakukan dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah menerima berita acara penghentian sementara transaksi. PPATK dapat memperpanjang penghentian sementara transaksi dalam waktu paling lama 15 hari kerja untuk melengkapi hasil analisis atau pemeriksaan yang akan disampaikan kepada penyidik.

d. Jika tidak ada orang dan / atau pihak ketiga yang mengajukan keberatan dalam waktu 20 hari sejak tanggal penghentian sementara transaksi, PPATK menyerahkan penanganan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. Jika yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan dalam waktu 30 hari, penyidik dapat mengajukan permohonan kepadan PN untuk memutuskan harta kekayaan tersebut sebagai aset negara

atau dikembalikan kepada yang berhak. Pengadilan harus memutus dalam waktu paling lama 7 hari.

6. Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Money Laundering

Peraturan perundang-undangan terkait money laundering, antara lain:54 a. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

c. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. d. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

e. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. f. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

g. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

h. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.

i. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.

j. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.

k. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention for The Suppression of The Financing of

54

Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999).

l. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

m. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

n. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang.

o. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

p. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

q. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Komite Koordinasi Nasional dan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

r. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

s. Surat Edaran Bank Indonesia Kepada Semua Bank Umum di Indonesia Nomor : 3/29/DPNP.

t. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 3/23/PBI/2001 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

u. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/21/PBI/2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor : 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

v. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/23/PBI/2003 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat.

w. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/1/PBI/2004 Tentang Pedagang Valuta Asing.

x. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : KEP-02/PM/2003 Tentang Prinsip Mengenal Nasabah.

y. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 45/KMK.06/2003 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank

z. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 624/PMK.04/2004 Tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 101/KMK.05/1997 Tentang Pemberitahuan Pabean. aa.Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Nomor : Kep.

2833/LK/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pada Lembaga Keuangan Non Bank.

bb.Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : 01/BC/2005 Tentang Tata Laksana Pengeluaran dan Pemasukan Uang Tunai.

cc.Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 2/1/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan.

dd.Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 2/4/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan.

ee.Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 2/5/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang.

ff. Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 2/6/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan.

gg.Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 2/7/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang.

hh.Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 3/1/KEP.PPATK/2004 Tentang Pedoman Laporan Transaksi

Keuangan Tunai dan Tata Cara Pelaporannya Bagi Penyedia Jasa Keuangan.

ii. Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung RI, Kapolri, Gubernur BI Nomor KEP-902/A/J.A/12/2004, Nomor POL :SKep/924/XII/2004, Nomor 6/91/KEP.GBI/2004 Tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perbankan.

jj. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: 17 Tahun 2005 tentang "Tatacara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang"

kk.Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : KEP-13/1.02.2/PPATK/02/08 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Pendanaaan Terorisme Bagi Penyedia Jasa Keuangan.

ll. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi).

mm. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/28/PBI/2009 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.

nn. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 12/20/PBI/2010 tentang "Penerapan Program Anti Pencucian uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah"

oo. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

pp. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Asia Pasific Group on Money Laundering

qq. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : PER-01/1.02/PPATK/01/10 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

rr. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 14/27/PBI/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.

ss. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 14/3/PBI/2012 Tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank.

tt. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang

uu. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-09/1.02.2/PPATK/09/12 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai Bagi Penyedia Jasa Keuangan.

vv. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.2/PPATK/09/12 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus

ww. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02/PPATK/09/12 Tentang Transaksi Keuangan Tunai Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Pelaporan. xx. Peraturan Kepala PPATK Nomor Per-07/1.01/PPATK/08/12 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja PPATK.

yy. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-03/1.02.1/PPATK/03/2012 Tentang Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi di Bidang Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi.

zz. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-14/1.02.1/PPATK/10/2011 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Pergadaian.

aaa.Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.02.1/PPATK/09/2011 Tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya.

bbb. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.1/PPATK/09/2011 Tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya.

ccc. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02.1/PPATK/09/2011 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyelenggara Pos.

ddd. Peraturan Kepala PPATK Nomor:PER-07/1.02/PPATK/12/10 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan.

eee. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-5/1.01/PPATK/04/09 Tentang Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran.

fff. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-47/1.02/PPATK/06/2008 Tentang Pedoman Identifikasi Produk, Nasabah, Usaha dan Negara yang beresiko tinggi bagi Penyedia Jasa Keuangan.

ggg. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-1/1.01/PPATK/01/08 Tentang Pedoman Good Governance Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Dokumen terkait