• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA III.1. Tuberkulosis

III.4. Pengawas Menelan Obat ( PMO )

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Menjamin adanya keteraturan dalam pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)(Depkes, 2002). PMO adalah seseorang yang bertugas untuk mengawasi, memberikan dorongan dan memastikan penderita TBC agar menelan obat anti TBC (OAT) secara teratur sampai selesai (Depkes RI, 2001).

III.4.1. Persyaratan PMO

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita. 3. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.

4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

III.4.2. Siapa yang bisa menjadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

III.4.3. Tugas seorang PMO

1. Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

2. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur. 3. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Catatan :

Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita mengambil obat dari Unit Pelayanan Kesehatan.

III.4.4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

1. TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan. 2. TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

4. Pentingnya berobat secara teratur, karena itu pengobatan perlu diawasi. 5. Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek

samping.

6. Cara penularan dan mencegah penularan (Depkes RI., 2002).

III.4.5. Peran PMO dalam Kemitraan Pemerintah-Swasta

Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dilibatkan adalah pemegang program TB puskesmas / tenaga laboratorium puskesmas / kader kesehatan yang ditentukan oleh kepala puskesmas. Jumlah PMO dialokasikan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan mempertimbangkan praktisi swasta yang dilibatkan. PMO dapat memantau satu atau lebih praktisi swasta berdasarkan jumlah pasien yang dijaring

Tugas PMO setiap bulan adalah :

1. Mengunjungi praktisi swasta yang tidak hadir dalam lunch seminar. 2. Memfollow-up komunikasi dengan praktisi swasta :

a. Mengambil copy surat rujukan.

b. Mencatat dan melaporkan suspek/pasien TB dari praktisi swasta (TB01, buku bantu TB06).

c. Memberikan umpan balik ke praktisi swasta (diagnosa dan akhir pengobatan, TB06).

d. Mendistribusikan obat.

e. Melakukan pelacakan mangkir awal dan pengobatan.

f. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh praktisi swasta dan mendiskusikan alternatif pemecahannya.

g. Mengisi form monitoring PMO. (PMPK FK-UGM-Fidelis-IUATLD, 2004).

III.5. Pengetahuan

III.5.1. Pengertian pengetahuan

Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

III.5.2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atahu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sisi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (syinthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

III.6. Sikap

III.6.1. Pengertian sikap

Menurut Notoatmodjo 2003, sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan “predisposisi” tindakan atau prilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi tingkah laku yang terbuka.

III.6.2. Tingkatan sikap.

Menurut Notoatmodjo 2003, seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memprhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding).

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuning).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible).

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

III.7. Motivasi

III.7.1. Pengertian Motiv

Menurut Abraham Sperling dalam Arifin 2003, bahwa motiv didefinisikan sebagai suatu kecendrungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motiv. Motiv diartikan sebagai dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu aktivitas.

III.7.2. Pengertian Motivasi

Motivasi dapat dijelaskan sebagai suatu pembentukan perilaku yang ditandai oleh bentuk-bentuk aktivitas atau kegiatan melalui proses psikologis, baik yang dipengaruhi oleh faktor intrinsic maupun extrinsic, yang dapat mengarahkannya dalam mencapai apa yang diinginkannya (tujuan). Pengertian ini mengandung arti bahwa seseorang dapat diarahkan pada perilaku tertentu melalui rangsangan dari dalam maupun dari luar. Rangsangan dari dalam biasanya timbul berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman dan kebutuhan. Rangsangan dari luar bisa didorong oleh faktor kepemimpinan, lingkungan kerja, rekan sejawat, kompensasi dan

Motivasi (motivation) dipandang dari arti katanya berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motiv merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar seseorang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang agar mampu mencapai tujuan dari motifnya (Arifin, 2003).

Azwar 1996, mengatakan bahwa motivasi berasal dari perkataan motif (motive) yang artinya adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu.

III.7.2. Perangsang pada motivasi

Seseorang agar mau dan bersedia melakukan seperti yang diharapkan, kadangkala perlu disediakan perangsang (incentive). Perangsang ini dibedakan atas dua macam yakni:

1. Perangsang positif

Perangsang positif (positive incentive) ialah imbalan yang menyenangkan yang disediakan untuk karyawan yang berprestasi. Rangsangan positif ini banyak macamnya, antara lain hadiah, pengakuan, promosi dan ataupun melibatkan karyawan tersebut pada kegiatan yang bernilai gengsi yang lebih tinggi.

2. Perangsang negatif

Perangsang negatif (negative incentive) ialah imbalan yang tidak menyenangkan berupa hukuman bagi karyawan yang tidak berprestasi dan ataupun yang berbuat tidak seperti yang diharapkan. Perangsang yang negatif ini banyak pula jenisnya, antara lain denda, teguran, pemindahan tempat kerja (mutasi) dan ataupun pemberhentian (Azwar, 1996).

BAB IV

Dokumen terkait