DAN NEGARA LAIN
V.3 Penegakan Hukum
V.3.1. Pengecualian pada Penegakan Hukum di Indonesia
UU KIP mendefinisikan pengecualian penegakan hukum dalam beberapa detail seperti dicatat diatas. Menambahkan hal tersebut, beberapa undang undang yang mengklarifikasi lingkup pengecualian ini termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang No. 5 tahun 199 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang No. 13 tahun 2006 130 Public Citizen Health Research Group v. FDA, 704 F. 2d 1280 (D.C. Cir. 1983), p. 1288.
131 Hammitt, H., Sobel, D., Zaid, M., Eds., op cit., hal. 86-87.
132 Grumman Aircraft Engineering Corp v. Renegotiation Board, 425 F.2d 578, 582 (D.C.
tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam undang-undang tersebut, sebagian besar pengecualian
bertujuan melindungi identitas saksi dan korban.133 Hal ini penting karena pengakuan para pihak ini seringkali merupakan kunci sukses dari kelanjutan peradilan. Terdapat kepentingan penegakan hukum secara umum dalam menciptakan lingkungan di mana para saksi dan korban merasa cukup aman untuk memunculkan diri, yang hanya bisa diraih jika identitas mereka dilindungi secara layak.134 Pada kasus ekstrim, hal ini termasuk menyediakan saksi dengan sebuah identitas baru.135 Untuk kasus pencucian uang, diperlukan perlindungan tidak hanya terhadap identitas pelapor, tetapi juga terhadap dokumen yang mengandung detail transaksi keuangan mencurigakan yang telah disiapkan untuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Banyak pengecualian ini dalam KUHAP berkaitan dengan proses peradilan, dibandingkan dengan penegakan hukum.136 Peraturan internal kepolisian, Mahkamah Agung dan Jaksa Agung juga mengandung pengecualian yang berhubungan dengan penegakan hukum, karena tujuan penegakan hukum adalah pusat dari ketiga otoritas ini.
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 16 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Peraturan No. 16 tahun 2010) mengelaborasi lingkup pengecualian penegakan hukum dalam Pasal 6, yang menetapkan bahwa informasi tertentu dikecualikan jika:
a. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
133 Lihat UU No. 5 tahun 1999 Pasal 38, UU No. 13 tahun 2006 Pasal 41, UU No.25 tahun 2003 Pasal 10A(2), 39 dan 41.
134 Lihat Bagian Pertimbangan dan Penjelasan Umum UU No. 13 tahun 2006. 135 UU No. 13 tahun 2006, Pasal 5(1)(i).
b. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
c. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
d. membahayakan keselamatan dan kehidupan penyidik dan/atau keluarganya; dan
e. membahayakan keamanan peralatan, sarana dan/ atau prasarana penyidik Polri..
Kategori-kategori ini dielaborasi lebih lanjut dalam Pasal 7-11, yang menyebutkan bahwa informasi yang dikecualikan termasuk: (a) laporan tindak pidana, yang berasal dari publik maupun petugas kepolisian; (b) informasi tentang identitas saksi, bukti, atau tersangka; (c) modus operandi sebuah tindak pidana; (d) motif sebuah tindak pidana; (e) jejaring kerja pidana; (f) salinan laporan investigasi yang menggambarkan tersangka; (g) isi berkas kasus; dan (h) taktik dan teknik penyelidikan dan investigasi.
Dalam hubungannya dengan modus operandi dan motif tindak
pidana, polisi berargumen bahwa, jika dibuka, informasi tersebut dapat membantu orang dalam melakukan kejahatan.137 Namun, informasi ini tidak jatuh pada lingkup pengecualian penegakan hukum, dan informasi tentang kejahatan seharusnya tidak berdampak pada proses investigasi. Lebih jauh, informasi ini secara reguler dibuka di negara-negara lain dan tidak ada bukti bahwa hal tersebut berkontribusi terhadap kejahatan. Sebagai tambahan, ada juga sebuah argumen yang dibuat bahwa dengan membuka informasi tentang bagaimana suatu kejahatan dilakukan dapat membantu proses penegakan hukum melalui peningkatan kesadaran publik akan terjadinya tindak pidana.
Dalam hubungannya dengan salinan Berita Acara Penyelidikan, kepolisian mengklaim bahwa KUHAP hanya membolehkan Berita Acara Penyelidikan untuk dibuka kepada tersangka dan pengacara yang bersangkutan.138 Lebih jauh lagi mereka menjustifikasi pengecualian ini atas dasar bahwa apabila ada pihak ketiga yang memiliki akses terhadap informasi, maka mereka dapat memempergunakannya untuk mendiskreditkan orang yang disebut dalam Berita Acara Penyelidikan, dan oleh karena itu ada kemungkinan untuk mempengaruhi isi Berita Acara Penyelidikan dan putusan hakim.139 Namun demikian, KUHAP tidak menyebutkan bahwa Berita Acara Penyelidikan tersebut bersifat rahasia. Ketentuan Pasal 72 KUHAP menyatakan, “Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pernbelaannya.” Oleh karena itu, Berita Acara Penyelidikan harus dibuka kepada tersangka dan pengacaranya, akan tetapi tidak ada larangan untuk membuka laporan ini kepada pihak lain. Dalam kasus-kasus dimana laporan tersebut memuat informasi sensitif yang keterbukaannya dapat mencederai kepentingan yang dilindungi, selalu dimungkinkan untuk mengeluarkan atau menyusun hal tersebut sebelum mempublikasikan isi laporan yang lain.
Pengecualian lain terkait laporan investigasi dibuat dalam Peraturan Jaksa Agung No: PER032/A/JA/08/2010 tentang Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan Republik Indonesia (Peraturan Jaksa Agung No. 32 tahun 2010) juga mengelaborasi pengecualian penegakan hukum, dalam kasus ini untuk tujuan melindungi kerja jaksa penuntut. Pengecualian ini mencakup: (a) Berita Acara Pemeriksaan sebelum dibacakan dalam persidangan yang bersifat terbuka; (b) Surat Dakwaan sebelum dibacakan dalam persidangan yang bersifat terbuka; (c) Surat Tuntutan sebelum dibacakan dalam persidangan yang bersifat terbuka; (d) Rekam medik tahanan; (e) Barang bukti dan tempat penyimpanannya; (f) Tempat, waktu, petugas, dan pelaksana eksekusi hukuman mati; dan (g) 138 Ibid 139 Ibid
Proses dan materi penyelesaian sengketa perdata diluar pengadilan atas permintaan lawan.140 Sebagai tambahan, Peraturan Jaksa Agung No.32 tahun 2010 berisi pengecualian untuk informasi yang mengidentifikasi: (a) pelanggaran kesusilaan atau kekerasan domestik; (b) pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak; (c) pelanggaran yang detilnya harus dirahasiakan dibawah undang-undang perlindungan saksi dan korban; dan (d) pelanggaran dimana sidang dilakukan secara tertutup.
Menurut Peraturan Jaksa Agung No. 032 tahun 2010, berita acara
pemeriksaan, surat dakwaan dan surat tuntutan tidak menjadi rahasia jika telah dibacakan dalam sidang yang bersifat terbuka. Jika dokumen tersebut dibacakan dalam sebuah sidang tertutup, semisal sidang yang melibatkan kekerasan domestik, pengidentifikasian informasi harus ditutupi sebelum sisa dokumen dibuka.
Surat Keputusan Mahkamah Agung KMA SK 1-144 tentang Pedoman Pelayanan Informasi dalam Sidang (SK KMA 1-144) juga mengelaborasi pengecualian penegakan hukum. Lampiran I dari SK KMA 1-144(II.D) menyebutkan bahwa semua informasi yang tidak tercakup dalam pengecualian yang disebutkan dalam klausul II.A, II.B dan II.C merupakan milik publik. Pengecualian ini sebagian besar terbatas pada hal-hal yang diakui dalam Pasal 17 UU KIP. SK KMA 1-144 juga mengecualikan informasi yang berkaitan dengan proses pembahasan para hakim termasuk advisblaad,141 sebagaimana juga diakui dalam Pasal 182 (6) dan (7) KUHAP
Menganalisa Pasal 17 huruf a UU KIP dalam konteks Peraturan
Jaksa Agung No. 032 Tahun 2010, pengecualian proses penegakan hukum pada dasarnya bisa dibagi dalam informasi yang berkaitan dengan proses penegakan hukum yang sedang berlangsung dan informasi pribadi yang harus dirahasiakan untuk mencegah pengidentifikasian orang yang sensitif atau rentan.
140 Peraturan Jaksa Agung No. 032 tahun 2010, Pasal 16(1).
141 Advisblaad adalah sebuah dokumen berisikan pendapat legal dari seroang hakim yang akan dibahas pada pertemuan para hakim untuk menentukan putusan suatu kasus.
Pengecualian terhadap proses yang sedang berlangsung termasuk informasi semisal catatan investigasi, surat dakwaan dan tuntutan, yang dapat diakses begitu dibacakan dalam sidang yang bersifat terbuka. Dalam kasus ICW v. Mabes Polri, yang melibatkan rekening 17 anggota Polri, beserta jumlah uang pada rekening tersebut, salah satu alasan penolakan adalah informasi yang diminta berkaitan dengan penyelidikan dan investigasi yang masih berjalan.142 Dalam keputusannya, Komisi Informasi menyatakan bahwa walaupun penyelidikan dan penyidikan belum selesai, para pihak yang sedang diinvestigasi sadar akan proses penyelidikan dan penyidikan, 143 sehingga menyingkirkan justifikasi untuk pengecualian atas dasar tersebut.