• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pelaksanaan Pengangkutan Barang

4.2.3.4 Pengecualian Tanggung Jawab Atas Tuntutan

Kejadian atau musibah pengangkutan merupakan peristiwa yang tidak dapat diketahui sebelumnya oleh penumpang, pengirim barang, atau oleh pengangkut, mungkin musibah itu dapat diperkirakan akan terjadi. Jika pengangkut sudah diperiksa oleh ahlinya dan ternyata layak digunakan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang, sedangkan yang mengendalikan alat pengangkut dengan profesional dan kehati- hatian yang tinggi, kemudian terjadi kecelakaan, hal ini dapat dikatakan musibah objektif, yang disebut objective force majeur. Artinya, siapapun pengemudi profesional yang mengendalikan alat pengangkut tersebut tidak mungkin dapat mencegah terjadinya musibah. Dengan kata lain, musibah terjadi bukan karena kelalaian manusia. Dengan kata lain, musibah terjadi

bukan karena kelalaian manusia (human error), melainkan karena kehendak pihak lain yang bukan pengemudi, dan bukan pula pengangkut, melainkan kehendak Yang Maha Kuasa, misalnya karena angin puting beliung, hujan badai, atau petir yang menyambar.

Dalam kehidupan manusia normal, tidak seorang pun yang menghendaki terjadi musibah pengangkutan karena peristiwa itu jelas merugikan, baik bagi pengirim barang, maupun pengangkut, bahkan mungkin pihak lain yang tidak ada kaitannya dengan pengangkutan. Bentuk kerugian dapat berupa kehilangan, kerusakan, kehancuran barang milik penumpang atau pengirim barang. Alasan yang diapakai oleh pengangkut untuk menolak tuntutan pengirim atau ekspeditur ialah ”keadaan memaksa” (overmacht, force majeure). (Purwosutjipto,1995:37)

Di dalam KUHD juga mengatur tentang hal ini, yaitu: 1) Pengangkut dan juragan perahu harus menanggung segala

kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan dan lainnya setelah barang, itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerusakan-kerusakan yang diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang-barang itu sendiri, karena keadaan yang memaksa, atau karena kesalahan atau kealpaan si pengirim atau ekspeditur (pasal 91 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).

2) Pengangkut atau juragan perahu tak bertanggung jawab atas terlambatnya pengangkutan, jika hal ini disebabkan karena keadaan yang memaksa (pasal 92 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).

Dalam membuktikan adanya keadaan memaksa dapat ditempuh dua jalan, yaitu : (Purwosutjipto,1995:37)

1) apakah benar-benar sama sekali tidak ada kesalahan atau kelalaian pada pengangkut-debitur. Jalan atau cara ini disebut cara yang ”objektif”. Cara ini adalah sangat berat bagi pengangkut-debitur.

2) apakah dalam keadaan konkrit, pengangkut-debitur telah berusaha sejauh mungkin untuk mencegah datangnya kerugian, meskipun usaha itu tidak berhasil. Dalam hal ini pembentuk undang-undang condong pada cara yang kedua, yakni keadaan memaksa yang subjektif, karena dalam Pasal 468 ayat (2) dan Pasal 522 ayat (2) KUHD, istilah ”overmacht” tidak ada. Dalam kedua pasal tersebut istilah ”overmacht” diganti dengan ”toeval, dat hij redelijkerwijze

niet heeft kunnen voorkomen of afwenden” (suatu malapetaka,

94

BAB 5

PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan pada PT. Siba Transindo serta hasil uji lapangan selama beberapa waktu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

(1) Pelaksanaan pengangkutan barang melalui jalur darat oleh PT. Siba Transindo.

Pelaksanaan pengangkutan barang melalui darat oleh PT. Siba Transindo dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang dibuat oleh PT. Siba Transindo dengan pihak pengirim sebagaimana tekah dimuat dalam surat muatan (konosemen). Pelaksanaan pengangkutan barang melalui darat diawali dengan tahap pengambilan muatan, pelaksanaan pengangkutan sampai pembongkaran muatan ditempat tujuan.

(2) Faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan ataupun kerusakan barang paket atau muatan oleh PT. Siba Transindo.

Faktor atau pun kendala yang dihadapi PT. Siba Transndo dalam pelaksanaan pengangkutan melalui jalur darat terutama yang berupa faktor alam, kecelakaan, sumber daya manusia, kurang bagus atau sempurnanya pembungkusan dan juga faktor keamanan.

Tanggung jawab PT. Siba Transindo apabila terjadi keterlambatan ataupun kerusakan barang.

1) Bentuk kerugian dalam pengiriman barang di PT. Siba Transindo apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, kerusakan pada barang. Dan jika terjadi kerugian-kerugian tersebut PT. Siba Transindo akan mengganti dan bertanggung jawab atas barang-barang yang diangkutnya dari tempat penyimpanan barang sampai dengan tempat tujuan. Kerugian tersebut akan diganti apabila terbukti barang tersebut rusak dikarenakan kelalaian dari pihak pengangkut akan tetapi apabila kerugian tersebut dikarenakan barang yang diangkut telah rusak atau tidak sempurnanya pembungkusan yang telah diketahui oleh pihak pengirim barang, maka barang tersebut tidak tanggung jawab pihak PT. Siba Transindo dan Jika barang tersebut rusak dan diketahui setelah barang tersebut diterima oleh pihak penerima maka barang tersebut akan dibawa oleh supir dan dilaporkan ke perusahaan. Selanjutnya barang tersebut diganti dan dikirimkan kembali ke penerima dengan ongkos angkut ditanggung oleh PT. Siba Transindo.

2) Bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan ganti rugi pada PT. Siba Transindo apabila terjadi kerugian yang dikarenakan bukan karena kesalahan penyelenggaraan pengangkutan tetapi karena akibat peristiwa alam seperti tanah longsor, gunung meletus, tsunami maka PT. Siba Transindo akan mengganti segala kerugian yang diderita. Karena PT. Siba Transindo tidak mengansuransikan barang-

barang yang diangkut maka apabila terjadi kerugian akibat peristiwa alam maka PT. Siba Transindo akan menggantinya sendiri.

5.2

Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian diatas adapun saran yang perlu dikemukakan adalah sebagai berikut:

(1) Saran dalam hal pelaksanaan pengangkutan barang melalui jalur darat oleh PT. Siba Transindo.

Dalam pelaksanaan Pengankutan barang melaluli jalur darat, langkah lanjut yang perlu dilakukan oleh PT. Siba Transindo dalam rangka upaya mewujudkan keselamatan barang atau paket yang diangkut antara lain:

1) Keselamatan (safety):

Mengupayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat dengan cara kerja yang secara konsisten menuju penghapusan/pengurangan kecelakaan, kerusakan dan kematian dalam penyelenggaraan transportasi.

2) Mobilitas (mobility):

Menjamin terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu, efisien, terjangkau dan memberikan pilihan yang fleksibel.

3) Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan (economic growth and

trade) :

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing melalui transportasi yang efisien dan fleksibel.

(2) Saran dalam hal faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan ataupun kerusakan barang paket atau muatan oleh PT. Siba Transindo.

PT.Siba Transindo Surabaya yang bergerak dalam bidang jasa pengangkutan barang melalui jalur darat harus lebih memperhatikan kepuasan pelanggan (konsumen) sehingga lebih meningkatkan keamanan, keselamatan dan ketepatan pengangkutan barang, selain itu perlu adanya peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang memadai/ mantap yang berkemampuan dalam penyelenggaraan transportasi, baik dalam segi pengelolaan maupun penguasaan teknologi. Peningkatan SDM tersebut dilakukan dengan cara, Pendidikan dan pelatihan khususnya meliputi antara lain pelatihan mengenai perundang-undangan transportasi, sistem informasi dan komunikasi, asuransi perdagangan, perbankan, perpajakan dan tenaga kerja bongkar muat.

(3) Saran dalam hal tanggung jawab PT. Siba Transindo apabila terjadi keterlambatan ataupun kerusakan barang.

PT.Siba Transindo sebagai pihak penyelenggara pengangkutan harus memahami benar akan tanggung jawabnya sehubungan dengan kerugian yang mungkin timbul bagi pengirim barang akibat

kesalahan/kelalaian pihak pengangkut. Maka dari itu PT. Siba Transindo wajib mengasuransikan tanggung jawabnya tersebut pada pihak asuransi. Dengan demikian sebagian tanggung jawab pengangkutan beralih pada perusahaan asuransi.

Apabila ada tuntutan ganti rugi dari pengirim maka pihak pengangkut (PT. Siba Transindo) memberikan bantuan yang berkaitan dengan proses lebih lanjut untuk proses penuntutan ganti rugi ke pihak asuransi. Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa perusahaan angkutan PT. Siba Transindo bertanggung jawab terhadap hilang/rusaknya kiriman barang. Apabila pengirim menderita kerugian akibat hilang/rusaknya kiriman barang dari kesalahan/kelalaian pihak pengangkut maka perusahaan angkutan melalui perusahaan asuransi akan memberikan ganti rugi sesuai dengan ketentuan.

99

DAFTAR PUSTAKA

Buku

A, Erhans, Audi C, 1995, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Penebit Indah.

Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke III, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.

---, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan IV, Bandung, Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

Adji, Sution Usman, Djoko Prakoso, dan Hari Pramono, 1991, Hukum

Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Ichsan, Achmad, 1986, Hukum Dagang Lembaga Perserikatan Surat-surat Berharga, Pengangkutan, Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita. Kamaluddin Rustian, 1986, Ekonomi Transportasi, Jakarta, Penerbit Ghalia

Indonesia.

Kansil, C.S.T, Christine Kansil, 1994, Disiplin Berlalu Lintas Di Jalan Raya, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Khairandy, Ridwan, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta, Penerbit FH UII Press.

Prakoso, Djoko, 2004, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan Di Laut, Medan, Penerbit Pustaka

Bangsa Press.

---, 2010, Makalah Dalam Seminar Tentang Keberadaan Bongkar Muat dan Usaha Bongkar Muat Yang Diusahan PT. Pelindo I, Medan, Hotel Arya Duta Medan.

Purwosutjipto, H.M.N, 1991, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan, Jakarta, Penerbit Djambatan.

Soekardono, R, 1983, Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan Di Darat, Jakarta, Penerbit Rajawali.

Tjakranegara, Soegijatna, 1995, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Warpani, Suwardjoko, 1990, Merencanakan Sistem Perangkutan, Bandung, Penerbit ITB.

Wiradipradja, E. Saefullah, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional Dan Nasional, Yogyakarta, Penerbit Liberty.

Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Subekti, R. Dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita.

Subekti, R. Dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita.

101

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009

TENTANG

LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB X ANGKUTAN Bagian Kesat u

Angkut an Orang dan Barang Pasal 137

(1)Angkut an orang dan/ at au barang dapat menggunakan Kendaraan

Bermot or dan Kendaraan Tidak Bermot or.

(2)Angkut an orang yang menggunakan Kendaraan Bermot or berupa

Sepeda Mot or, Mobil penumpang, at au bus.

(3)Angkut an barang dengan Kendaraan Bermot or waj ib menggunakan

mobil barang.

(4)Mobil barang dil arang digunakan unt uk angkut an orang, kecual i:

a. rasio Kendaraan Bermot or unt uk angkut an orang, kondisi

geograf is, dan prasarana j al an di provinsi / kabupat en/ kot a bel um memadai;

b.unt uk pengerahan at au pel at ihan Tent ara Nasional Indonesi a

dan/ at au Kepolisian Negara Republi k Indonesia; at au

c. kepent ingan l ain berdasarkan pert imbangan Kepol isian Negara

Republ ik Indonesia dan/ at au Pemerint ah Daerah.

(5) Ket ent uan l ebi h l anj ut mengenai mobil barang yang digunakan unt uk

angkut an orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diat ur dengan perat uran pemerint ah.

Bagian Kedua

Kewaj iban Menyediakan Angkutan Umum Pasal 138

(1) Angkut an umum disel enggarakan dal am upaya memenuhi kebut uhan

angkut an yang sel amat , aman, nyaman, dan t erj angkau.

(2) Pemerint ah bert anggung j awab at as penyel enggaraan angkut an

(3) Angkut an umum orang dan/ at au barang hanya dil akukan dengan Kendaraan Bermot or Umum.

Pasal 139 

(1) Pemerint ah waj ib menj amin t ersedianya angkut an umum unt uk j asa

angkut an orang dan/ at au barang ant arkot a ant arprovinsi sert a l int as bat as negara.

(2) Pemerint ah Daerah provinsi waj ib menj ami n t ersedi anya angkut an

umum unt uk j asa angkut an orang dan/ at au barang ant arkot a dal am provinsi.

(3) Pemerint ah Daerah kabupat en/ kot a waj ib menj amin t ersedianya

angkut an umum unt uk j asa angkut an orang dan/ at au barang dal am wil ayah kabupat en/ kot a.

(4) Penyediaan j asa angkut an umum dil aksanakan ol eh badan usaha

mil ik negara, badan usaha mil ik daerah, dan/ at au badan hukum l ain sesuai dengan ket ent uan perat uran perundang-undangan.

Bagian Ket iga

Angkut an Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Paragraf 1

Umum Pasal 140

Pel ayanan angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum t erdiri at as:

a. angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum dal am t rayek; dan b. angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum t idak dal am

t rayek.

Paragraf 2

St andar Pelayanan Angkut an Orang Pasal 141

(1)Perusahaan Angkut an Umum waj ib memenuhi st andar pel ayanan

minimal yang mel iput i:

a. keamanan;

b. kesel amat an;

c. kenyamanan;

d. ket erj angkauan;

e. keset araan; dan

(2)St andar pel ayanan minimal sebagaimana di maksud pada ayat (1) dit et apkan berdasarkan j enis pel ayanan yang diberikan.

(3)Ket ent uan l ebih l anj ut mengenai st andar pel ayanan minimal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan perat uran Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana Lal u Li nt as dan Angkut an Jal an.

Paragraf 3

Angkut an Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek Pasal 142

Jenis pel ayanan angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum dal am t rayek sebagaimana dimaksud dal am Pasal 140 huruf a t erdi ri at as:

a. angkut an l i nt as bat as negara; b. angkut an ant arkot a ant arprovinsi; c. angkut an ant arkot a dal am provinsi ; d. angkut an perkot aan; at au

e. angkut an perdesaan.

Pasal 143 

Krit eri a pel ayanan angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum dal am t rayek sebagaimana dimaksud dal am Pasal 140 huruf a harus:

a. memil iki rut e t et ap dan t erat ur;

b. t erj adwal , berawal , berakhi r, dan menaikkan at au menurunkan

penumpang di Terminal unt uk angkut an ant arkot a dan l int as bat as negara; dan

c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada t empat yang dit ent ukan

unt uk angkut an perkot aan dan perdesaan.

Pasal 144 

Jaringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or Umum disusun berdasarkan:

a. t at a ruang wil ayah;

b. t ingkat permint aan j asa angkut an; c. kemampuan penyediaan j asa angkut an;

d. ket ersediaan j aringan Lal u Li nt as dan Angkut an Jal an; e. kesesuaian dengan kel as j al an;

f . ket erpaduan int ramoda angkut an; dan g. ket erpaduan ant armoda angkut an.

Pasal 145 

(1) Jaringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or Umum

sebagaimana dimaksud dal am Pasal 144 disusun dal am bent uk rencana umum j aringan t rayek.

(2) Penyusunan rencana umum j aringan t rayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dil akukan secara t erkoordinasi dengan i nst ansi t erkait .

(3) Rencana umum j aringan t rayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

t erdiri at as:

a. j aringan t rayek l int as bat as negara; b. j aringan t rayek ant arkot a ant arprovinsi ; c. j ari ngan t rayek ant arkot a dal am provinsi; d. j aringan t rayek perkot aan; dan

e. j aringan t rayek perdesaan.

(4) Rencana umum j ari ngan t rayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikaj i ul ang secara berkal a pal ing l ama 5 (l ima) t ahun.

Pasal 146 

(1) Jaringan t rayek perkot aan sebagaimana di maksud dal am Pasal 145

ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkot aan.

(2) Kawasan perkot aan unt uk pel ayanan angkut an sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dit et apkan ol eh:

a. Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasana

Lal u Lint as dan Angkut an Jal an unt uk kawasan perkot aan yang mel ampaui bat as wil ayah provinsi;

b. gubernur unt uk kawasan perkot aan yang mel ampaui bat as wil ayah

kabupat en/ kot a dal am sat u provinsi; at au

c. bupat i/ wal ikot a unt uk kawasan perkot aan yang berada dal am

wil ayah kabupat en/ kot a.

Pasal 147 

(1)Jaringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or Umum l int as

bat as negara sebagaimana dimaksud dal am Pasal 145 ayat (3) huruf a dit et apkan ol eh Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana Lal u Li nt as dan Angkut an Jal an sesuai dengan perj anj ian ant arnegara.

(2)Perj anj ian ant arnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat

berdasarkan ket ent uan perat uran perundangundangan.

Pasal 148 

Jaringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or Umum sebagaimana dimaksud dal am Pasal 145 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d dit et apkan ol eh:

a. Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana Lal u

Lint as dan Angkut an Jal an unt uk j aringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or Umum ant arkot a ant arprovinsi dan perkot aan yang mel ampaui bat as 1 (sat u) provinsi ;

b. gubernur unt uk j ari ngan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or

Umum ant arkot a dal am provinsi dan perkot aan yang mel ampaui bat as 1 (sat u) kabupat en/ kot a dal am 1 (sat u) provinsi set el ah mendapat

perset uj uan dari Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana Lal u Lint as dan Angkut an Jal an; at au

c. bupat i/ wal ikot a unt uk j aringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan

Bermot or Umum perkot aan dal am 1 (sat u) wil ayah kabupat en/ kot a set el ah mendapat perset uj uan dari Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana Lal u Li nt as dan Angkut an Jal an.

Pasal 149 

Jaringan t rayek dan kebut uhan Kendaraan Bermot or Umum perdesaan sebagaimana dimaksud dal am Pasal 145 ayat (3) huruf e dit et apkan ol eh:

a. bupat i unt uk kawasan perdesaan yang menghubungkan 1 (sat u) daerah

kabupat en;

b. gubernur unt uk kawasan perdesaan yang mel ampaui 1 (sat u) daerah

kabupat en dal am 1 (sat u) daerah provinsi; at au

c. Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana Lal u

Lint as dan Angkut an Jal an unt uk kawasan perdesaan yang mel ampaui sat u daerah provinsi.

Pasal 150 

Ket ent uan l ebih l anj ut mengenai angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum dal am t rayek diat ur dengan perat uran pemerint ah.

Paragraf 4

Angkut an Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek

Pasal 151

Pel ayanan angkut an orang dengan Kendaraan Bermot or Umum t idak dal am t rayek sebagaimana dimaksud dal am Pasal 140 huruf b t erdi ri at as:

a. angkut an orang dengan menggunakan t aksi ; b. angkut an orang dengan t uj uan t ert ent u;

c. angkut an orang unt uk keperl uan pari wisat a; dan d. angkut an orang di kawasan t ert ent u.

Pasal 152 

(1) Angkut an orang dengan menggunakan t aksi sebagaimana dimaksud

dal am Pasal 151 huruf a harus digunakan unt uk pel ayanan angkut an dari pint u ke pint u dengan wil ayah operasi dal am kawasan perkot aan.

(2) Wil ayah operasi dal am kawasan perkot aan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat :

a. berada dal am wil ayah kot a;

b. berada dal am wil ayah kabupat en;

c. mel ampaui wil ayah kot a at au wil ayah kabupat en dal am 1 (sat u)

d. mel ampaui wil ayah provinsi .

(3) Wil ayah operasi dal am kawasan perkot aan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan j uml ah maksimal kebut uhan t aksi dit et apkan ol eh:

a. wal ikot a unt uk t aksi yang wil ayah operasinya berada dal am

wil ayah kot a;

b. bupat i unt uk t aksi yang wil ayah operasinya berada dal am wil ayah

kabupat en;

c. gubernur unt uk t aksi yang wil ayah operasi nya mel ampaui wil ayah

kot a at au wil ayah kabupat en dal am 1 (sat u) wil ayah provinsi ; at au

d. Ment eri yang bert anggung j awab di bidang sarana dan Prasarana

Lal u l int as dan Angkut an Jal an unt uk t aksi yang wil ayah operasinya mel ampaui wil ayah provinsi.

Pasal 153 

(1) Angkut an orang dengan t uj uan t ert ent u sebagaimana dimaksud

dal am Pasal 151 huruf b dil arang menaikkan dan/ at au menurunkan Penumpang di sepanj ang perj al anan unt uk keperl uan l ain di l uar pel ayanan angkut an orang dal am t rayek.

(2) Angkut an orang dengan t uj uan t ert ent u disel enggarakan dengan

menggunakan mobil penumpang umum at au mobil bus umum.

Pasal 154 

(1) Angkut an orang unt uk keperl uan pariwi sat a sebagaimana dimaksud

dal am Pasal 151 huruf c harus digunakan unt uk pel ayanan angkut an wisat a.

(2) Penyel enggaraan angkut an orang unt uk keperl uan pariwisat a

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan t anda khusus.

(3) Angkut an orang unt uk keperl uan pariwisat a t idak diperbol ehkan

menggunakan Kendaraan Bermot or Umum dal am t rayek, kecual i di daerah yang bel um t ersedia angkut an khusus unt uk pariwi sat a.

Pasal 155 

(1)Angkut an di kawasan t ert ent u sebagaimana dimaksud dal am Pasal

151 huruf d harus dil aksanakan mel al ui pel ayanaan angkut an di j al an l okal dan j al an l i ngkungan.

(2)Angkut an orang di kawasan t ert ent u sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum.

Pasal 156 

Eval uasi wil ayah operasi dan kebut uhan angkut an orang t idak dal am

Dokumen terkait