• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dahulu dikenal istilah Integrated

Coastal Zone Management (ICZM) pertama kali dikemukakan pada Konferensi

Pesisir Dunia (World Conference of Coast) yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus hidrologi, berkurangnya sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut serta dampak akibat perubahan iklim dunia (Suba ndo no et al. 2009). Lebih jauh, Subandono et al. (2009) juga menyatakan bahwa konsep PWPT menyediakan suatu kerangka perencanaan dan pengelolaan yang tepat dalam menaklukkan berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti ada nya pe ngaturan institusi yang terpecah-pecah, birokrasi yang berorientasi pada satu sektor, konflik kepentingan,

17 kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya pengetahuan kedudukan wilayah dan faktor sosial lainnya serta kurangnya informasi dan sumberdaya.

Dahuri et al. (2003) mendefenisikan PWPT seba gai suatu pendekatan pengelolaan pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.

Untuk mewujudka n hal itu maka ke terpaduan da lam perencanaan da n pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : (a) keterpaduan wilaya h/ ekologis; (b) keterpaduan sektoral; (c) keterpaduan kebijakan secara vertikal; (d) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan stakeholder. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/ tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasaka n oleh segenap pemangku kepentingan (stakeholders) secara adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/ pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan

dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Konsep batasan ekologis dalam pengelolaan wilayah pesisir harus berisikan upa ya mengi ntegrasika n empa t ko mpo nen pe nting yang merupaka n satu kesatuan meliputi a) Batasan wilayah perencanaan : natural domain (bukan batasan administratif) ; b) Kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan di hulunya ; c) Pendekatan Keterpaduan meliputi integrasi ekos istem darat- maritim, integrasi perencanaan sektoral (hor izontal), integrasi perencanaan vertikal dan integrasi sains dengan manajemen; dan d) Alokasi ruang proporsional, dimana 30% dari wilayah perencanaan merupakan lahan alami.

Prinsip ke terpaduan sangat penting dalam konteks pengelolaan pesisir karena wilayah pesisir memiliki fungs i yang dinamik. Cicin-Sain and Knecht (1998) in Adrianto (2005) memberikan acuan bahwa elemen keterpaduan dalam pengelolaan pesisir adalah (1) keterpaduan sektoral, (2) keterpaduan

18

pemerintahan, (3) keterpaduan spasial, (4) keterpaduan ilmu dan manajemen dan (5) keterpaduan internasional. Dalam penentuan wilayah pesisir, Indo nesia menggunakan batasan pengertian berdasarkan pendekatan secara ekologis yang digabungkan dengan pendekatan dari segi perencanaan untuk memperlihatkan batasan secara yuridis dari wilayah pesisir Indonesia.

Ditinjau dari pendekatan secara administratif, masalah batasan wilayah pesisir merupakan hal yang paling mendasar yang harus dipahami lebih dahulu, karena akan menunjukkan ruang lingkup berlakunya suatu perundang- undangan mengenai pengelolaan wilayah pe sisir. Di Indo nesia dalam konsep normatifnya, batasan wilayah pesisir yang digunakan dalam Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu yaitu wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk Provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/ kota ke arah darat batas administrasi kabupaten/ kota. Berdasarkan Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tahun 2004, pengertian wilayah pesisir ialah satu kesatuan wilayah antara daratan dan lautan yang secara ekologis mempunyai hubungan keterkaitan yang di dalamnya termasuk ekosistem pulau kecil serta perairan di antara satu kesatuan pulau-pulau kecil.

Singh (1992) in Adrianto (2004) menjelaskan bahwa pulau-pulau kecil yang merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik tambahan (1) relatif terisolir, (2) memiliki keterbatasan secara geografis (smallness), (3) keanekaragaman yang terbatas; dan (4) secara ekonomis maupun ekologis rentan terhadap faktor eksternal harus berbasis keberlanjutan dalam pengelolaannya. Artinya harus mempertimbangkan faktor keterpaduan antar komponen yang secara riil tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam perspke tif ekos istem wilayah. Wilayah pulau-pulau kecil dibagi menjadi beberapa sub wilayah dengan berbagai potensi dan potensi persoalan yaitu (1) wilayah perairan lepas pantai (coastal offshore zone), (2) wilayah pantai (beach zone), (3) wilayah dataran rendah pesisir (coastal lowland zone), (4) wilayah pesisir pedalaman (inland zone).

19 Prinsip keterpaduan untuk tercapainya keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam konteks pulau-pulau kecil antar sub wilayah di atas digambarkan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berke lanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-Pulau Kecil (Sumber : Debance 1999 in Adrianto 2004) 2.6 Sistem Sosial Ekolog i dalam Pengelolaa n Pulau-pulau Kecil

Ghina (2003) merangkum dari berbagai sumber mengenai karakteristik pengelolaan pulau-pulau kecil berdasarkan sifat kerentanannya yaitu karena keterpencilan, ukuran fisik kecil, kerapuhan dan keunikan ekologis, pertumbuhan populasi manusia yang cepat dan kepadatan tinggi, sumberda ya alam yang terbatas terutama daratannya, ketergantungan tinggi pada sumberdaya laut, peka dan mudah terekspos akibat bencana alam, peka terhadap naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim. Karakteristik lainnya yakni pasar domestik kecil, ketergantungan barang ekspor dan impor yang tinggi, ketidak- mampuan untuk mempengaruhi harga internasional, tingginya biaya/ unit pengangkutan, marginal, ketidakpastian persediaan barang, harus menyimpan sejumlah besar barang, kerentanan perdagangan : ketergantungan tinggi pada pajak perdagangan, industri domestik yang rentan, ketergantungan pada pilihan/ preferensi perdagangan, pembatasan pada kompetisi domestik, berbagai kesulitan dalam menarik investasi langsung dari luar, peluang investasi dan jasa komunikasi terbatas, permasalahan administrasi pemerintahan, ketergantungan pada keuangan eks ternal. Kaly et al.

20

(2004) menambahkan bahwa faktor- faktor yang menyebabka n kerentanan tersebut karena bencana alam, masalah perbatasan, migrasi, kerusuhan, pemisahan secara geografis, pemanfaatan ekonomi, pasar internal yang kecil dan kerusakan sumberdaya.

Prinsip utama pembangunan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan, harus mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Kay and Alder 2005). Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika pulau-pulau kecil yang merupakan suatu sistem dinamis saling terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua sistem inilah yang bergerak dinamik dalam kesamaan besaran, untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan pulau-pulau kecil. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social Ecological System (SES) (Adrianto and Aziz 2006). Pemikiran alternatif yang memberikan penjelasan bagaimana sistem ekonomi bekerja dalam sebuah delineasi ekosistem sangat diperlukan. Arus pemikiran utama Ecological Economics (EE) yang berkaitan dengan nilai lebih

(surplus value) dalam konteks keterbatasan ekos istem yakni memfokuskan diri

pada hubungan yang kompleks, non-linier dengan waktu yang lebih panjang antara sistem alam dan sistem ekonomi. Komitmen normatif dari arus pemikikan utama Ecological Economics adalah berusaha mewujudkan terciptanya “masyarakat yang bukan tanpa batas” (frugal society), dalam arti bahwa kehidupan masyarakat berada dalam keterbatasan sistem alam baik sebagai penyedia sumberdaya maupun penyerap limbah (Adrianto 2004). Paradigma

Social Ecological System membicarakan unit ekosistem seperti wilayah pesisir

pulau-pulau kecil, ekosistem mangroves, terumbu karang dan lainnya berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada di mana aspek sistem alam (ekosistem) dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan (Adrianto 2004).

Pengelolaan pendekatan ekosistem di pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dinyatakan sebagai suatu simbiosis pandangan yang respek kepada sistem alam, yang mengintegrasikan pandangan ekonom, enjinir, dan ekolog, bersama-sama untuk melindungi fungsi sistem alam secara terus- menerus menghasilkan jasa-jasa ekosistemnya. Begitu pula sebaliknya para ekonom/ enjinir senantiasa

21 membutuhkan ekolog, dengan maksud jika terjadi penurunan jasa sumberdaya alam maka akan menghasilkan pula penurunan nilai ekonomi ekosistem tersebut dan berimplikasi pada penurunan kesejahteraan sosial. Pengelolaan pesisir pulau-pulau kecil dengan ’Konsep Ekosistem’ adalah lebih tepat dewasa ini digunakan sebagai falsafah dasar untuk pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, karena merupakan konsep induk dengan perspektif lebih luas, integratif, mencakup proses interaksi dinamika lingkungan hidup, ruang, wilayah, kawasan dan lain-lain, secara saintifik terukur dan terprediksi, dan telah diadopsi luas oleh negara-negara maju di dunia dan negara-negara-negara-negara lain anggota PBB, khususnya yang tergabung dalam Small Islands Development States/ SIDS (Bass and Dalal-Clayton 1995) in Adrianto (2005). Informasi ekologis dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa di wilayah pesisir perairan laut dangkal (perairan teritorial) dari pantai sampai kedalaman 200 m, merupakan wilayah yang paling produktif karena pengaruh kontribusi interaksi dari darat, tetapi perairan ini sangat rentan dari dampak degradasi akibat aktivitas manusia. Adapun produktivitas di perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif (kedalaman >200 m) sangat dipengaruhi oleh produktivitas perairan dangkal.

Holling (1986) menyatakan bahwa tantangan pengelolaan sumberdaya alam saat ini adalah semakin besarnya perubahan ekologis dan sosial yang menyebabkan munculnya kejutan-kejutan dan ketidakpastian yang semakin tinggi. Pesisir dan pulau kecil merupakan sebuah sistem dimana aspek ekologi dan aspek sosial terkait sangat erat dan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi. Kedua aspek ini memiliki kompleksitas dan terus berubah dimana keduanya bersifat non-linier dan menempati batas tertentu dalam dinamikanya (Folke et al. 2002).

22

Tabe l 1 Potensi Kemampuan, Pemanfaatan Jasa, dan Ancaman pada Ekos istem di Sub-Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil

Sub-wilayah Penjelasan Potensi Kemampuan

Jasa Ekosistem Pemanfaatan Jasa Ekosistem Ancaman 1) Pantai berpasir

di pantai terbuka, jauh dari muara sungai (estuari)

tempat bersarang penyu

rekreasi konservasi perusakan habitat, tambang pasir, tumpahan minyak 2) Pantai

berbatu

terbuka kena ombak Kaya biodiversitas Rekreasi Erosi pantai 3) Terumbu

karang

di perairan jernih, perairan dangkal, kedalaman 200 m; sangat peka kekeruhan, kenaikan suhu, pencemaran, sedimentasi; Jika terumbu karang hidup sehat meluas, pertandabanyak ikan tuna. sangat produktif, tempat berbiak, berlindung ikan kerapu, tuna, kakap, udang, penyu, biota laut lain, rumput laut

Konservasi, pariwisata, perikanan perlindungan pantai, pulau- pulau kecil dari gelombang besar dan kenaikan muka laut

tangkapan ikan berlebih, racun ikan, pemboman, penambangan karang, erosi dari penggundulan vegetasi di darat 4) Padang lamun rumput laut terdapat di antara terumbu karang dan

mangrove (bakau)

sangat produktif, tmpt berbiak,tumbuh, berlindung ikan, udang, kepiting dan biota laut lain,kaya nutrisi alami

sumber makanan, farmasi, kosmetik, industri biotek, dan sumber energi

biofuel.

Tangkapan ikan berlebih, perusakan karang dan mangrove, pencemaran minyak, sedimentasi

5) Pantai berlumpur

terdapat di sekitar muara sungai (estuari),/ delta

produktivitas biologis tinggi, kaya siklus nutrisi.

Konservasi perusakan habitat, pencemaran minyak. 6) Estuari/

Delta

pertemuan air tawar dan laut (perairan payau)

sangat produktif, kaya nutrisi, berbiak ikan, udang, kepiting, jalur pelayaran, akuakultur, perikanan tradisionil sampah, pencemaran banjir, sedimentasi 7) Mangrove (hutan bakau) terdapat di sekitar muara sungai, tempat berlumpur, bau sulfur, perangkap debris sampah, kaya nutrisi, pencegah erosi, pelindung pantai

kaya udang, kepiting, udang; tempat beberapa mamalia, reptil, burung; produksi primer sangat tinggi

sumber kayu untuk konstruksi, reklamasi lahan, akuakultur, pariwisata, industri biotek dan perlindungan bentuk pantai tumpahan minyak, pestisida-pupuk dari pertanian, pembabatan kayu mangrove, pembukaan tambak berlebihan 8) Hutan rawa pasang surut sepenuhnya mangrove atau didominasi tumbuhan nipah

siklus nutrisi tinggi, tempat makan ikan, udang, kepiting saat pasang naik, perangkap sedimen

sumber kayu, rumah tradisional, reklamasi lahan basah, tempat akuakultur dan sumber gula atau

bioethanol

tumpahan minyak pestisida-pupuk berlebih dari pertanian, pembabatan nipah/ bakau

9) Laguna agak tertutup, sedikit terbuka, jalan masuk dari laut dapat berubah-ubah

produktivitas ikan, udang, kepiting, tempat berbiak secara alami biota laut lain

pariwisata, navigasi, tangkap ikan, budidaya. pencemaran 10) Pulau- Pulau Kecil

Terdiri dari gosong karang, pulau karang muncul, atol, vulkanik; pulau benua; ukuran luas kurang dari 2 000 km2 masing-masing pulau dianggap mempunyai ekosistem unik. . Jumlah seluruh Indonesia > 17 000 ragam pulau-pulau. pariwisata, pemukiman, stasiun pengamat, pertanian subsisten, marikultur sumber bioindustri masa depan, termasuk biofood & biofuel.

air tanah minim, intrusi air laut; limbah; penduduk padat; Penebangan vegetasi, pemanasan global, lenyapnya pulau- pulau kecil akibat kenaikan muka laut 15-19 mm/tahun.