• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SETULANG

Dalam dokumen Kade Sidiyasa Zakaria Ramses Iwan (Halaman 52-56)

Mengingat kondisi hutannya yang tergolong masih sangat baik tersebut, tim peneliti dari LIPI juga telah mengunjungi dan melakukan serangkaian kegiatan penelitian di daerah ini untuk menjajagi kemungkinan akan diusulkannya sebagai salah satu kawasan ‘Konsesi Konservasi’ di Indonesia (Soedjito et al., 2003). CIFOR bekerjasama dengan masyarakat setempat aktif mengumpulkan dan menggali informasi serta potensi yang dimiliki kawasan Tane’ Olen sebagai dasar penyusunan rencana pengelolaan hutan secara lestari.

6.2. Upaya masyarakat desa dalam mempertahankan

hutannya

Langkah yang diambil masyarakat desa Setulang untuk menyisihkan dan menetapkan kawasan berhutan mereka untuk dijadikan Tane’ Olen tersebut sudah merupakan program jangka panjang sejak awal mereka menempati wilayah yang baru ini. Mereka berasal (berpindah secara bersama-sama) dari sebuah kampung lama di Long Sa’an, di hulu sungai Pujungan pada tahun 1968. Kini masyarakatnya sudah berjumlah 919 jiwa (216 kepala keluarga) yang menempati 208 bangunan yang tertata secara baik.

Tekad untuk tetap mempunyai kawasan hutan yang baik sudah terbawa secara turun-temurun karena mereka umumnya sadar betul bahwa ketergantungannya terhadap hutan sangat tinggi dan berlangsung secara terus-menerus. Hal ini juga terkait dengan tradisi mereka (Dayak Kenyah) yang memandang bahwa hutan harus dilindungi dan dijaga kelestariannya. Banyak bahan makanan, kayu bahan bangunan, bahan perahu, rotan, obat-obatan, bahan anyaman, sumber air bersih dan lain-lain diperoleh dari hutan. Selain itu masyarakat desa Setulang juga tahu bahwa penggunaan hutan secara berlebihan akan menimbulkan kerusakan dan itu dapat membawa bencana bagi keberlangsungan hidup.

Walaupun tekad kuat tersebut sudah terbawa sejak awal, namun dalam perjalanan waktu akibat dari berbagai pengaruh kepentingan, sekelompok masyarakat desa sempat menyetujui usaha eksploitasi hutan di desa Setulang. Untung saja kelompok yang setuju tersebut jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok yang tidak setuju setelah melalui proses pemungutan suara dalam satu pertemuan resmi masyarakat desa Setulang. Keinginan kuat sebagian besar masyarakat untuk tetap mempertahankan hutan tersebut juga tidak terlepas dari hasil kunjungan para peneliti CIFOR ke desa Setulang pada bulan Februari 2001. Dalam kunjungan tersebut banyak didiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan hutan secara lestari.

Dengan demikian dan atas dasar pertimbangan yang matang serta melihat berbagai masalah lingkungan yang tidak pernah terselesaikan maka kesepakatan mereka jadi bulat “mempertahankan hutan desa Setulang seluas sekitar 5.300 ha sebagai Tane’ Olen” (peta wilayah, lihat Lampiran 22). Selaku penanggung jawab kawasan, maka dibentuk pula Badan Pengelola Hutan Desa sebagai satu komponen dalam kelembagaan lokal di desa Setulang.

Dalam pelaksanaan menjalankan kebijaksanaan pengelolaan kawasan Tane’ Olen, pihak pengelola menerapkan peraturan dan keputusan yang telah dianut secara turun-menurun oleh masyarakat Kenyah (Anonim, 2002; Anonim, 2003). Ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam peraturan dan keputusan tersebut berlaku secara menyeluruh, baik untuk masyarakat desa Setulang sendiri maupun bagi masyarakat dari desa lain di sekitarnya yang melakukan pelanggaran terhadap kawasan Tane’ Olen.

Dilihat dari pola hidup masyarakat desa Setulang tidak ada perbedaan dengan masyarakat Dayak pada umumnya. Untuk mendapatkan bahan makanan pokok, mereka juga melakukan kegiatan perladangan berpindah. Dengan luas areal ladang keseluruhan sekitar 6.000 ha, sampai saat ini dipandang masih

cukup, tidak diperlukan perluasan ladang baru yang berasal dari hutan primer. Dengan masuknya teknologi di bidang pertanian, secara perlahan tradisi mereka dalam mengelola lahan pertanian pun mulai berubah dan bersifat lebih intensif. Mereka juga sudah banyak menanam jenis-jenis tanaman keras dalam skala yang luas seperti kopi, buah-buahan, jenis-jenis penghasil kayu bahan bangunan dan lain-lain. Di lahan pekarangan, masyarakat menanam sayur-sayuran, tumbuhan obat, pohon buah-buahan dalam jumlah terbatas, tanaman hias dan lain-lain.

6.3. Peranan pengetahuan, penelitian dan pengembangan

Kesepakatan masyarakat desa Setulang untuk menetapkan kawasan Tane’ Olen tidak terlepas dari latar belakang pengetahuan yang mereka warisi secara turun-temurun. Pemandangan yang mengerikan sebagai akibat dari bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi di berbagai tempat, termasuk di daerah-daerah sekitarnya juga melatarbelakangi sikap dan kearifan yang berlaku saat ini di desa Setulang. Generasi mudanya banyak yang sudah mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi. Di sinilah peran pengetahuan dirasakan oleh masyarakatnya.

Peran penelitian dan pengembangan (litbang), terutama untuk pengelolaan dan kelestarian Tane’ Olen masih dirasakan penting dan bahkan tidak akan ada habis-habisnya. Terbukti, banyak kegiatan penelitian yang sudah dan sedang dilaksanakan di sini. CIFOR bahkan telah merencanakan berbagai kegiatan penelitian lain yang dapat dikerjakan bersama dengan mitra-kerja dan oleh para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Sangat diyakini oleh para ahli biologi bahwa hutan merupakan rahmat dan sumber dari berbagai pengetahuan yang tidak ternilai harganya. Masih banyak hal yang perlu dipelajari dan diteliti dari hutan-hutan tropis, khususnya di Kalimantan. Untuk itu marilah kita kelola Tane’ Olen desa Setulang tersebut dengan sebaik mungkin serta galilah berbagai macam pengetahuan yang terkandung di dalamnya.

Salah satu kegiatan penting yang baru saja diselesaikan oleh masyarakat beserta CIFOR ini adalah menginventarisasi potensi yang dimiliki oleh kawasan Tane’ Olen. Dengan intensitas cuplikan sebesar sekitar 1% diharapkan banyak informasi yang bisa diperoleh. Lebih lanjut, hasil yang diperoleh ini diharapkan akan dapat dijadikan dasar pertimbangan dan perhitungan dalam mengelola kawasan untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Kegiatan penelitian lain yang sudah dilaksanakan oleh CIFOR bersama mitra antara lain adalah tentang babi hutan, ekologi hutan dan etno-ekologi, serta penelitian tentang langkah-langkah konservasi bagi kawasan Tane’ Olen. Termasuk di dalamnya mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan kemungkinan pengembangan pembangunan di bidang ekowisata dan lain-lain. Semua ini dilakukan untuk mengungkap secara lebih lengkap segala aspek yang ada dalam rangka memberikan masukan-masukan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan dan pembangunan di bidang konservasi.

6.4. Masalah dan hambatan

Setelah dikukuhkannya kawasan Tane’ Olen oleh para tokoh masyarakat desa Setulang bukannya kawasan tersebut bebas dari masalah dan hambatan. Berbagai macam masalah dan hambatan tersebut dapat berupa gangguan yang datang dari berbagai penjuru serta dalam bentuk yang bermacam-macam pula. Salah satu diantaranya adalah berupa penyerobotan kawasan dengan cara mengambil/menebang pohon-pohon yang ada di daerah sekitar perbatasan dengan desa Sentaban di sebelah utara dan desa Setarap di sebelah selatan. Semua yang berhubungan dengan masalah ini tentu menjadi penghambat jalannya penanganan kawasan sebagaimana diharapkan.

Masih belum kuatnya status kawasan juga merupakan masalah yang sewaktu-waktu bisa menjadi hambatan besar. Penguatan status kawasan dapat ditempuh dengan cara meminta kepada pemerintah daerah setempat untuk dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) yang sekaligus meliputi aspek penanganannya. Selain itu, masalah tata batas wilayah dengan desa-desa sekitarnya juga dipandang masih rawan.

Untuk menyelesaikan masalah penguatan status kawasan dan tata batas wilayah, campur tangan pihak-pihak terkait (Pemda) sangat diperlukan. Tanpa campur tangan pihak terkait maka bukan penyelesaian masalah yang akan didapat tapi justru akan memperuncing persengketaan antar desa yang berbatasan.

Dalam hubungannya dengan pemanfaatan hasil hutan di kawasan Tane’ Olen, mungkin masih diperlukan adanya perangkat peraturan untuk melengkapi peraturan-peraturan yang sudah ada agar dalam penanganan dan pelaksanaannya dapat bersifat logis, dapat diaplikasikan secara nyata di lapangan dan tidak mengorbankan kepentingan pihak-pihak tertentu, terutama masyarakat.

7

Dalam dokumen Kade Sidiyasa Zakaria Ramses Iwan (Halaman 52-56)

Dokumen terkait