• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN YANG DIKELUARKAN PEMERINTAH

B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Pengelolaan lingkungan hidup dalam produk hukum

Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, dikeluarkan produk hukum daerah yang pertama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah (selanjutnya disebut KND). Salah satu kelemahan dari undang-undang ini tidak jelasnya urusan apa saja yang diserahkan kepada daerah. Apakah urusan lingkungan hidup juga termasuk urusan yang diserahkan kepada daerah, juga tidak dapat diketahui secara jelas.

Tahun 1948 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah sebagai pengganti dari KND. Selanjutnya ditegaskan bahwa kewenangan daerah akan ditetapkan dalam Undang-Undang pembentukan dari masing-masing daerah. Dalam pelaksanaannya ternyata urusan lingkungan belum diatur penyerahannya dalam undang-undang tentang pembentukan masing-masing daerah.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Sistem otonomi yang digunakan adalah sistem otonomi luas dalam wujud otonim riil. Ternyata undang-undang ini pun belum memuat kebijakan pengelolaan lingkungan.

Sejalan dengan terjadinya perubahan sistem politik maka kembalinya Indonesia kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pasca Dekrit Presiden ini Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan penetapan presiden (Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah sejalan dengan kebijakan yang sentralistik tersebut, maka pengelolaan lingkungan sama sekali tidak mendapat pengaturan dalam Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959).

Sistem pemerintahan daerah yang sentralistik semakin kuat dengan kelaurnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UUPPD). Meskipun sistem otonomi yang dianut tetap sistem otonomi luas dalam wujud otonomi riil, tetapi otonomi dalam arti sebenarnya tidak ada dalam sistem UUPPD ini. Erat kaitannya dengan

sistem otonomi luas yang formalitas, maka kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam UUPPD sama sekali tidak mendapat pengaturan.

Pemerintah pada masa orde baru menggantikan UUPPD menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang ini diterbitkan tidak lepas dari politik hukum untuk menciptakan pemerintahan yang stabil, kokoh dan kuat mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah. Untuk itu berbagai produk hukum, termasuk dalam bidang otonomi daerah tidak lepas dari politik hukum sentralistik, sehingga kewenangan daerah sangat terbatas. Kebijakan pengelolaan lingkungan sama sekali tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Secara hukum urusan lingkungan hidup merupakan kewenangan pemerintah pusat, meskipun dalam pelaksaannya dapat meminta bantuan pemerintah daerah. Atas dasar sistem sentralistik, maka besaran dan substansi urusan yang diserahkan kepada daerah sangat tergantung pada kebijaksaan (wisdom) dari pemerintah pusat.

Berbagai produk hukum yang dikeluarkan tentang otonomi daerah sebelum berlakunya UULH sangat jelas bahwa tidak satu pun yang mengatur tentang kebijakan lingkungan secara komprehensif. Kebijakan seperti ini berlangsung sampai tumbangnya rezim Orde baru tahun 1998.

Masa pemerintahan orde reformasi, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UUPD). undang-undang ini dikeluarkan pada masa berlakunya UUPLH. Sejak keluarnya UUPD ini, kebijakan pengelolaan

lingkungan mulai diatur. Penegasan mengenai pengelolaan lingkungan dalam UUPD terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi :

“Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Sejalan dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan utuh, maka dalam Pasal 11 ayat (2) UUPD dinyatakan bahwa urusan lingkungan hidup ditegaskan sebagai urusan pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten dan kota. Kelemahan dari ketentuan tersebut bahwa UUPD dan peraturan pelaksanaannya tidak pernah merinci secara jelas urutan yang diserahkan kepada daerah. Pasal 10 dan Pasal 11 UUPD memang telah mendelegasikan agar lingkungan hidup dan SDA di daerah diatur ddan diurus sendiri oleh daerah. Hanya ketentuan tersebut kontradiktif dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) yang menyatakan kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, dan pengecualiannya tetapi didalam pasal tersebut terdapat kalimat “serta kewenangan bidang lain”. Kewenangan lain dalam pasal ini juga mencakup mengenai pemberdayaan SDA dan konservasi. Sehingga dari ketentuan ini berarti pemberdayaan SDA dan konservasi menjadi kewenangan pusat.

Ketentuan demikian selain menimbulkan kontradiksi norma, juga menimbulkan penafsiran yang beragam terhadap kewenangan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penafsiran yang beragam ini kadang menimbulkan ajang perebutan kewenangan antara pusat dan daerah. Ini berakibat terhadap

lemahnya tanggung jawab daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Apalagi di satu sisi daerah dituntut kemandiriannya, tetapi di sisi lain delegasi kewenangan tersebut tidak disertai dengan pembiayaan dan kehalian sumber daya manusia yang memadai. Orientasi kebijakan yang dikeluarkan daerah cenderung untuk meningkatkan pendapatan asli daerah bukan untuk melindungi daya dukung lingkungan.

Tidak lama kemudian dikeluarkanlah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UUPEMDA 2004) untuk menggantikan UUPD . Terdapat beberapa perbedaan dalam undang-undang ini, salah satunya mengenai hal penegasan secara rinci hak dan kewajiban daerah. Melestarikan lingkungan hidup adalah satu point yang diatur dalam hak dan kewajiban pemerintah daerah.39

Tahun 2014 telah diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UUPEMDA 2014) yang menggantikan UUPEMDA 2004 . Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam UU ini termasuk ke dalam urusan pemerintah konkuren yang menjadi kewenangan daerah yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan pelayanan dasar.40

39Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan : Dinamika dan Refleksinya Dalam Produk Hukum Otonomi Daerah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 165-170.

40

Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, Bab III, Pasal 12.

Sedangkan mengenai kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, dan sebagainya termasuk ke dalam urusan pemerintah pilihan.

Pembagian tugas antara pemerintah pusat,provinsi dan kabupaten/kota di bidang lingkungan hidup dapat dilihat dalam daftar lampiran pembagianurusan pemerintahan konkuren UUPEMDA 2014 ini. Adapun yang menjadi sub bidang bagian lingkungan hidup, antara lain :41

e. pemerintah pusat mempunyai tugas sebagai pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3, sedangkan pemerintah provinsi bertugas mengumpulkan limbah B3 lintas daaerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi. Pemerintah kabupaten/kota bertugas untuk penyimpanan a. rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (selanjutnya disebut RPPLH) yang pembuatannya dilakukan secara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing;

b. kajian lingkungan hidup strategis untuk kebijakan, rencana dan/atau program nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

c. pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup lintas Daerah provinsi dan/atau lintas batas negara, sedangkan ditingkat provinsi sebatas lintas daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi, dan ditingkat kabupaten/kota pencegahan, penanggulangan dan pemulihannya sebatas dalam daerah/kota saja;

d. keragaman hayati ditingkat pemerintah pusat dikelola kehayati nasional, sedangkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pengelolaannya sesuai kewenangannya masing-masing;

41

Lihat : Daftar Lampiran Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah.

sementara limbah B3 dan pengumpulan limbah B3 dalam 1 daerah kabupaten/kota;

f. dan lain sebagainya.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan kontroversi, bahwa bupati dan walikota tidak lagi berwenang menetapkan wilayah usaha pertambangan (selanjutnya disebut WIUP) serta izin usaha pertambangan (selanjutnya disebut IUP) ke perusahaan. Kewenangan itu kini hanya dimiliki gubernur, dan pemerintah pusat. Untuk itu perlu kembali diatur secara jelas mengenai pembagian restribusi, pengaturan pemberian izin, dan hal-hal lain yang bersangkutan yang dirasa perlu untuk kemudian diatur di peraturan turunan lainnya dari undang-undang ini.

2. Kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan hidup

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Implementasi otonomi daerah di Indonesia telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UUPEMDA 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan

kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.42

Kebijakan (policy) adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian keputusan yang sifatnya berkaitan dengan hal-hal yang lebih luas dan banyak aspek, sehingga sumber kebijakan berasal dari banyak pihak dengan berbagai kepentingan dan kewenangan. Suatu kebijakan biasanya diterima sebagai suatu hasil keputusan bersama yang dikaitkan secara khusus dengan pembuatannya, sehingga penyusunannya harus melalui melalui proses yang panjang dan berkaitan dengan berbagai aspek, kepentingan dan kewenangan.

Peranan lingkungan hidup sebagai aset bangsa dan negara sangat penting sehingga diperlukan suatu pendekatan yang bijak dalam pengelolaanya. Pendekatan yang bijak terhadap pengelolaan lingkungan hidup ini, berkaitan pula karena lingkungan hidup sangat bersentuhan langsung dengan aktivitas pembangunan.

Menerapkan pengelolaan lingkungan hidup di suatu daerah diperlukan suatu wewenang kepada pemerintah daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka suatu daerah dapat melakukan kebijakan sendiri untuk mengelola lingkungan hidupnya. Guna kebijakan sendiri adalah untuk mengasilkan suatu keputusan guna pemecahan suatu masalah.

43

Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta

42Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , bagian penjelasan huruf (c).

43

Sunoto, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan; Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan (Jakarta : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,1997), hlm. 10.

upaya rehabilitasi lingkungan. Menurut kantor menteri negara lingkungan hidup (1997), kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :44

a. regulasi peraturan daerah tentang lingkungan;

b. penguatan kelembagaan lingkungan hidup;

c. penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perizinan;

d. sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup;

e. meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders;

f. pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan;

g. memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia; dan h. peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Banyak kebijakan yang telah di cetuskan di Indonesia, namun program dan rencana, serta peran dari berbagai pihak ternyata masih saja muncul permasalahan terkait dengan SDA, dan lingkungan hidup belum juga berakhir atau bisa di katakan tetap terjadi. Sehubungan dengan hal ini, dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat kajian lingkungan strategis terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah ada dan terkait dengan pengelolaan SDA dan lingkungan

44

Kebijakan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, pada tanggal 18 Januari 2016).

hidup. Terdapat beberapa kebijakan pemerintah di bidang SDA dan lingkungan, salah satunya seperti kebijakan pengelolaan sumber daya dan lingkungan bidang air maupun bidang energi dan bidang-bidang lainnya.

Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (selanjutnya disebut RPJM) nasional, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Tujuannya untuk mencapai keseimbangan antara aspek pemanfaatan SDA sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PBD) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Adanya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah, menjadi suatu keharusan.45

Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan maupun investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan SDA dan lingkungan hidup. Adapun pembuatan kebijakan tersebut dijalankan dengan melakukan pembagian tugas dan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perihal pembagian tugas dan wewenang dalam perlindungan dan pengelolaan hidup ini berlandaskan UUPEMDA 2004 yang saat ini telah digantikan dengan UUPEMDA 2014 dan

45

H. Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

perihal hal-hal yang menjadi bagiannya diatur dalam Pasal 63 dan Pasal 64 UUPPLH.

C. Peranan Pemerintah dalam Penerapan Kebijakan Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 huruf H UUD 1945.46

Secara teoritik kekuasaan negara atas SDA bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya Penjelasan dalam UUPPLH itu menunjukkan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan suatu hak dasar yang sudah mutlak diterima oleh setiap warga negara, tanpa ada seorang pun yang dapat merenggut hak tersebut. Penjagaan kesehatan dan kebaikan lingkungan hidup memang sudah seharusnya diupayakan oleh setiap manusia. Pasal 33 UUD 1945 merupakan norma dasar pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, dalam ayat (3) dikatakan bahwa penggunaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebsar-besarnya kemakmuran rakyat. Penyelenggaraan perekonomian nasional juga harus berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan disamping prinsip-prinsip lainnya. Adapun alasan prinsip-prinsip ini dijadikan salah satu prinsip-prinsip penyelenggaraan perekonomian nasional adalah sebagai upaya penjaminan hak asasi warga negara untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat .

46

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Penjelasan huruf (a).

diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi SDA yang ada dalam wilayahnya secara intens. Menurut Van Vollenhoven negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum. 47

Keterkaitan dengan hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan mewujudkan kewajiban negara untuk pemanfaatan SDA sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, untuk melindungi dan menjamin hak-hak rakyat dalam menikmati lingkungan hidup, mencegah pihak-hak-pihak-hak yang berniat merebut hak-hak rakyat dalam pemanfaatan bumi dan kekayaan alam didalamnya. Adapun dalam negara hukum Pancasila, tujuan penyelenggaran pemerintahan lebih luas, yakni berkewajiban turut serta dalam semua sektor kehidupan dan penghidupan.

Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan

(sovereignty atau souverenitet).

48

Hak menguasai negara pada dasarnya ditafsirkan bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa negara hanya merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan

(bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan

pengawasan (toezichthoundendaad). Mengenai penafsiran hak menguasai negaran ini telah ditetapkan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan

47Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria (Jakarta: Bina Aksara, 1984), hlm. 99.

48

Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur badan Peradilan Administrasi di Indonesia

permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Ketenagalistrikan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Nomor 002/PUU-I/2003, dan Putusan Uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004.

Perumusan kebijakan membuat harus dilakukan pengaturannya oleh negara. Seperti halnya, pemberlakuan UUPPLH, serta perlakuan peraturan lain di bidang lingkungan hidup. Peranan pemerintah sangatlah penting, didalam proses perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sangat perlunya suatu sistem yang terpadu antara kebijakan nasional, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara taat asas dan konsekuensi dari pusat sampai daerah. Adapun beberapa peranan pemerintah, antara lain :

1. Penerapan sistem perizinan terpadu bidang lingkungan hidup.

Perizinan terpadu bidang lingkungan hidup merupakan instrumen hukum lingkungan yang manfaatnya ditentukan oleh penyelenggaraan sistem dalam perizinan itu sendiri. Jika perizinan hanya dimaksudkan sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Akibatnya kelestarian fungsi lingkungan hidup terancam dan dalam jangka panjang pembangunan berkelanjutan sulit dilaksanakan. Namun demikian, perizinan lingkungan hidup juga tidak boleh menghambat aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. 49

49

Peraturan perundang-undangan yang mengatur sektor lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih pemanfaatan, keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor. Prinsip keterpaduan harus menjiwai kerangka hukum sistem perizinan terpadu lingkungan hidup. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 50

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam UUPPLH dilakukan secara terpadu. Beberapa ketentuan tersebut seperti keterpaduan menjadi asas dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait, seperti yang dapat dilihat dalam Pasal 2 huruf d mengenai asas keterpaduan dalam UUPPLH. Adapun ketentuan lainnya seperti perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mencakup semua aspek lingkugan hidup termasuk sektor-sektor SDA (di antaranya kehutanan, perkebunan, dan pertambangan) yang menjadi

Pelaksaan perizinan terpadu bidang lingkungan hidup ini membutuhkan tindakan nyata pemerintah dalam rangka pelaksanaan pencegahan, perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup. Aktivitas perizinan bidang lingkungan hidup juga sangat membutuhkan pertimbangan yang besar, karena dalam hal pemberian izin bisa saja menimbulkan dampak negatif dan dampak positif terhadap lingkungan.

50

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Bab I, Pasal 1 ayat (1).

bagian dari lingkungan hidup. Materi muatan RPLH juga telah mencakup semua bidang-bidang/sektor lingkungan hidup dan ketentuan yang terakhir yaitu terdapatnya instrumen pencegahan dan/atau pencemaran kerusakan lingkungan hidup yang bersifat menyeluruh dan umum, yakni KLHS, tata ruang, dan baku mutu lingkungan. 51

Kajian lingkungan hidup strategis adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (selanjutnya disebut KLHS) wajib dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah ke dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang , dan RPJM nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, KLHS juga wajib terdapat dalam kebijakan, rencana, dan/atau program Berdasarkan UUPPLH yang menghendaki perizinan terpadu bidang lingkungan hidup, menimbulkan implikasi hukum bagi sistem perizinan di Indonesia. Implikasi utama adalah semua peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan dengan UUPPLH sebagai pedoman norma hukum.

2. Pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis.

51

yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.52 KLHS memuat kajian, antara lain:53

Hasil dari kajian tersebutlah menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem;

d. efisiensi pemanfaatan SDA;

e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

54

52

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 15.

53Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 16.

54

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 17 ayat (2).

3. Pembuatan rencana tata ruang oleh pemerintah harus berdasarkan KLHS yang telah dibuat sebelumnya.

Perencanaan tata ruang ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.55

Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Pembuangan limbah ke media lingkungan boleh dilakukan oleh setiap orang dengan persyaratan harus memenuhi baku mutu lingkungan hidup serta mendapatkan izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya.

Dengan adanya KLHS membantu daerah untuk memprioritaskan kegiatannya dan mengatur tata ruang daerahnya.

4. Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan yang beresiko menimbulkan kerusakan lingkungan.

56

Penentuan kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan melalui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.57

a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dokumen AMDAL memuat:

b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;

55

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 19.

56Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Dokumen terkait