• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL PENELITIAN

5.4 Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

Praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang menggunakan bahan peledak (bom) dan racun (bius) makin marak dilakukan di perairan Indonesia. Praktek semacam ini selain menimbulkan dampak kerugian ekologi, juga menimbulkan dampak social ekonomi yang memprihatinkan terutama akibat menurunnya produktifitas terumbu karang. Jika hal ini berlangsung lama maka akan berpengaruh terhadap biota laut.

Agar keberlanjutan sumberdaya dapat dipertahankan, maka aktivitas manusia (antrophogenic causes) yang baik secara langsung maupun tidak langsung berpotensi merusak keberlanjutan sumberdaya ekosistem terumbu karang mestinya diminimalisasi, salah satunya adalah penanggulangan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.

Penggunaan bom dalam kegiatan penangkapan ikan di Kecamatan Kao Utara adalah kegiatan yang destruktif dan dapat merusak lingkungan perairan yang ada. Keberadaan potensi sumberdaya ikan yang menjadi aset Kabupaten Halmahera Utara dapat hancur dan punah. Oleh karena itu, penggunaan bom dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan Kecamatan Kao utara harus perlu untuk ditangani secara serius, agar potensi potensi sumberdaya ikan yang ada dapat lestari dan dapat dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya. Dalam upaya meminimalisasi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dengan menggunakan bahan peledak (bom) dan racun (sianida) khususnya adalah (Indrapramana, 2010):

(1) Pengembangan mata pencaharian

Masyarakat pesisir (nelayan) dikategorikan masih miskin memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Perilaku masyarakat yang cenderung destruktif sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi (kemiskinan) dalam memenuhi kebutuhannya dan diperparah dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan hasil yang maksimal walaupun ditempuh dengan cara-cara yang merugikan karena bukan saja merusak lingkungan, akan tetapi memutuskan rantai mata pencaharian anak cucu. Faktor rendahnya tingkat pendidikan juga mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut. Dengan adanya alternatif mata pencaharian tambahan diharapkan dapat memberikan nilai tambah sehingga masyarakat nelayan destruktif akan berkurang.

(2) Penegakkan hukum

Beberapa kasus penggunaan bom dalam penangkapan ikan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik, tuntas, dan transparan memicu perobahan perilaku masyarakat (nelayan). Ketidakpuasan masyarakat akibat

penanganan pelanggaran tersebut semestinya diperbaiki dimulai dari aparat penegak hukum yang terkait dalam masalah ini.

(3) Pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan

Masyarakat (nelayan) yang terindikasi sebagai pelaku penangkapan ikan dengan merusak lingkungan memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan tentang pentingnya ekosistem terumbu karang terbatas. Dengan pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan tersebut dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, workshop, studi banding dapat lebih ditingkatkan sehingga masyarakat dapat memahami pentingnya ekosistim lingkungan bagi kesejahteraan manusia.

(4) Pengaturan waktu, jumlah ukuran, dan wilayah tangkap

Dibeberapa daerah lokasi pengaturan waktu, jumlah, ukuran, dan wilayah tangkap sudah dikembangkan. Namun, di beberapa daerah lain mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya penelitian/kajian aspek dari terumbu karang dan komunitas masyarakat pesisir (nelayan) serta sumberdaya manusia pelaksana maupun pelaku kebijakan yang masih terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Willkinson dan Buddemeier, diacu dalam Hartati 2005, besarnya kerusakkan terumbu karang berdampak buruk terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya dari orang-orang yang hidup secara harmonis dan bergantung pada ekosistem tersebut untuk kebutuhan rekreasi, pengamanan, material dan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa, kegiatan-kegiatan yang sifatnya merusak lingkungan perairan seperti penggunaan bom akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan.

Penggunaan bom ikan melanggar undang-undang khususnya pasal 84 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Faktor undang-undang bersifat mendukung (dengan adanya UU No. 311 tahun 2004). Faktor sarana dan prasarana bersifat menghambat karena terbatasnya sarana dan prasarana yang ada. Faktor penegak hukum menjadi penghambat karena adanya laporan mengenai keterlibatan anggota dalam menampung ikan hasil dari tangkapan dengan menggunakan bom ikan. Faktor masyarakat bersifat menghambat karena masih menempuh jalan pintas yang melanggar hukum, sedangkan masyarakat non pelaku kurang

diberdayakan oleh jajaran kepolisian Faktor budaya menjadi pendukung karena tidak membenarkan adanya upaya pengrusakan lingkungan yang diakibatkan penggunaan bom ikan. http://125.161.190.253/lontar//file?file=digital/skripsi/47-07-142.pdf

Sangat ironis, bahwa sebagian besar nelayan kita masih hidup dalam kemiskinan. Sementara itu stok ikan semakin menipis, penangkapan ikan dengan cara-cara destruktif seperti penggunaan bom dan racun sianida masih banyak terjadi dimana-mana, ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove telah banyak yang mengalami kerusakan, dan pencemaran telah melanda perairan pesisir yang mengancam keberlanjutan usaha perikanan. Perikanan liar atau pencurian ikan oleh nelayan asing juga belum dapat dikendalikan secukupnya. Selain itu, aspek hukum dan penegakan hukum di laut juga masih menghadapi berbagai kendala. Kesemua ini mengindikasikan diperlukannya pola perikanan yang kuat. (Marhaeni.R.S, 2010).

Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (bom) dan racun (cyanida) sangat jarang dilaporkan oleh masyarakat kepada instansi terkait mengingat kegiatan tersebut dilakukan di area laut yang jarang dilalui oleh transportasi laut, sedangkan nelayan sendiri sangat kecil kemungkinannya untuk melaporkan kepada sesama nelayan. Luasnya area laut yang harus diawasi dan terbatasnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan penanggulangan penggunaan bom ikan. Oleh sebab itu dalam penanggulangan masalah ini, penyidik sebagai salah satu garda terdepan harus bertindak proaktif dengan tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat atau hanya melakukan patroli secara terbatas tetapi dengan menerapkan teknik-teknik penyelidikan yang efektif dan murah. Langkah-langkah efektif dimaksud meliputi:

(1) Melakukan identifikasi terhadap karakteristik (ciri khas) perahu/kapal yang digunakan dalam pengeboman ikan. Kapal yang digunakan untuk kegiatan ini umumnya mempunyai wadah tertutup yang kedap air dan diisi dengan es dalam jumlah banyak yang fungsinya untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan;

(2) Melakukan identifikasi terhadap alat-alat pendukung yang biasa dibawa oleh kapal/perahu pelaku pengeboman ikan. Selain menggunakan

kapal/perahu dengan rancangan khusus, para pelaku juga membawa peralatan tambahan seperti: jarring, pancing dan lain-lain untuk penyamaran. Kapal ini juga dilengkapi dengan kompresor tabung udara yang natinya digunakan untuk penyelaman untuk mengumpulkan hasil tangkapan;

(3) Melakukan pemeriksaan/sampling berkala trehadap hasil tangkapan Sampling ikan mati dapat dilakukan di perahu/kapal nelayan yang sementara menangkap atau membawa ikan pada tempat-tempat ikan didaratkan seperti tempat pendaratan ikan (TPI), atau pelabuhan pendaratan ikan (PPI);

(4) Menelusuri jaringan pelaku pengeboman ikan dan jaringan pengedar bahan berbahaya. Apabila terbukti ikan-ikan yang disampling tersebut terbukti ditangkap dengan menggunakan bom ikan maka penyidik dapat menelusuri jaringan pelaku dengan melakukan pengusutan secara berantai mulai dari pemilik terakhir ikan yang disita oleh penyidik (ikan yang disampling).

Mengembangkan mata pencaharian alternatif di Kecamatan Kao Utara merupakan hal yang perlu dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa sumberdaya pesisir secara umum dan sumberdaya perikanan tangkap secara khusus telah banyak mengalami tekanan dan degradasi. Namun salah satu alasan yang mendasar dan perlu dikaji yaitu status sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka. Menanggapi hal ini maka pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan merupakan suatu keharusan yang perlu dilakukan. Pengembangan mata pencaharian bukan saja dalam bidang perikanan seperti pengolahan, pemasaran, budidaya perikanan tetapi patut diarahkan ke bidang non perikanan (Nikijuluw V.P.H, 2007). Selanjutnya ditambahkan oleh Smith (1983) beragumentasi bahwa bila kondisi akses terbuka masih terjadi maka apapun kesejahteraan yang dilakukan baik pada kegiatan penangkapan ikan maupun pada kegiatan yang berkaitan seperti pengolahan dan pemasaran ikan tidak akan memberikan hasil peningkatan kesejahteraan nelayan

Degradasi terumbu karang di perairan pesisir disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, di antaranya pemanfaatan ekosistem terumbu karang sebagai

sumber pangan (ikan-ikan karang), sumber bahan bangunan (galian karang), komoditas perdagangan (ikan hias), dan obyek wisata (keindahan dan keanekaragaman hayati). Degradasi terumbu karang akibat pemanfaatannya sebagai sumber pangan maupun ikan hias sebagian besar dikarenakan oleh penggunaan bahan peledak, tablet potas dan sianida. Kenyataan ini dapat dijumpai di banyak lokasi terumbu karang, berupa karang-karang yang rusak secara fisik dalam formasi berbentuk cekungan. Selain itu degradasi terumbu karang terjadi sebagai akibat kegiatan penambangan/penggalian karang untuk kepentingan konstruksi jalan atau bangunan

Selanjutnya ditambahkan oleh Monintja (2001) bahwa pengelolaan perikanan tangkap yang sukses haruslah menunjukkan karakteristik usaha penangkapan yang berkelanjutan :

(1) Proses penangkapan ramah lingkungan, yaitu : hasil tangkapan sampingan (by catch minimum), hasil tangkapan terbuang minim, tidak membahayakan keanekaragaman hayati, tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi, tidak membahayakan habitat, tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target, tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan, dan memenuhi ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries

(2) Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap) (3) Pasar (buyers) tetap/terjamin

(4) Usaha penangkapan masih menguntungkan (5) Tidak menimbulkan friksi sosial

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah:

(1) Alasan utama nelayan menggunakan bom dalam kegiatan penangkapan ikan di Kecamatan Kao utara adalah untuk meningkatkan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan menggunakan bom di Kecamatan Kao Utara adalah pengalaman merakit dan menggunakan bom yang tinggi, dan mudahnya memperoleh bahan pembuatan bom ikan. (3) Tingkat pendidikan nelayan yang semakin tinggi berpengaruh nyata

terhadap berkurangnya penggunaan bom dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan Kecamatan Kao Utara.

6.2 Saran

Beberapa hal yang perlu disarankan pada penelitian ini adalah :

(1) Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara, perlu melakukan penegasan dalam bentuk peraturan daerah, dan melakukan koordinasi di antara stakeholders terkait dalam pengawasan areal perairan

(2) Program wajib belajar 9 tahun perlu ditingkatkan, untuk memperkecil jumlah anggota masyarakat yang tidak bersekolah dan sekaligus untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pengeboman ikan.

(3) Upaya menumbuhkan kesadaran nelayan atas dampak yang timbul dari penggunaan alat penangkapan ikan destruktif perlu diimbangi dengan melibatkan mereka dalam kegiatan menjaga kelestarian lingkungannya sendiri.

(4) Penggunaan bom ikan dalam aktifitas penangkapan ikan di perairan, dapat mengancam kelestarian lingkungan laut, sehingga semua stakeholders perlu disadarkan untuk tidak menggunakan bom dalam kegiatan penangkapan ikan.