• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

BAB IV PEMBAHASAN

4.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Pakai

a. Pemilihan

Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dilakukan sesuai dengan Permenkes No. 58 tahun 2014. Seleksi sediaan farmasi di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ditentukan oleh TFT, pemilihan obat mengacu pada Formularium Nasional, formularium Rumah Sakit dan E-Katalog.

b. Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh merupakan proses kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat. Perencanaan ini menggunakan metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi dari data yang diperoleh pada penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai periode

sebelumnya.

c. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi di RSUD dr. Zainoel Abidin merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui serta dilaksanakan sesuai kebijakan Rumah Sakit.

i. Pembelian, metode pembelian meliputi penunjukan langsung dan

E-Katalog.

ii. Sumbangan/ droping/ hibah biasanya untuk obat HIV/ AIDS.

d.Penerimaan

Prosedur penerimaan perbekalan farmasi di RSUD dr. Zainoel Abidin

adalah sebagai berikut:

i. Tim penerima barang memeriksa kesesuaian surat pesanan dengan

faktur yang meliputi:

a)Nama, satuan, jumlah, jenis dan bentuk sediaan

b)Kondisi fisik.

c)Tanggal kadaluarsa.

ii. Bila telah memenuhi syarat, barang akan diterima oleh tim penerima

barang farmasi kemudian diserahkan kepada petugas

penanggungjawab untuk masing-masing barang.

iii. Bila tidak memenuhi syarat barang tersebut dikembalikan ke supplier

untuk diganti.

iv. Penanggung jawab masing-masing barang melakukan pencatatan di

v. Apoteker penanggung jawab akan merekapitulasi stok yang telah

dibuat oleh masing-masing penanggungjawab.

e. Penyimpanan

Setelah dilakukan penerimaan di instalasi farmasi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai disimpan di gudang farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi sesuai dengan persyaratan untuk menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang disusun berdasarkan:

i. Bentuk sediaan ii. Alfabetis.

iii. FIFO (First In First Out) dan FEFO (First expired First Out), dimana barang yang baru diterima disimpan di bagian belakang dari barang yang diterima sebelumnya, dan sistem FEFO yang berdasarkan tanggal kadaluarsa barang.

iv. Penyimpanan perbekalan farmasi sesuai dengan suhu. Untuk sediaan

yang termolabil disimpan dalam lemari pendingin disertai alat pengukur suhu (suhu 2–8 °C). sedangkan sediaan yang stabil pada suhu ruangan disimpan pada rak penyimpanan disertai alat pengukur suhu dan kelembaban.

v. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan

terkunci.

vi. Penyimpanan obat-obat kemoterapi, hemofili, dan obat HIV/AIDS

vii. Obat-obat yang perlu diwaspadai “High Alert” contohnya larutan

pekat MgSO4 40 %, NaCl 3% diberi tanda High Alert dan obat LASA

seperti injeksi ephinefrin dan ephedrin diberi tanda “LASA” pada

tempat penyimpanannya. Penyimpanan obat High Alert di gudang

farmasi belum dipisahkan dengan obat lainnya, namun diberi tanda khusus pada tempat penyimpanannya.

f. Pendistribusian

RSUD dr. Zainoel Abidin dalam memberikan pelayanan kefarmasian menerapkan sistem distribusi desentralisasi. Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan yang disebut depo farmasi.

Depo farmasi tersebar di beberapa tempat sehingga memudahkan bagi pasien untuk memperoleh kebutuhan obat dan BMHP. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektifitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi, dimana pada masing-masing depo farmasi mempunyai seorang Apoteker penanggung jawab.

i. Pendistribusian dimulai dari gudang farmasi ke depo-depo farmasi dan ruang rawat inap serta instalasi lainnya.

a)Depo Farmasi Terpadu 24 jam

Petugas farmasi di depo farmasi 24 jam membuat permintaan barang (obat dan BMHP) setiap seminggu 2 kali. Petugas gudang farmasi menyiapkan barang sesuai dengan permintaan. Obat dan BMHP disimpan sesuai dengan persyaratan yaitu berdasarkan bentuk sediaan, abjad, FEFO atau FIFO, dan berdasarkan suhu. Narkotik dan

psikotropik disimpan dalam lemari terkunci, obat dengan nama yang sama dan memiliki dosis berbeda dan obat LASA diletakkan berjauhan untuk mencegah terjadinya medication error.

Depo farmasi terpadu 24 jam menerapkan sistem distribusi resep perseorangan untuk pasien rawat jalan, selain itu depo farmasi terpadu 24 jam diluar jam kerja juga melakukan pelayanan resep obat

secara One Day Dose Dispensing (ODDD) untuk pasien rawat inap.

Obat dan BMHP diserahkan kepada pasien berdasarkan resep Dokter. Resep pasien rawat jalan dibedakan berdasarkan kronis dan tidaknya penyakit. Perbedaan ini berdasarkan jumlah obat yang didapatkan pasien, untuk pasien dengan penyakit kronis biasanya Dokter meresepkan jumlah obat untuk 30 hari pemakaian, sedangkan untuk pasien biasa Dokter meresepkan obat tidak lebih dari 10 hari pemakaian.

Depo farmasi terpadu 24 jam melayani pasien rawat jalan yang datang ke poliklinik RSUD dr. Zainoel Abidin, setelah selesai pemeriksaan di poliklinik dan pasien mendapatkan resep dari Dokter, selanjutnya pasien membawa resep ke depo farmasi terpadu, kemudian pasien diberi nomor antrian dan nomor antrian tersebut juga dicatat pada lembaran resep. Pemberian nomor antrian bertujuan untuk menghindari kesalahan pemberian obat kepada pasien karena jumlah pasien rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin ± 700 orang setiap harinya. Setelah obat disiapkan sesuai resep, obat diserahkan kepada pasien beserta informasi yang diperlukan.

Pencatatan obat yang digunakan oleh pasien rawat jalan dengan penyakit kronis (hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan pembuluh) dan non-kronis dilakukan secara komputerisasi, hal ini dapat mencegah pemberian obat yang berulang untuk pasien dengan penyakit kronis dalam bulan yang sama.

Depo farmasi terpadu 24 jam hanya melayani pasien rawat inap diluar jam kerja. Pemberian obat dan alat kesehatan kepada pasien rawat inap berdasarkan resep Dokter dan ODDD. Setiap obat yang diberikan dicatat pada map pasien, hal ini dilakukan untuk menghindari pemberian obat yang berulang pada hari yang sama karena pasien kemungkinan mendapat obat yang sama dari Dokter yang berbeda.

b) Depo Farmasi Anak dan Kebidanan

Petugas farmasi di depo Farmasi Anak dan Kebidanan membuat permintaan barang (obat dan BMHP) setiap seminggu sekali. Petugas gudang farmasi menyiapkan barang sesuai dengan permintaan. Obat dan BMHP disimpan sesuai dengan persyaratan yaitu berdasarkan bentuk sediaan, abjad, FEFO atau FIFO, dan berdasarkan suhu, Narkotik dan psikotropik disimpan dalam lemari terkunci, obat dengan nama yang sama dan memiliki dosis berbeda dan obat LASA diletakkan berjauhan untuk mencegah terjadinya medication error.

Suhu merupakan faktor terpenting karena pada umumnya obat bersifat termolabil (mudah rusak atau berubah karena panas) maka

harus diperhatikan cara dan tempat penyimpanannya. Contoh obat-obat termolabil seperti suppositoria. Penyimpanan suppositoria di Depo Farmasi Anak dan Kebidanan yang seharusnya disimpan di dalam lemari pendingin, disimpan pada suhu kamar karena di Depo Farmasi Anak dan Kebidanan tidak terdapat lemari pendingin. Sebaiknya untuk menjaga stabilitas obat, disediakan lemari pendingin di depo Farmasi Anak dan Kebidanan.

Depo Farmasi Anak dan Kebidanan menerapkan sistem distribusi ODDD pada pasien sesuai dengan resep Dokter, sedangkan BMHP dan cairan infus dilakukan secara Floor stock di ruangan dan diperiksa jumlah setiap harinya. Sistem distribusi ODDD hanya dilakukan untuk sediaan injeksi, sedangkan untuk obat oral disiapkan untuk tiga hari pemakaian. Penerapan sistem ODDD bertujuan untuk mengurangi resiko kehilangan obat dan memudahkan Apoteker untuk mengontrol jumlah obat yang digunakan pasien sehingga penggunaan obat yang rasional dan efektif dapat dicapai.

c)Depo Farmasi Paru, Jantung dan saraf

Petugas farmasi di depo Farmasi Paru, Jantung dan saraf membuat permintaan barang (obat dan BMHP) setiap seminggu sekali. Petugas gudang farmasi menyiapkan barang sesuai dengan permintaan. Obat dan BMHP disimpan sesuai dengan persyaratan yaitu berdasarkan bentuk sediaan, abjad, FEFO atau FIFO, dan berdasarkan suhu, narkotik dan psikotropik disimpan dalam lemari terkunci. Obat dengan nama yang sama dan memiliki dosis berbeda

tidak diletakkan berjauhan yang dapat menyebabkan terjadinya medication error, hal ini kemungkinan terjadi karena ruangan depo farmasi yang sempit dengan jumlah obat yang banyak.

Obat-obat seperti suppositoria, insulin dan obat lainnya yang seharusnya disimpan di dalam lemari pendingin, disimpan pada suhu kamar karena di depo farmasi paru, jantung, dan saraf tidak terdapat lemari pendingin. Sebaiknya untuk menjaga stabilitas obat, disediakan lemari pendingin di depo farmasi paru, jantung, dan saraf.

Depo Farmasi Paru, Jantung dan saraf menerapkan sistem distribusi ODDD pada pasien sesuai dengan resep Dokter, sedangkan BMHP dan cairan infus dilakukan secara Floor stock di ruangan dan diperiksa jumlah setiap harinya. Sistem distribusi ODDD hanya dilakukan untuk sediaan injeksi, sedangkan untuk obat oral disiapkan untuk tiga hari pemakaian.

Petugas depo farmasi melakukan pengecekan terhadap BMHP dan cairan infus di ruang rawat setiap pagi, dan menambahkannya jika

diperlukan. Setelah Dokter melakukan visite dan membuat resep,

petugas depo farmasi mengambil resep di ruang rawat beserta tempat untuk meletakkan obat oral pasien. Setiap pasien yang masuk ke ruang rawat inap disediakan tempat untuk meletakkan obat oral yang diberi label nama, kamar, dan nomor tempat tidur pasien. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat oleh perawat.

Petugas depo farmasi menyiapkan obat sesuai resep Dokter dan ODDD. Penerapan sistem ODDD bertujuan untuk mengurangi

resiko kehilangan obat karena Apoteker dapat mengontrol jumlah obat yang digunakan pasien sehingga penggunaan obat rasional dan efektif dapat dicapai.

d) Depo Farmasi Ruang Rawat Bedah

Depo Farmasi Ruang Rawat Bedah yang bertanggungjawab dalam menyediakan sediaan farmasi terhadap ruangan Jeumpa 1, Jeumpa 2, dan Jeumpa 3. Petugas farmasi di Depo Farmasi Ruang Rawat Bedah membuat permintaan barang (obat dan BMHP) setiap seminggu sekali. Petugas gudang farmasi menyiapkan barang sesuai dengan permintaan. Obat dan BMHP disimpan sesuai dengan persyaratan yaitu berdasarkan bentuk sediaan, abjad, FEFO atau FIFO, dan berdasarkan suhu, Narkotik dan psikotropik disimpan dalam lemari terkunci. Obat dengan nama yang sama dan memiliki dosis berbeda tidak diletakkan berjauhan yang dapat menyebabkan

terjadinya medication error, hal ini kemungkinan terjadi karena

ruangan depo farmasi yang sempit dengan jumlah obat yang banyak. Suhu merupakan faktor terpenting karena pada umumnya obat bersifat termolabil (mudah rusak atau berubah karena panas) maka harus diperhatikan cara dan tempat penyimpanannya. Contoh obat-obat termolabil seperti suppositoria, insulin dan obat-obat lainnya. Penyimpanan suppositoria dan insulin di Depo Farmasi Ruang Rawat Bedah yang seharusnya disimpan di dalam lemari pendingin, disimpan pada suhu kamar karena di Depo Farmasi Ruang Rawat Bedah tidak

terdapat lemari pendingin. Sebaiknya untuk menjaga stabilitas obat, disediakan lemari pendingin di depo Farmasi Ruang Rawat Bedah.

Depo Farmasi Ruang Rawat Bedah menerapkan sistem distribusi ODDD pada pasien sesuai dengan resep Dokter, sedangkan BMHP dan cairan infus dilakukan secara Floor stock di ruangan dan diperiksa jumlah setiap harinya. Sistem distribusi ODDD hanya dilakukan untuk sediaan injeksi, sedangkan untuk obat oral disiapkan untuk tiga hari pemakaian.

Petugas depo farmasi melakukan pengecekan terhadap BMHP dan cairan infus di ruang rawat setiap pagi, dan menambahkannya jika

diperlukan. Setelah Dokter melakukan visite dan membuat resep,

petugas depo farmasi mengambil resep di ruang rawat beserta tempat untuk meletakkan obat oral pasien. Setiap pasien yang masuk ke ruang rawat inap disediakan tempat untuk meletakkan obat oral yang telah diberi label nama, kamar, dan nomor tempat tidur pasien. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat oleh perawat.

Petugas depo farmasi menyiapkan obat sesuai dengan resep Dokter dan berdasarkan sistem ODDD. Penerapan sistem ODDD bertujuan untuk mengurangi resiko kehilangan obat karena Apoteker dapat mengontrol jumlah obat yang digunakan pasien sehingga penggunaan obat yang rasional dan efektif dapat dicapai.

Depo Farmasi IBS bertanggungjawab dalam menyediakan sediaan farmasi terhadap pasien yang akan dioperasi. Petugas farmasi di Depo Farmasi IBS membuat permintaan barang (obat dan BMHP) setiap seminggu sekali. Petugas gudang farmasi menyiapkan barang sesuai dengan permintaan. Obat dan BMHP disimpan sesuai dengan persyaratan yaitu berdasarkan bentuk sediaan, abjad, FEFO atau FIFO, dan berdasarkan suhu, narkotik dan psikotropik disimpan dalam lemari terkunci.

Depo Farmasi IBS menyediakan obat dan BMHP yang diperlukan pada saat operasi. Obat dan BMHP yang dibutuhkan disiapkan sehari sebelum opersi dilaksanakan (berdasarkan jadwal operasi). IBS melayani 8 kamar operasi pada hari kerja dan 2 kamar operasi pada hari libur.

f) Depo Farmasi IGD (Instalasi Gawat Darurat)

Depo Farmasi IGD yang bertanggungjawab dalam menyediakan sediaan farmasi terhadap pasien di IGD. Depo Farmasi IGD membuat permintaan barang (obat dan BMHP) setiap seminggu dua kali. Petugas gudang farmasi menyiapkan barang sesuai dengan permintaan. Obat dan BMHP disimpan sesuai dengan persyaratan yaitu berdasarkan bentuk sediaan, abjad, FEFO atau FIFO, dan berdasarkan suhu, narkotik dan psikotropik disimpan dalam lemari terkunci. Obat dengan nama yang sama dan memiliki dosis berbeda tidak diletakkan berjauhan yang dapat menyebabkan terjadinya

medication error, hal ini kemungkinan terjadi karena ruangan depo farmasi yang sempit dengan jumlah obat yang banyak.

Depo Farmasi IGD menerapkan sistem distribusi ODDD pada pasien sesuai dengan resep Dokter, sedangkan BMHP dan cairan infus dilakukan secara Floor stock di ruangan dan diperiksa jumlah setiap harinya. Sistem distribusi ODDD hanya dilakukan untuk sediaan injeksi, sedangkan untuk obat oral disiapkan untuk tiga hari pemakaian.

Petugas depo farmasi melakukan pengecekan terhadap BMHP dan cairan infus di ruang rawat setiap pagi, dan menambahkannya jika diperlukan. Pemeriksaan rutin juga dilakukan terhadap troly emergency yang berisi airway, breathing, circulation, dan drugs. Pasien yang masuk ke IGD menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mengurus jaminan BPJS. Jika jaminan belum diurus, maka untuk mengambil obat harus membawa fotokopi KTP atau Kartu keluarga (KK). Sebelum mendapatkan kamar di ruang rawat inap, maka pasien dirawat di intermediate ward (IW), ruangan anak, Bedah, non bedah dan resus sampai tersedia ruang rawat inap. Selama dirawat di IGD pasien mendapatkan perawatan yang intensif dari Dokter.

Dokter melakukan visite setiap hari, setelah Dokter melakukan visite dan membuat resep, petugas depo farmasi mengambil resep di ruang rawat IGD dan menyiapkan obat sesuai resep. Depo farmasi IGD melakukan pemisahan terhadap obat oral dan obat injeksi. Obat

oral yang telah disiapkan untuk pemakaian 3 hari, langsung diserahkan kepada pasien beserta informasi yang diperlukan, sedangkan untuk obat injeksi diserahkan kepada perawat IGD. Penyiapan obat injeksi tidak dilakukan berdasarkan SOP, obat injeksi diletakkan dalam satu tempat untuk semua pasien tanpa tulisan nama dan nomor tempat tidur pasien, hal ini dapat menyebabkan terjadinya medication error, namun kejadian medication error ini dapat dicegah oleh perawat yang memberikan obat kepada pasien, perawat melakukan pengecekan status pasien setiap akan memberikan obat.

g)Depo Farmasi Kemoterapi

Depo farmasi kemoterapi bertanggungjawab dalam

menyediakan sediaan farmasi terhadap pasien kanker. Petugas depo farmasi kemoterapi menyiapkan obat sesuai dengan resep Dokter, dilakukan persiklus berdasarkan protokol kemoterapi dan perhitungan dosis obat berdasarkan BSA pasien.

Ruangan untuk peracikan obat kemoterapi di RSUD dr. Zainoel Abidin belum memenuhi persyaratan aseptis. Ruangan peracikan bersudut, dinding tidak dilapisi epoxy, tekanan udara tidak diatur, dan jumlah partikel dalam ruang yang tidak diatur. Ruang ganti dan ruang peracikan tidak terpisah, masih dilakukan dalam satu ruangan. Persyaratan ruang aseptis diantaranya ruang tidak ada sudut dan siku, dinding terbuat dari epoxy, tekanan udara di atur, partikel udara sangat dibatasi, kelas: 100, 1000, dan 10000 partikel/liter dan adanya HEPA filter.

Peracikan obat kemoterapi dilakukan dalam LAF (Laminar Air Flow) Kabinet. LAF cabinet merupakan sebuah kotak yang dilengkapi dengan blower dan lampu UV yang berfungsi untuk mensterilkan ruangan laminar. LAF di depo farmasi kemoterapi tidak dilengkapi dengan lampu ultraviolet sehingga LAF cabinet harus disterilkan secara manual.

Prosedur kerja di ruang pencampuran kemoterapi RSUD dr. Zainoel Abidin:

- Petugas depo farmasi kemoterapi masuk ke ruangan peracikan

kemudian menyalakan lampu ruangan.

- Melepaskan jam tangan serta barang lain yang melekat pada

tangan, kemudian cuci tangan dengan sabun antiseptik sampai bersih.

- Petugas pencampuran obat kanker kemudian memakai alat

pelindung khusus yaitu: baju pelindung, topi, masker, sarung tangan, masker, dan sarung tangan.

- Gunakan desinfektan untuk kotak aseptis dengan menyemprotkan

alkohol 70% ke seluruh permukaan dalam kotak aseptis tersebut, kemudian nyalakan Laminar Air Flow (LAF) sesuai dengan protap yang telah ditentukan.

- Pasang alas kemoterapi pada meja tempat mencampur obat kanker,

mengambil alat kesehatan dan bahan obat yang telah diberi etiket kemudian meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas meja BSC.

- Pencampuran obat kanker dilakukan secara aseptis, setelah selesai

melakukan pencampuran, matikan LAF, kotak tersebut

dibersihkan, lalu alas kemoterapi bekas dibersihkan dengan menyemprot alkohol 70%.

- Tuliskan jam selesainya obat tersebut dicampur pada etiket.

- Lepaskan alat pelindung diri, sampah-sampah dimasukkan dalam

tong sampah medis, tong sampah biasa untuk tempat pembuangan sampah yang tidak berbahaya.

- Matikan lampu penerang

- Tutup pintu, kemudian mengantar obat yang telah dicampur ke

ruangan pasien.

Semua depo farmasi menerapkan sistem distribusi ODDD pada pasien sesuai dengan resep Dokter, sedangkan BMHP dan cairan infus dilakukan secara Floor stock di ruangan dan diperiksa jumlah setiap harinya. Sistem ODDD hanya dilakukan untuk sediaan injeksi, sedangkan untuk obat oral disiapkan untuk tiga hari pemakaian. Menurut Siregar (2004) sistem ODDD merupakan cara pemberian obat kepada pasien yang disiapkan untuk sehari pemakaian. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak terjadi pemborosan obat, tidak ada kehilangan obat atau alat yang tidak dipakai di ruangan, menciptakan pengawasan ganda oleh Apoteker dan perawat, kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada, serta obat yang tidak digunakan dikembalikan ke depo farmasi.

Sistem ODDD belum dilaksanakan sepenuhnya oleh semua depo farmasi, hal ini disebabkan kurangnya tingkat kepatuhan dari petugas depo farmasi dalam menjalankan tugasnya karena kurangnya pengawasan dari Apoteker

penanggungjawab depo farmasi. Sehingga keuntungan dari sistem ODDD tidak

didapatkan sepenuhnya. Namun sistem pemberian obat oral untuk 3 hari juga

memberikan keuntungan diantaranya menghindari ketidakterbacaan nama dan dosis obat yang diberikan sekali sehari satu tablet atau sekali sehari setengah tablet.

ii. Pendistribusian dari gudang farmasi ke ruang rawat inap dan instalasi lainnya.

a)Ruang rawat inap

Petugas gudang farmasi setiap sebulan sekali melakukan amprahan (floor stock) alat kesehatan dan bahan habis pakai (BHP) seperti kapas, masker, dan BHP lainnya ke ruang rawat inap sesuai dengan permintaan barang dari ruangan rawat inap tersebut.

b)Instalasi lainnya

Petugas gudang farmasi setiap sebulan sekali melakukan pendistribusian bahan medis habis pakai ke instalasi lain seperti IPSL, IPS, gizi, Administrasi, Laundry dan CSSD sesuai dengan permintaan barang dari ruangan instalasi tersebut tersebut.

g.Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas dan keamanan pasien, meningkatkan efisiensi pelayanan kepuasan pelanggan, menurunkan keluhan unit kerja dan memberikan feed back kepada unit pelayanan farmasi yang membuat laporan. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi;

berperan aktif dalam TFT dari data rekapitulasi laporan peresepan yang mengacu pedoman perencanaan sesuai dengan formularium;

ii. Perencanaan perbekalan farmasi mengacu kepada pedoman

perencanaan perbekalan farmasi yaitu formularium;

iii. Pengadaan yang meliputi pembelian langsung kepada distributor

dengan evaluasi terhadap supplier mengenai kesediaan dan respon time.

iv. Penyimpanan dengan sistem FIFO dan FEFO, merupakan kegiatan

pengaturan perbekalan farmasi menurut penerimaan tanggal expire date dan penyimpanan juga dapat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan.

v. Pendistribusian dengan sistem ODDD untuk pasien rawat inap yang

dirancang atas dasar kemudahan pasien, resep perseorangan untuk rawat jalan dan pengukuran respon time untuk seluruh pasien (rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat)

4.1.2 Pelayanan Farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik yang telah dijalankan di RSUD dr. Zainoel Abidin meliputi :

a. Melakukan pengkajian dan pelayanan resep atau permintaan obat. b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat;

d.Memberikan pelayanan informasi penggunaan obat berdasarkan Resep

seperti yang dilakukan di apotek terpadu 24 jam, rawat inap, dan depo-depo farmasi yang lain.

e. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain. Hal ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Apoteker karena keterbatasan jumlah Apoteker di Rumah Sakit.

f. Memberikan konseling pada pasien dan / atau keluarganya; g.Melaksanakan penanganan sediaan sitostatika.

Kegiatan farmasi klinis yang belum dijalankan, adalah sebagai berikut:

Dokumen terkait