BAB I : PENDAHULUAN
C. Pengelolaan PT Terbuka
Pengelolaan PT Terbuka merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik mungkin untuk menggerakkan roda perusahaan secara efektif yang tergambar dalam kerangka tata kelola perusahaan. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan undang-undang sebelumnya tahun 1995 merupakan undang-undang yang lebih komprehensif dalam mengakomodasi dan menjabarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (good corporate governance) dengan mengatur kesetaraan organ perusahaan yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan Direksi.72
Melihat perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif, tata kelola perusahaan menjadi sangat penting.Good Corporate Governance(yang selanjutnya disebut GCG) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.73
71
Orinton Purba, Op. Cit., hlm 32.
72Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 23-24
73Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per–
01/Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara
tata kelola yang baik. Dalam prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang diterbitkan oleh OECD dinyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus mendorong transparansi dan pasar yang efisien, sejalan dengan peraturan hukum, dan membagi dengan jelas kewajiban dan tanggung jawab di antara otoritas yang menjalankan fungsi pengawasan, pengaturan dan penegakan hukum.74
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per — 01 /Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara menegaskan kerangka kerja tata kelola perusahaan di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip yang ada dalam UU PT. Prinsip-prinsip GCG yang dimaksud dalam Peraturan ini, meliputi:75
1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan
74
Ibid, hlm. 14.
75Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per — 01
/Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara.
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan (stakeholders)yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan.
Prinsip-prinsip GCG diatas sesuai dengan mekanisme pengelolaan yang terdapat dalam UU PT. penjabaran prinsip-prinsip GCG terhadap UU PT sebagai berikut:
1) Transparansi
Transparansi merupakan kepentingan dari para pemegang saham untuk mendapatkan informasi material suatu Perseroan. Hal ini akan berkaitan dengan dua permasalahan,yaitu:76
a. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu Perseroan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham atau calon investor untuk menanamkanmodalnya.
b. Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh direksiPerseroan.
Pemenuhan informasi materialperseroan secaratepat waktu, benar dan teratur yang dapat mempengaruhi pertimbangan para pemegang saham
76Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2006),hlm.74.
dalam pengambilan keputusan, merupakan kewajiban dari Direksi dan atas pengawasan Dewan Komisaris untuk mengungkapkannya (disclosure), kewajiban tersebut terkait dengan prinsip accountability (akuntabilitas) dari Direksi dan Dewan Komisaris. Kewajiban Direksi mengenai pengungkapan informasi Perseroan di dalam UUPT harus dilakukan dalam bentuk laporan tahunan, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) dan (2) UUPT yang menyatakan bahwa:
(1)Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
(2)Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuatsekurang-kurangnya:
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan,laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangantersebut; b. laporan mengenai kegiatanPerseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usahaPerseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; f. nama anggota Direksi dan anggota DewanKomisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang barulampau.
Berkaitan dengan kewajiban Direksi tersebut diatas dalam memberikan laporan tahunan, pada pasal 69 ayat (3)UUPT kembali menitikberatkan pada pemberian informasi mengenai laporan keuangan dengan sanksinya apabila informasi yang diberikan tidak benar atau menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada para pemegang saham mengenai keadaan finansial suatu Perseroan, dimana memberikan jaminan dan kepastian bahwa harta
kekayaan dari para pemegang saham dipergunakan oleh Perseroan sesuai peruntukannya.Begitu juga perlindungan terhadap para pemegang saham dan calon pemegang saham yang cenderung melihat kondisi Perseroan dari laporan keuangan untuk menanamkan uangnya tanpa melihat kondisi Perseroan secaramendalam.
2) Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas berkaitan erat dengan prinsip transparansi, karena dengan prinsip akuntabilitas, segala informasi material yang telah diberikan dapat diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan bahan yang komprehensif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja suatu Perseroan.Prinsip ini juga turut mendukung keberadaan doktrin fiduciary duties yang pada dasarnya memberikan konsep normatif mengenai wewenang dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan, sehingga doktrin tersebut dapat diimplementasikan secarakonkret.77
3) Pertanggungjawaban
Doktrin dari fiduciary duties dimaksud adalah berkaitan dengan tugas kepercayaan yang diberikan oleh Perseroan dalam melakukan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan itu sendiri, dimana Direksi dalam melaksanakan fiduciary duties-nya dituntut untuk bertindak denganasas duty of good faith,dan duty of disclousure.
Prinsip responsibility merupakan perwujudan dari tanggung jawab
77Hindarmojo Hinuri, ed., The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan
Implementasi pada Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia (Jakarta: Yayasan pendidikan Pasar Modal Indonesia & Sinergy Communication, 2002), hlm.78.
suatu Perseroan untuk mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara asalnya atau tempatnya berdomisili secara konsekuen.Termasuk peraturan di bidang lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan, perpajakan, perlindungan konsumen dan sebagainya, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di tiap- tiapNegara.78
(1)Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial danLingkungan.
Pertanggungjawaban Perseroan dalam mematuhi peraturan perundang-undangan merupakan kerangka dari tata kelola Perseroan yang baik yaitu sebagai wujud dari hukum itu ditegakkan atau dipatuhi. Dengan dipatuhinya semua peraturan perundang- undangan yang berlaku oleh Perseroan akan memberikan citra positif bagi suatu Perseroan, baik di mata pemerintah maupun di mata masyarakat luas. Sedangkan bagi pemegang saham akan berdampak pada nilai dari saham itu sendiri dan memberikan kepastian mengenai kelanjutan usaha Perseroan (corporate sustainability), begitu juga dengan calon investor mempunyai alasan yang kuat untuk menanamkanmodalnya.
Pertanggungjawaban Perseroan pada masyarakat dan lingkungan, merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen, pertanggungjawaban tersebut telah diatur dalam Pasal 74 UUPT yang menyatakan bahwa:
78Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT (Jakarta:
(2)Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3)Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan PeraturanPemerintah.
4) Kemandirian
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana Perseroan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yangsehat.79Independensi atau kemandirian fungsi masing- masing Organ Perseroan di dalam Perseroan, merupakan suatu hal yang sangat krusial untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi Perseroan begitu juga pemegang saham. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di dalam prinsip accountability (akuntabilitas), dimana self dealing sebagai bagian dari benturan kepentingan dapat dicegah dengan memberiakn kewajiban bagi Direksi dan Dewan Komisaris maupun keluarganya melaporkan kepemilikansahamnya.80
Selain itu juga dalam menjaga kemandirian masing fungsi
79Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
KonteksIndonesia,edisikedua.(Jakarta:RayIndonesia,2006),hlm.13.
Organ Perseroan, yaitu diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
5) Kewajaran
Prinsip fairness merupakan keharusan bagi sebuah Perseroan untuk memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham (baik pemegang saham mayoritas atau minoritas, asing atau domestik), sehingga kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedinimungkin.81Fairness diharapkan membuat seluruh asset Perseroan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati) sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan.Pendekkata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil diantara beragam kepentingan dalamperusahaan.82
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif.Syarat itu berupa peraturan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin
81Daniri, Op. Cit, hlm. 71.
adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Diantara litigation abuse ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilandalam mengambil keputusan sehingga pihak yang beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harusdibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harusdibayarkan.83
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.Oleh karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
Adapun prinsip-prinsip tata kelola tersebut pada dasarnya selaras dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Dengan merujuk pada hirarkhi perundang-undangan di Indonesia, prinsip-prinsip tersebut diturunkan secara lebih konkrit di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.
84
83Ibid, hlm. 15.
84Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Coorporate
a. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
b. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
c. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control)secara obyektif dan bertanggung jawab.
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability)perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).85
Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal juga sangat terkait dengan implementasi prinsip-prinsip GCG. Jika UUPT berlaku terhadap seluruh perseroan terbatas yang didirikan, maka terhadap perusahaan public, selain UUPT, berlaku juga peraturan di pasar modal yang mencakup kewajiban- kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan terbuka.86
85Ibid, hlm. 5.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut dengan UUPM) juga memuat peraturan terkait dengan GCG, terutama kaitannya dengan prinsip keterbukaan. Peraturan tersebut dimuat dalam bagian kelima, Pasal 82-84, yaitu mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Benturan Kepentingan, Penawaran Tender, Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.87
Beberapa peraturan Bapepam yang terkait dengan penerapan prinsip GCG, adalah:88
1. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih dahulu.
2. Peratutan Bapepam No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan.
3. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 TENTANG Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
4. Pertauran Bapepam No. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha yang Dilakukan Perusahaan Terbuka.
5. Peraturan Bapepam No. IX.G.1 tentang Pengabungan Usaha dan Peleburan Perusahaan Publik dan Emiten.
6. Peraturan Bapepam No. IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan RUPS. 7. Peraturan Bapepam No. IX.J.1 tentang Pengaturan tentang Pokok-Pokok
Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Eluitas dan Perusahaan Publik.
87Ibid.
8. Peraturan Bapepam No. X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan kepada Publik.
9. Peraturan Bapepam No. X.K.4 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum.
10.Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. 11.Peraturan Bapepam No. IX.F.1 tentang Penawaran Tender.
12.Peraturan Bapepam No. VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Diresi atas Laporan Keuangan.
13.Peraturan Bapepam No. X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang dimohonkan Pernyataan Pailit.
14.Peraturan Bapepam No. IX.1.4 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan. 15.Peraturan Bapepam No. IX.I.6 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten
dan Perusahaan.