• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK RESTORAN

C. Pengelompokan Pajak

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang ada pada akhirnya dapat diberikan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Pajak Pusat terdiri dari :

1. Pajak Penghasilan

2. Pajak Pertambahan Nilai

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah 4. Pajak Bumi dan Bangunan

5. Bea Materai (dalam Mardiasmo 2002 : 1 – 7)

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas :

1. Pajak Provinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi. Pajak provinsi yang berlaku sampai saat ini, terdiri atas :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Pajak Kabupaten/Kota yang berlaku sampai saat ini, terdiri dari :

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C (dalam Kesit Bambang P. 2003 : 72)

D. Pengertian Pajak Restoran

Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Pemungutan pajak restoran ini didasarkan pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas Undang – Undang 34 Tahun 2000

tentang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kebupaten/ kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut suatu daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Restoran yang akan menjadi landasan operasional dalam teknis pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan oleh ketentuan hokum yang jelas dan tepat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar Hukum Pajak Restoran pada suatu kabupaten atau kota adalah :

1. Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Pemerintahan di Daerah

3. Undang – Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

4. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Restoran pada Kabupaten/Kota yang dimaksud.

5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pungutan Pajak Daerah.

6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997 tentang kriteria

Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dan Tata Cara Pembukuan. 8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara

Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 10.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak Restoran. 11.Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga No. 7 Tahun 1976

tentang Pajak Pembangunan I

12.Peraturan Daerah Kota Sibolga No. 11 Tahun 2008 tentang Pembentuka Organisasi Dinas – Dinas Kota Sibolga.

13.Peraturan Walikota No. 188.3.342/24/2008 tentang Tugas Pokok Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga.

14.Peraturan Daerah Kota Sibolga No. 2 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran.

E. Objek, Subjek, dan Wajib Pajak Restoran 1. Objek Pajak Restoran

Yang merupakan Objek Pajak Restoran adalah setiap pembayaran atas pelayanan yang disediakan di restoran / rumah makan. Pelayanan yang dimaksud adalah penjualan makanan dan minuman di tempat, yang disertai dengan fasilitas. Yang termasuk dalam objek Pajak Restoran adalah rumah makan, café, bar, dan sejenisnya.

Pada pajak restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oleh restoran / rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk Objek Pajak, yaitu :

1. Jasa Boga / Catering.

2. Pelayanan tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah, misalnya tidak melebihi batas Rp. 30.000.000 per tahun.

2. Subjek Pajak Restoran

Yang menjadi Subjek Pajak Restoran adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran makanan dan minuman atas pelayanan restoran / rumah makan. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran / rumah makan.

3. Wajib Pajak Restoran

Yang menjadi Wajib Pajak Restoran adalah pengusaha restoran / rumah makan, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang restoran / rumah makan.

Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan pelayanan restoran merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak ).

F. Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Pajak, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran

1. Dasar Pengenaan Pajak Restoran

Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakuka n Restoran / Rumah Makan. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus di bayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pembelian mekanan atau minuman, termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha restoran. Sebagai contoh, misalnya seseorang menikmati hidangan yang disediakan oleh Restoran “JND” dan melakukan pembayaran atas :

Makanan Rp. 100. 000 Minuman Jumlah Rp. 140. 000 Rp. 40. 000 Service Charge 10 % Jumlah Pembayaran Rp. 154. 000 Rp. 14. 000

Pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran sebelum Pajak Restoran, yaitu sebesar Rp. 154. 000

2. Tarif Pajak Restoran

Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen) dan ditetapkan oleh Kabupaten / Kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten / kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi mesing – masing daerah Kabupaten / Kota.

3. Cara Perhitungan Pajak Restoran

Besarnya Pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak Restoran. Secara umum perhitungan Pajak Restoran adalah sesuai dengan rumus berikut :

Besarnya pembayaran yang dilakukan oleh subjek Pajak kepada Restoran “JND” pada poin 1 diatas dan apabila besarnya tarif pajak pada Kota tempat Restoran

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada Restoran

“JND” berlokasi ditetapkan sebesar sepuluh persen, dapaat dihitung besarnya Pajak Restoran yang Terutang, yaitu sebesar : 10 % x Rp. 154. 000 = Rp. 15. 400.

G. Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran

Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek pajak dan retribusin, penentuan besarnya pajak atau retribusi serta pengawasan penyetoran. Pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran adalah :

1. Wajib Pajak Restoran wajib mendaftarkan usahanya pada Dinas Pendapatan Daerah untuk dikukuhkan dan diberikan NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah) selambat – lambatnya 30 (tiga puluh hari) sebelum dimulainya usaha.

2. Setelah Wajib Pajak Restoran dikukuhkan, maka wajib pajak melaksanakan pendaftaran dan pendataan. Kegiatan pendaftaran dan pendataan diawali dengan mempersiapkan dokumen yang diperlukan berupa formulir pendaftaran dan pendataan, kemudian diberikan kepada wajib pajak. Setelah dokumen disampaikan kepada wajib pajak, wajib pajak mengisi formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap, serta mengembalikan kepada petugas pajak. Selanjutnya, petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan yang dikembalikan oleh wajib pajak dalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarkan nomor urut yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan NPWPD.

3. Kemudian Wajib Pajak mengisi SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah). SPTPD diisi dengan jelas dan lengkap dan benarserta ditandatangani oleh wajib pajak dan disampaikan kepada Walikota / Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. SPTPD disampaikan selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak..

4. Berdasarkan SPTPD yang disampaikan wajib pajak dan pendataan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pendapatan, Bupati / Walikota menetapkan pajak restoran yang terutang yang diterbitkan dalam SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). SKPD harus dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya SKPD oleh waib pajak. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati / Walikota dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),Surat Ketetapan Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN).

5. Setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Bupati / Walikota dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). STPD harus dilunasi dalam jangka waktu maksimal 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

6. Pembayaran Pajak Restoran dilakukan wajib pajak dengan menyetorkan pajak ke kas daerah, bank, atau tempat lain yangn ditunjuk oleh Bupati / Walikota dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Namun, dalam

keadaan tertentu Bupati / Walikota atau Pejabat yang dditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak restoran terutang dalam kurun waktu tertentu. Kepada Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak diberikan bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan(dalam Marihot P. Siahaan 2005 : 279 – 285). Secara umum Sistem Pemungut an Pajak, yaitu :

a. Self Assessment System yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutan.

Ciri – cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

b. Official Assessment System yaitu sistem yang memberi wewenang

kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak .

Ciri – cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus.

2. Wajib Pajak bersifat pasif

3. Utang timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus

c. With Holding System yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri – cirinya :

1. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak.

Setiap pajak yang telah dipungut atas Pajak Restoran disetorkan oleh Bendaharawan Daerah ke Kas Daerahnya masing – masing (dalam Mardiasmo 2002 : 7 – 8).

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI DATA

A. Cara Pengenaan Pajak atas Restoran dan Tata Cara yang Dilakukan Dalam Pemungutan atas Pajak Restoran.

Cara Pengenaan Pajak atas Restoran pada Dinas Pengelola Keuangan dan Asset Daerah Kota Sibolga sama halnya dengan teori yaitu 10 % (sepuluh persen) dan tata cara yang dilakukan dalam pemungutan Pajak atas Restoran berdasarkan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat tiga sistem pemungutan yaitu System Self Asessment, System Official Asessment, dan With

Holding System (dalam Marihot P. Siahaan 2005 : 68 – 69). Sedangkan pada Dinas

Pengelola Keuangan dan Asset Daerah Kota Sibolga menggunakan System Official

Assesment.

B. Masalah – Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran di Kota Sibolga.

Masalah – Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran yang ada di Kota Sibolga adalah :

1. Sangat kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak sebagai satu kewajibannya sebagai rakyat Indonesia untuk bersama – sama membangun Kota Sibolga yang berkeinginan untuk membiayai daerahnya secara mandiri.

2. Adanya rasa bangga bagi Wajib Pajak yang ada di Kota Sibolga jika tidak membayar pajak atas usaha yang dibukanya.

3. Adanya tekanan ekonomi yang dialami Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak merasa keberatan atas pajak yang telah ditetapkan 10% .

C. Analisa Data

TABEL TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN DALAM 5 TAHUN ANGGARAN

TAHUN TARGET REALISASI PERSEN (%)

2005 44. 999. 900 60. 621. 352 134, 71 %

2006 80. 011. 250 146. 092 628 182, 59 %

2007 72. 907. 450 100. 352. 201 137, 64 % 2008 75. 000. 000 154. 605. 253 206, 14 % 2009 85. 040. 000 109. 144. 120 128, 40 %

SUMBER : DINAS PENGELOLA KEKAYAAN DAN ASET DAERAH KOTA SIBOLGA

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa :

1. Pada Tahun Anggaran 2005 total realisasi penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 60.621.352,- berada di atas rencana penerimaan dari

pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 44.999.900,- pada akhir Tahun Anggaran, yaitu surplus Rp. 15.621.452,-

2. Pada Tahun Anggaran 2006 total realisasi penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 146.092.628,- berada di atas rencana penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 80.011.250,- pada akhir Tahun Anggaran, yaitu surplus Rp. 66.081.378,-

3. Pada Anggaran Tahun 2007 total realisasi penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 100.352.201,- berada di atas rencana penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 72.907.450,- pada akhir Tahun Anggaran, yaitu surplus Rp. 27.444.751,-

4. Pada Anggaran Tahun 2008 total realisasi penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 154. 605. 253,- berada di atas rencana penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 75.000.000,- pada akhir Tahun Anggaran, yaitu surplus Rp. 79.605.253,-

5. Pada Anggaran Tahun 2009 total realisasi penerimaan dari pembayaran ajak Restoran sebesar Rp. 109. 144. 120,- berada di atas rencana penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran sebesar Rp. 85.040.000,- pada akhir Tahun Anggaran, yaitu surplus Rp. 24.104.120,-

Jadi , kesimpulan yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah :

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa Pajak Restoran Kota Sibolga untuk tahun 2005 sampai dengan 2009 target yang diharapkan melebihi target yang ditetapkan.

Dengan surplusnya penerimaan dari pembayaran Pajak Restoran, berarti kinerja Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga sangat baik mengingat penerimaan yang diperoleh melebihi target yang ditetapkan. Berdasarkan surplusnya penerimaan tersebut, pembangunan di Kota Sibolga dapat terlaksana dan keseimbangan keuangan daerah menjadi lebih baik. Dalam hal ini Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga melakukan intensifikasi pajak untuk lebih meningkatkan penerimaan dari pemungutan Pajak Restoran sehingga keuangan daerah lebih banyak untuk pembangunan dan kesejahteraan pada daerah tesebut.

D. Hambatan – Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran

1. Masih kurangnya kesadaran sebahagian Wajib Pajak

2. Masih adanya keengganan Wajib Pajak untuk mendaftarkan potensi objek pajak secara Riil dan Akurat.

3. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pajak sehingga mempengaruhi kemampuan dalam membayar pajak.

4. Wajib Pajak belum sepenuhnya melaporkan dan membayar pajak sesuai dengan yang dikutip dari subjek pajak.

E. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran

Meskipun Pajak Restoran dapat memberikan kontribusi yang baik bagi pendapatan daerah, namum tidak dipungkiri adanya masalah-masalah yang timbul.

Sedikit atau banyak masalah yang dihadapi harus tetap diperhatikan. Untuk diketahui sejauh mana masalah-masalah tersebut berpengaruh atau berdampak bagi kelangsungan pemungutan Pajak Restoran tersebut.

Berdasarkan pengumpulan data-data yang ada, termasuk diadakannya metode wawancara, ditemukan masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain :

1. Adanya Wajib Pajak yang melakukan tunggakan terhadap pembayaran Pajak Restorannya.

2. Pendataan yang kurang maksimal sehingga Wajib Pajak yang ada masih perlu dilakukan pendataan yang lebih akurat.

3. Tidak sesuai pembayaran pajak yang sudah ditetapkan

F. Upaya – Upaya yang Dilakukan Dalam Peningkatan Penerimaan Pajak Restoran

Upaya mengatasi masalah yang dihadapi dalam Pajak Restoran tersebut, tentu ada langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasinya. Dengan menentukan langkah-langkah untuk mengantisipasinya dapat mengurangi atau memperbaiki masalah-masalah yang terjadi agar tidak terulang lagi untuk kesekian kalinya Karen bisa merugikan bagi sektor Pajak Restoran tersebut. Langkah-langkah yang diambil tersebut dapat diwujudkan dalam melakukan upaya-upaya peningkatan Pajak Restoran tersebut. Adapun upaya - upaya peningkatan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan sosialisasi atau himbauan dalam bentuk reklame mengenai Pajak Restoran

2. Melaksanakan pendataan terhadap Objek Pajak yang ada 3. Melaksanakan pemungutan Pajak Restoran yang lebih efisien

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penyajian yang telah dikemukakan oleh penulis dari hasil data yang diperoleh pada Kantor Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga sebagai akhir dari tulisan ini, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di dalam melaksanakan kewenangan Walikota dibidang pengelola dan pendapat daerah.

2. Sistem yang digunakan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran yang dipakai adalah Official Assessment.

3. Jumlah Pegawai Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga sudah cukup memadai namun masih perlu adanya peningkatan Sumber Daya Manusia.

4. Kontribusi Pajak Restoran terhadap Pendapatan Pemerintah Daerah Kota Sibolga merupakan penerimaan pajak yang cukup besar.

5. Penerimaan yang diperoleh dari Pajak Restoran yang mana digunakan untuk Keuangan Daerah Kota Sibolga melebihi target yang ditetapkan oleh Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga.

B. Saran

Agar pelaksanaan pemungutan terhadap Pajak Restoran / Rumah Makan di Kota Sibolga dapat dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil yang optimal maka hal yang diperlukan adalah :

1. Sumber Daya Manusia para pegawai perlu ditingkatkan karena masih banyak pegawai yang kurang memahami pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran yang sebagaimana mestinya, sehingga perlu adanya pelatihan agar Sumber Daya Manusia menjadi lebih baik.

2. Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga hendaknya meningkatkan pengawasan terhadap Objek Pajak untuk lebih mengoptimalisasikan penerimaannya.

3. Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga hendaknya lebih tegas terhadap pengusaha restoran yang tidak mau membayar pajak atas usahanya, jika memungkinkan dengan memberikan sanksi administrasi atau sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang nakal.

4. Dinas Pengelola Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga memberikan pendidikan dan pelatihan langsung kepada khalayak umum demi peningkatan pemahaman “ Perpajakan Indonesia “ khususnya dalam hal ini pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2006, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2006 Marihot P, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suandy, Erly.2002. Hukum Pajak, Jakarta : Salemba Empat.

Undang-Undang Republik Indonesia No.34 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Republik Indonesia N0.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Pemerintahan di

Daerah

Undang – Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak Restoran.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga No. 7 Tahun 1976 tentang

Pajak Pembangunan I

Peraturan Daerah Kota Sibolga No. 11 Tahun 2008 tentang Pembentuka Organisasi

Dinas – Dinas Kota Sibolga.

Peraturan Walikota No. 188.3.342/24/2008 tentang Tugas Pokok Dinas Pengelola

Kekayaan dan Asset Daerah Kota Sibolga.

Peraturan Daerah Kota Sibolga No. 2 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai aturan

pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Restoran pada Kabupaten/Kota yang dimaksud.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata

Cara Pungutan Pajak Daerah.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur

Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997 tentang kriteria Wajib

Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dan Tata Cara Pembukuan.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara

Dokumen terkait