• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. PEMBAHASAN

6.1 MESIN PENGEMAS

Secara umum proses pengemasan di Unit Produksi 2 PT. Marimas Putera Kencana akan di bahas beserta bahan dan alat yang digunakan. Sedangkan mengenai fokus tugas khusus yang diberikan oleh perusahaan akan membahas mengenai efisiensi mesin pengemas primer mesin single line. Tugas khusus yang diberikan berfungsi untuk memantau tingkat efisiensi mesin single line dari perusahaan. Hal ini sekaligus menjadi kontrol perusahaan agar tidak melampaui batas standar yang telah ditetapkan oleh PT Marimas Putera Kencana sendiri. Sehingga diharapkan dengan adanya analisa dari efisiensi mesin pengemas primer single line tersebut dapat mengurangi tingkat reject kemasan primer di Unit Produksi 2 PT. Marimas Putera Kencana di kemudian hari. Kemasan merupakan factor yang sangat penting karena memiliki kontak secara langsung dengan suatu produk. Di dalam kemasan dilengkapi dengan tulisan, label dan keterangan lain yang menjelaskan tentang isi dan kegunaan lain dari produk yang dianggap perlu disampaikan kepada konsumen sehingga terjadi komunikasi yang tidak langsung antara konnsumen dengan produsen (Parker,2003). Pengemas merupakan suatu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dalam keseluruhan proses produksi sederhana ataupun canggih, pengemasan sudah merupakan bagian yang termasuk didalamnya (Winarno, 1993).

Pada pengemasan primer produk minuman serbuk di PT. Marimas Putera Kencana digunakan bahan pengemas atau etiket yang sesuai dengan persyaratan mengenai kemasan yang baik. Kriteria ini digunakan pada semua pengemasan primer di pabrik makanan dan minuman, yang menjadi salah satu pedoman bagi QC pengemasan untuk menyeleksi etiket mana yang baik digunakan. Menurut Potter dan Hotchkiss (1996), beberapa persyaratan penting dari pengemas makanan meliputi tidak beracun, melindungi kontaminasi terhadpa mikroorganisme, bertindak sebagai daya barrier untuk mencegah kehilangan kelembaban dan masuknya oksigen, sebagai penyaring dari bahaya sinar UV, transparan, mudah dibuka, mudah disusun, mudah dicetak, murah, dan barrier terhadap migrasi lemak.

Pengemasan primer merupakan pengemasan dengan etiket khusus yang kontak langsung dengan produk. Terdapat dua jenis sistem pengemasan primer yaitu

20

pengemasan dengan sistem single line dan sistem multi line. kedua sistem tersebut terdapat pada table 5 .

Tabel 5. Perbedaan Single Line dan Multi Line

No. Pembeda Single Line Multi Line

1. Kecepatan pengemasan 60-65

sachet/menit

55-60 sachet / menit

2. Pengeluaran produk 1 renteng 6 renteng

3. Jumlah seal dalam kemasan 3 seal 4 seal

4. Jumlah seal vertical dalam kemasan

1 2

5. Pemotongan tiap 1 renteng (10 sachet)

Manual Otomatis

6. Waktu setting mesin 30-60 menit 60-120Nit

Proses pengemasan primer di unit produksi 2 PT. Marimas Putera Kencana menggunkan mesin single line tipe vertikal, dimana rentengan sachet yang dihasilkan adalah rentengan tunggal dan penyegelan sachet dilakukan pada ketiga sisi sachet. Menurut Sacharow dan Griffin (1980), penyegelan sisi atas dan bawah bertujuan untuk penutupan. Jika suatu kemasan primer produk segel samping dilakukan pada satu sisi dan sisi lainnya berupa lipatan disebut three-side seal pouch sedangkan jika sisi kanan dan kiri disegel disebut four-side seal pouch atau fin-sealed pouch.

Pada pengemasan dengan sistem single line terbagi menjadi 3 ruang, yaitu terdapat 12 titik mesin single line di masing-masing ruang sehingga terdapat 12 titik lubang filling yang terhubung ke area pengemasan primer di lantai satu dan bercabang menjadi 3 pipa kecil yang langsung terhubung ke mesin pengemasan primer single line. Olahan dari small hopper tersebut akan disalurkan dan ditampung dalam piringan berputar yang berfungsi untuk menghancurkan gumpalan serbuk serta menyapu olahan yang ada di permukaan piringan untuk masuk ke dalam lubang pengisian olahan Marimas ke dalam etiket.

Lubang pada dasar piringan tersebut terhubung dengan sensor yang telah diatur dengan adaanya takaran untuk menimbang olahan setiap 8 gram, yang dilengkapi dengan klep yang akan membuka dan menutup secara otomatis. Etiket yang digunakan untuk mengemas olahan masuk ke dalam corong etiket untuk melipat etiket menjadi 2 kemudian melewati seal vertical dan roller untuk membentuk garis seal horizontal pada sisi vertikal. Setelah sisi vertikal etiket di-seal kemudian klep takaran akan terbuka sehingga olahan yang telah ditakar sebanyak 8 gram akan masuk ke dalam etiket lalu akan melewati seal horizontal. Pada bagian bawah seal horizontal terdapat 2 buah

matras di sisi kanan dan kiri yang digunakan untuk mendorong keluar udara yang berada di dalam kemasan sehingga kemasan tidak menggembung. Hasil dari pengemasan primer adalah Marimas sachet yang kemudian dilakukan penyobekan oleh operator setiap 10 sachet secara manual untuk menghasilkan 1 renteng Marimas. Hasil penyobekan tersebut kemudian dijadikan satu ke dalam keranjang yang tidak berlubang dan setelah keranjang penuh akan disalurkan dalam conveyor menuju pengemasan sekunder.

Setiap mesin single line rata-rata dapat menghasilkan 65 sachet per menitnya namun pada prakteknya ada beberapa mesin single line yang tidak bekerja maksimal atau bahkan berhenti beroperasi (offline) karena beberapa kendala terkait dengan mesin itu sendiri. Kendala yang sering terjadi yang mengganggu jalannya mesin single line adalah seal yang kurang panas dan kotornya bagian press sealer, hal ini dikarenakan setting mesin tidak dilakukan dengan baik oleh operator maupun teknisi mesin, selain itu juga dapat dikarenakan pengoperasian mesin terlalu cepat sehingga mesin belum siap digunakan tetapi sudah dijalankan akibatnya suhu sealer yang seharusnya belum tercapai.

Kendala lain berupa kotornya press sealer bisa terjadi karena adanya kesalahan pemasangan corong yang menghubungkan piringan dengan pengisian produk olahan ke dalam etiket akibatnya serbuk olahan tumpah dan mengotori press sealer sehingga seal yang dihasilkan tidak kuat yang bisa menyebabkan sachet terbuka pada bagian sealnya. Selain itu juga bisa dikarenakan bocornya sachet saat pengepressan seal yang berhubungan dengan kotornya sealer, maupun karena mesinsingle line sedang dalam maintenance teknisi. Kendala-kendala tersebut menyebabkan mesin single line tidak dapat beroperasi dengan maksimal karena waktu down-time yang dibutuhkan untuk perbaikan mesin lebih lama.

Setiap operator mesin single line harus memiliki keterampilan di bidang pelipatan sachet Marimas serta dapat melakukan perbaikan kecil untuk kerusakan alat yang tidak terlalu parah misalnya suhu sealer yang tidak sesuai, posisi cutter tidak tepat, kotornya detektor sensor eyemark, serta pergantian roll etiket. Down-time mesin akan semakin lama jika kerusakan alat tidak dapat diatasi oleh operator sehingga harus diperbaiki oleh teknisi, yang menyebabkan olahan produk menjadi ditunda

22

Kelebihan mesin single line adalah kecepatan pengemasannya lebih tinggi dibandingkan mesin multi line yaitu 60-65 sachet per menit, selain itu proses pencucian mesin lebih ringan karena komponen yang menjadi titik kritis berada di bagian luar mesin sehingga pencucian mesin tidak perlu membuka bagian dalam mesin. Mesin single line juga sering digunakan di beberapa perusahaan minuman serbuk karena harganya yang lebih terjangkau terutama untuk industri minuman serbuk baru. Kerusakan mesin single line lebih mudah untuk diatasi oleh operator karena komponen alat sebagian besar bersifat manual dan tidak terlalu rumit misalnya pada emboss pencetak tanggal expired yang dapat diperbaiki oleh operator sendiri ketika terjadi kesalahan. Selain itu ketika terjadi kesalahan pada setting mesin, produk cacat yang dihasilkan tidak terlalu banyak karena penghasilan produk dari mesin single line untuk sekali press adalah satu sachet.

Meskipun begitu mesin single line memilikki banyak kekurangan, salah satunya debu yang dihasilkan dari serbuk olahan yang berterbangan akibat piringan yang digunakan pada mesin single line tidak ditutup oleh kain sehingga ruang pengemasan 1, 2, dan 3 yang berisi mesin single line mengandung debu lebih banyak dibandingkan ruang 4 dan 5 yang berisi mesin multi line. Debu tersebut tidak berpengaruh buruk pada kesehatan pernafasan operator maupun karyawan lain berdasarkan pengecekan kesehatan yang dilakukan setiap 6 bulan sekali oleh balai kesehatan, namun jumlah debu yang tinggi menyebabkan ketidaknyamanan pekerja dan menjadi polusi udara di ruang pengemasan. Selain itu piringan yang terbuka memungkinkan kontaminasi produk olahan dari udara ruang pengemasan.

Kelemahan pengemasan dengan sistem pengemasan single line adalah penyobekan renteng masih dilakukan secara manual oleh operator sehingga kesalahan operator masih dapat terjadi misal dalam penghitungan jumlah sachet dalam satu renteng. Selain itu komponen alat yang masih sederhana lebih mudah aus dibandingkan komponen pada mesin multi line yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa supaya mesin lebih awet dari segi pemakaian dan pemeliharaan missal mesin jet print untuk pencetakan exp date yang telah dilapisi bantalan karet sehingga mesin tidak mudah aus. Selain itu sistem pengemasan dengan single line lebih dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia (operator) karena sebagian besar prosesnya masih manual, dan pergantian roll etiket setiap 3 jam sekali sehingga produksi minuman serbuk menjadi lebih lama karena waktu efektifnya terpotong oleh down time berulang kali untuk penggantian etiket.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan mesin dilakukan pengamatan sistem kerja mesin single line dengan pendekatan jumlah produk jadi dengan menggunakan variable, variable berubah berupa kecepatan masing-masing mesin. Selain pengamataan pendekatan produk jadi, dilakukan juga pengamatan perhitungan efisiensi mesin single line. Pengamatan dilakukan adalah 20 hari di bulan Desember 2016. Jumlah produk jadi ini tidak jauh hubungannya dengan waktu efektif atau sering disebut jam efektif kerja seluruh rangkaian proses produksi minuman serbuk marimas. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem kerja di PT. Marimas Putera Kencana terbagi menjadi tiga shift, namun jam efektif ketiga shift tersebut berbeda yaitu jam efektif di shift I adalah 6,5 jam; shift II adalah 7 jam; dan di shift III adalah 6,6 jam. Hal ini dikarenakan pada shift I dibutuhkan 30 menit awal untuk pembersihan alat atau sanitasi ruang pengemasan serta setting mesin, pada saat shift II operator yang datang dapat langsung menjalankan mesin karena proses pengemasan sudah berjalan sehingga tidak perlu setting mesin lagi, sedangkan pada shift III akan dibutuhkan 30 menit di akhir pengemasan untuk sanitasi ruang pengemasan dan alat serta pelepasan dan penyimpanan etiket roll sisa.

Analisa dan pengamatan kinerja kedua mesin ini diamati dengan jangka waktu 20 hari di bulan Desember 2016. Terdapat perubahan jam kerja yang ada di bulan Desember, yitu perubahan dari 2 shift menjadi 3 shift kerja di UP 2 mulai tanggal 13 Desember 2016. Hal tersebut menyebabkan perbedaan jam efektif mesin karena pemberlakuan 2 shift memiliki wktu efektif tiap shift sebesar 9,5 jam di shift I, 10 jam di shift 2, dan 9,5 jam di shift III; sedangkan dengan pemberlakuan 3 shift jam efektif menjadi hanya 6,5 jam di shift I, 7 jam di shift II, dan 6,5 jam di shift III. Berdasarkan perhitungan jumlah karton yang akan dihasilkan oleh mesin single line berdasarkan perhitungan rumus untuk setiap menitnya adalah sebagai berikut:

Tanggal 1 Desember 2016 – 8 Desember 2016 (Pemberlakuan 2 shift) Jumlah Karton = 65 sachet/menit x 1 x (9,5 jam x 60 menit)

Jumlah Karton = 37050 sachet/mesin

Jumlah Karton = Speed Mesin x Jumlah Line yang dihasilkan x (Jam Efektif x 60 menit)

24

Jumlah Karton = 51 karton/mesin, sehingga jika terdapat 36 mesin seharusnya menghasilkan 1836 karton dalam shift I

Tanggal 13 Desember 2016 – 30 Desember 2016 (pemberlakuan 3 shift) Jumlah Karton = 65 sachet/menit x 1 x (6,5 jam x 60 menit)

Jumlah Karton = 25350 sachet/mesin

Jumlah Karton = 25350 sachet/menit : 720 sachet/karton

Jumlah Karton = 35 karton/mesin , sehingga jika terdapat 18 mesin seharusnya menghasilkan 1267 karton dalam shift I

Berdasarkan perhitungan tersebut dan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa jumlah produk jadi yang dihasilkan dengan 3 shift jam kerja lebih sedikit dibandingkan dengan 2 shift jam kerja. Hal ini dikarenakan dengan adanya 2 shift jam kerja, sistem pembagian kerja masing-masing karyawan dan operator lebih tertata dan dapat dikerjakan dengan lebih fokus. Berbeda dengan 2 shift jam kerja tersebut, sistem 3 shift membuat operator lebih terburu-buru sehingga tidak fokus pada pekerjaan dan tanggung jawabnya. Selain itu mesin single line yang diberhentikan lebih sering pada pemberlakuan 3 shift jam kerja juga berpengaruh terhadap jumlah produk jadi yang dihasilkan, karena akan memperpendek waktu pengemasan yang dapat dilakukan mesin. Berdasarkan target produk jadi dari hitungan rumus tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang sangat jauh antara produk jadi yang seharusnya dihasilkan dengan jumlah produk jadi dalam kondisi real. Hal ini dapat dikarenakan permintaan produk dari pihak marketing yang terkadang lebih kecil dari jumlah maksimum produk jadi yang dapat dihasilkan.

Tabel 6. Efisiensi mesin singgle line

Tanggal Efisiensi Mesin % 1 Desember 2016 96.97 5 Desember 2016 96.34 6 Desember 2016 97.84 7 Desember 2016 98.17 8 Desember 2016 96.26

13 Desember 2016 94.65 14 Desember 2016 94.79 15 Desember 2016 94.92 16 Desember 2016 95.39 17 Desember 2016 94.26 19 Desember 2016 96.33 20 Desember 2016 95.31 21 Desember 2016 96.01 22 Desember 2016 95.22 23 Desember 2016 96.47 24 Desember 2016 94.1 27 Desember 2016 97.37 28 Desember 2016 95.73 29 Desember 2016 96.6 30 Desember 2016 96.99

Perhitungan Efisiensi mesin pada table di atas di ddapat dari perhitungan menggunakan rumus :

Dapat di lihat hasil dari perhitungan Efisiensi menunjukan bahwa Efisiensi mesin singgleline rata rata berada pada angka di atas 95% karena standar perusahaan PT. Marimas Putera Kencana menetapkan standart efisiensi mesin harus di atas 95%. Namun beberapa di bulan Desember terlihat ada penurunan efisiensi hal tersebut di sebabkan karena pada bulan Desember sedang ada peralihan dari yang awalnya 2 shif kerja menjadi 3 shif kerja, sedangkan karyawan yang ada dalam Unit produksi 2 belum Efisiensi = Jumlah Jam Mesin Berjalan / Jam Kerja X 100% = %

26

sepenuhnya mengerti mesin tersebut dikarenakan peralihan karyawan yang awalnya berada di Up lain.

Dokumen terkait